Suara Ke-9

20 4 4
                                    

Pagi ini awan gelap memenuhi langit gelap Kota Jakarta. Beberapa rintik ringan air turun membasahi daratan di Bumi. Hal tersebut membuat rutinitas pagi beberapa orang terganggu karena hujan. Termasuk seorang remaja laki-laki yang sedang berdiri di teras sambil menatap tetesan hujan dengan lelah.

Kalau gue terobos nanti malah tiba-tiba deres di jalan lagi, keluh remaja tersebut dalam hati.

Sebuah tepukan di bahu membuat dia terkesiap sekejap. "Shir."

Tanpa menoleh pun remaja itu tahu siapa yang baru saja memanggilnya. "Ya? Kenapa, Yah?"

"Kok belum berangkat ke sekolah? Nanti telat, lho," kata sang Ayah yang bernama Deto.

Shiran menghela napas. "Masih hujan, Ayah."

Deto mengernyit. "Cuman gerimis."

"Nanti kalau tiba-tiba hujan deres gimana?"

"Terserah kamu aja. Atau kamu mau berangkat bareng Ayah?" tawar Deto pada putra bungsunya.

Shiran mengelua dagunya sambil menatap hujan yang semakin turun deras. "Hmm, boleh."

"Ya udah, yuk. Berangkat sekarang aja, takut telat."

"Ayah duluan aja," ucap Shiran sambil mengeluarkan ponselnya.

Setelah Deto berlalu, Shiran langsung mengetik kalimat singkat untuk seseorang dan langsung mengirimnya.

Woi, beler.

Selepas itu, dia langsung menyusul ayahnya ke mobil hitam yang sudah berada di balik kemudi. Lalu tak lama, mobil tersebut melesat melawan rintik-rintik hujan yang makin lama makin deras.

***

"Woy, Shir."

Tepukan yang lumayan kencang di kepala belakang membuat Shiran mengaduh pelan sambil membalikkan badannya menghadap ke arah laki-laki sebayanya.

Shiran menempeleng dahi laki-laki tersebut. "Sakit bego."
"Aduhh."

"Ngapain manggi-manggil gue? Lo kangen ya sama gue?" Shiran menyipitkan mata.

"Iya aku kangen sama kamu," kata Arsa jijik.

"Makan noh kangen." Shiran menonjok pelan pipi Arsa.

Arsa mengelus pipinya. "Lumayan lho, Shir."

Shiran tertawa. "Lo mau ngapain?"

"Bareng dong ke kelasnya."

"Pengen banget."

Tanpa peduli Arsa yang mencibir, Shiran berjalan mendahului Arsa untuk ke kelas.

"Shiran!!"

***

Seperti pagi-pagi biasanya, kelas X IPA 2 pasti akan ramai oleh suara penghuninya. Entah itu untuk menyalin PR temannya, suara teriakan sang ketua kelas untuk piket, atau tawa dari obrolan beberapa siswi yang duduk bergerombol di satu meja.

Salah satunya adalah meja belakang yang saat ini diduduki oleh 6 orang perempuan dan 5 orang laki-laki. Meski mereka ramai dan sangat berisik dan beberapa di antara mereka bukanlah penghuni asli kelas IPA 2, murid lain tidak ada yang terganggu karena sudah sibuk dengan dunianya sendiri  dan malah menganggap mereka seperti tidak ada.

"Ya lo jangan gitu dong, Sa," kata Aira greget.

"Habis mau gimana lagi. Gue udah cinta banget sama dia. Jadinya gue bakal lakuin apapun asalkan dia bahagia," bela Arsa yang justru membuat semua temannya merasa ingin membuangnya ke kolam piranha. Itu serius.

SherlanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang