Sesuai dengan wejangan dari Aira, Sherin tetap bersikap seperti dirinya yang biasa. Dia masih saling sapa dengan Shiran jika tak sengaja berpapasan di jalan. Dia masih menanggapi lawakan receh Shiran seperti biasanya. Dan Sherin masih mencintai Shiran seperti dahulu, dari jauh.
Melalui orangnya langsung, atau dari sumber lainnya, Sherin mulai sedikit demi sedikit mengetahui sosok Shiran.
Shiran Tirtana Atmajaya. Laki-laki pecinta kucing dan kehidupan masa lampau. Salah satu fans band zaman dahulu, The Beatles. Sering melihat dia memakai jaket hitam dengan tulisan Volkswagen di punggungnya. Di beberapa waktu, Sherin suka melihatnya sedang bermain basket dengan teman-temannya. Jadi mungkin Shiran adalah salah satu anggota ekskul basket di sekolat.
Sudah, hanya itu.
Sherin menghela napas. Seberapa lama pun ia menyukai Shiran, ternyata sosoknya begitu misterius untuk ditelusuri. Sherin merasa ia tidak terlalu tahu dengan kehidupan Shiran. Tapi meski begitu, Sherin yakin 100 persen bahwa ia memang mencintai Shiran, sama halnya dengan ia yang mencintai cokelat. Sherin berani bertaruh untuk itu. Tapi, apakah mengenal sosok yang kita damba adalah salah satu syarat untuk dinyatakan dalam tahap mencintai?
Sherin menghela napas, lagi.
***
Sudah lama Sherin dan semua sahabatnya tidak berkumpul bersama, terutama dengan Acha dan Asyia. Berbeda sekolah membuat jam bertemu mereka menjadi sulit untuk dikondisikan. Namun pada akhirnya, pekan ini semua waktu mereka telah dikosongkan demi menjaga ikatan tali silaturahmi.
Kali ini mereka memutuskan untuk pergi ke salah satu mal terkenal di Jakarta. Niatnya mereka ingin menghambiskan satu hari penuh dengan menonton film di bioskop dan makan atau sekedar jalan-jalan di sekitar sana.
Saat sampai di bioskop, mereka langsung membeli tiket film Maze Runner: The Death Cure untuk 7 orang. Di jadwal, film baru akan mulai pada pukul setengah dua. Itu artinya, mereka masih memiliki waktu setengah jam sebelum masuk ke studio bioskop. Selama waktu itu, mereka mengobrol di kursi tunggu. Obrolan mereka terlihat seru hingga Sherin melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 2 lewat 25 menit.
"Guys, dua lima menit lagi filmnya mulai," intrupsi Sherin, kemudian ia bangkit berdiri dengan disusul oleh yang lainnya.
Menonton film tidak akan lengkap tanpa ada pop corn yang menemani selama film berlangsung. Jadi, mereka bertujuh pun membeli dua pop corn ukuran medium untuk cemilan menonton.
Suara perempuan yang menggema di sekitar bioskop menyadarkan tujuh sekawan itu, dan segera memasuki studio 3. Mereka langsung menduduki kursi di barisan C dan saling bersebelahan. Setelah beberapa trailer dimunculkan, akhirnya film yang ditunggu-tunggu mulai juga. Mereka pun saling menikmati film tersebut sambil sesekali mengobrol pelan dengan teman di sebelahnya.***
"Ah, gila! Gak nyesel sih gue nonton itu. Seru parah," komentar Ara dengan semangat.
"Tapi kenapa sih Newt harus mati. My lope-lope Newt," ratap Sherin dengan wajah sedih.
Alesha tertawa. "Enggak apa-apa, yang penting Minho, suami gue, gak mati dari awal," seru Alesha.
"Eh, udah, eh. Kalian pada enggak laper apa?" kata Aira memberhentikan obrolan ngalur ngidul mereka.
"Laper," sahut mereka kompak.
"Tapi sebelum makan mending kita Shalat Ashar dulu aja. Udah adzan dari tadi," kata Ara sambil melirik arloji yang berada di tangan kiri Sherin.
"Gue lagi gak sholat. Jadi gue sama Alesha nunggu di kursi sana ya," lapor Ara sambil menunjuk sebuah kursi yang berada di dekatnya dengan dagu."Iya."
Akhirnya mereka berpencar. Ara dan Alesha berjalan ke arah kursi untuk menunggu dan yang lainnya berjalan untuk mencari mushola yang ada di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sherlan
Teen Fiction"Kisah kita memang hanyalah sebentar. Tetapi kenangan yang kamu ciptakan akan selalu terkenang untuk selamanya di hatiku." *** Berawal dari kasus Sherin yang susah move on dari Ares, membuat Sherin terpaksa mencari pelarian ke sosok laki-laki bernam...