Suara Ke-18

8 5 2
                                    

Bagi kebanyakan orang, hari Senin adalah hari yang sangat tidak disukai oleh mereka. Alasannya tentu saja karena hari Senin adalah pertanda bahwa kita harus kembali menghadapi kepenatan rutin selama lima hari setelah mendapatkan jatah hari libur selama satu hari.
Seperti yang terjadi di SMA Lentera Bakti, semua orang yang memasuki gerbang sekolah pasti datang dengan muka lesu karena lagi-lagi mereka harus berhadapan dengan tumpukan tugas dan guru-guru killer.

Bagi mereka yang semalam belum sempat mengerjakan tugas rumah pasti sedang dalam keadaan was-was. Was-was karena takut mereka akan dihukum oleh gurunya karena ketahuan tidak mengerjakan PR. Tapi yang pasti, setiap siswa yang memasuki gerbang sekolah, dalam hatinya pasti berharap kalau guru yang mengajar tidak masuk atau setidaknya tiba-tiba sakit perut.

Seperti salah satu siswa laki-laki yang sedetik yang lalu baru saja memasuki gerbang sekolah. Tampangnya yang lesu serta cara berjalannya yang seperti orang yang sempoyongan menandakan bahwa ia tidak mendapatkan tidur yang cukup tadi malam. Tapi ia terpaksa harus masuk ke dalam kepenatan yang membuat sebagian orang muak.

Tapi satu hal yang tidak diketahui oleh laki-laki itu adalah, kehadirannya walau dengan tampang lesu merupakan salah satu alasan seorang siswa perempuan datang ke sekolah dengan bersemangat. Salah satu alasan seseorang datang dengan senyum lebar di antara orang-orang yang datang dengan wajah tertekuk.

Nama perempuan itu adalah Sherin, yang saat ini sedang berjalan tepat di belakang laki-laki itu—Shiran, dan hanya dipisahkan jarak sejauh 5 meter. Shiran lah satu dari sekian alasan yang membuat Sherin datang ke sekolah dengan senyum yang merekah di wajahnya. Shiran lah satu-satunya laki-laki yang bisa membuat jantungnya berdetak kencang dan menjadi satu-satunya orang yang membuat senyuman selalu ada di wajah Sherin.

Sherin sama sekali tidak berniat menyapa Shiran. Sebab, setiap melihat wajah Sherin, Sherin selalu mengingat kalau seseorang yang berada di hadapannya ini sudah menjadi milik orang lain. Sherin, yang bukan siapa-siapa bagi Shiran mana berhak untuk menggangu hubungan mereka. Melihat Shiran bahagia, baginya itu sudah lebih dari cukup.

Sherin terus menatap punggung Shiran sampai-sampai ia tidak sadar kalau sejak tadi ada seseorang yang memanggilnya dari belakang. Baru, ketika orang tersebut menepuk bahu Sherin, Sherin baru sadar dari lamunan.

"Eh, Ara. Tumben jam segini udah dateng?" kata Sherin. "Biasanya juga nunggu bel sekolah bunyi."

Ara terkekeh. "Lagi ngeliatin Shiran ya? Sampai gue panggil lo gak denger," tebak Ara dengan seringai jahil.

"Emang dari tadi lo panggilin gue ya? Kok gue gak tau?" tanya Sherin sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Makanya jangan ngeliatin Shiran melulu," balas Ara.

"Ih, apaan sih. Siapa juga yang ngeliatin Shiran?" elak Sherin salah tingkah.

Ara memutar bola matanya. "Iya deh, percaya. Hahaha."

"Tapi itu tadi yang di depan beneran Shiran kan?" lanjutnya.

Sherin menatap punggung Shiran yang sudah jauh di depannya. Binar-binar di mata Sherin langsung menghilang ketika ia melihat Shiran berjalan mendekati seorang perempuan yang sedang mengobrol dengan kawan-kawannya.

"Iya, itu Shiran."

"Aduh, mukanya jangan lesu gitu, dong. Hahaha," ujar Ara tertawa.

Sherin berdecih. "Siapa juga yang mukanya lesu?"

"Cemburu, mah, bilang aja. Jangan malu-malu gitu dong," ujar Ara, lagi. Hal itu membuat Sherin hampir ingin menabok kepala Ara.

"Diem aja, deh," sahut Sherin.

Ara tertawa. Namun setelah itu tidak ada lagi obrolan. Sebab Sherin yang seperti orang melamun membuat Ara yakin, ia pasti hanya akan mendapatkan pengabaian dari Sherin.

SherlanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang