Mulai dari hari ini, Sherin memutuskan untuk menjauh dan menghilang dari pandangan Shiran untuk beberapa waktu yang lama. Sherin pikir dengan begitu proses untuk melupakan Shiran semakin cepat, setidaknya itu lah yang dipikirkannya saat ini.
Sherin terus berusaha untuk sebisa mungkin tidak bertemu dengan Shiran, mau di sekolah ataupun di luar sekolah. Jika ia tidak sengaja berpapasan dengan Shiran di koridor, Sherin akan melewati Shiran begitu saja tanpa menyaoanya seperti biasa. Kecuali jika ia sedang dalam keadaan terpaksa. Misalnya seperti ketika sahabatnya dan sahabatnya Shiran sedang mengobrol bersama dan pastinya akan ada Shiran, Sherin lebih memilih untuk banyak diam meski sesekali juga ikutan tertawa kalau humor Shiran sedang receh-recehnya.
Sherin harap ia dapat melupakan Shiran dengan cepat. Semakin ceoat ia melupakannya, maka semakin cepat pula bagi Sherin untuk menghilangkan rasa sakit di hatinya ketika ia mendengar dan melihat sendiri Shiran sedang bercanda tawa dengan perempuan lain.
Namun sayang beribu sayang, sudah seminggu sejak Sherin mengetahui fakta mengejutkan itu, pikirannya hanya selalu tertuju pada satu nama, yaitu Shiran. Sherin sudah mencoba berbagai cara untuk mengalihkan pikirannya dari Shiran, tapi tetap saja nama Shiran selalu terlintas di benaknya.
Hal tersebut membuat Sherin jadi bingung sendiri. Dengan cara apalagi agar nama Shiran tidak pernah lagi muncul di kepala dan hatinya? Ia sudah melakukan berbagai cara. Tapi selalu sama saja, nama Shiran masih sering muncul di setiap keheningan atau ketika Sherin sedang tidak disibukkan oleh hal apapun.
Shiran itu seperti bayangan. Kemana pun dan dimana pun kita berada, bayangan akan selalu mengikuti, selalu membayangi. Ketika matahari menyengat, bayangan ada. Ketika bulan menyinari, bayangan ada. Bayangan ada karena cahaya, maka satu-satunya cara untuk menghilangkan bayangan yang menghantui adalah dengan mendatangkan kegelapan. Tapi Sherin tidak akan pernah melakukan itu.
Sebab, Sherin membenci gelap. Apapun itu jenisnya.
***
"Sherin!"
Sherin tersentak kaget. Sebuah suara derap langkah yang semakin mendekat membuat ia harus mengalihkan pandangan dari novel di tangannya. Sherin menengadah.
Shiran.Sherin langsung menutup novelnya. "Kenapa?"
"Lo lagi ngapain?" tanya Shiran sambil duduk di kursi depan meja Sherin. Sherin mengangkat novelnya yang langsung dipahami oleh Shiran.
"Lo ngapain di sini?" tanya Sherin basa-basi, padahal mah Sherin sedang malas berurusan dengan sosok laki-laki di depannya.
"Enggak ada sih," ucap Shiran sambil menggaruk-garukkan kepala. Sherin mengernyit. "Lo lihat teman-teman gue gak?"
Sherin menoleh ke belakang kelas. Wajah heran pun tercetak di wajahnya. "Lah? Kok pada ngilang? Perasaan tadi masih ada di sana."
"Kebiasaan nih, makanya jangan sering melamun," ucap Shiran memberikan tau.
"Paling mereka ada di kantin," kata Sherin, lalu ia kembali membuka novelnya.
"Yah, terus gue gimana?" tanya Shiran pelan.
Sherin menjauhkan sedikit bukunya untuk menatap Shiran. "Ya susulin aja mereka, gitu aja kok bingung banget."
"Jadi lo ngusir gue nih ceritanya?" Shiran pura-pura tersinggung.
"Kalau iya gimana?" Sebenarnya sih gue pengen lo tetap di sini, Shir.
"Ya udah gue balik deh."
Hati Sherin sedikit tidak rela saat ia mendengar kalimat itu. Ia ingin Shiran tetap berada di sini untuk menemaninya. Tapi kalau ia biarkan hatinya berbicara, maka akan ada hati yang patah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sherlan
Teen Fiction"Kisah kita memang hanyalah sebentar. Tetapi kenangan yang kamu ciptakan akan selalu terkenang untuk selamanya di hatiku." *** Berawal dari kasus Sherin yang susah move on dari Ares, membuat Sherin terpaksa mencari pelarian ke sosok laki-laki bernam...