Ini sudah tiga hari kemudian sejak Shiran tahu tentang perasaannya. Tetapi Sherin tetap saja tidak merasa ada yang aneh dari sikap Shiran. Shiran tetap menyapanya seperti biasa. Sherin pun juga tetap bersikap biasanya selayaknya teman jika bertemu dengannya. Hal ini lah yang membuat Sherin merasa pupus harapan. Ia merasa kalau sikap Sherin yang satu ini adalah pertanda bahwa ia sudah ditolak secara tidak langsung.
Selama tiga hari ini Sherin uring-uringan karena tidak ada perubahannya dari sikap salah satu dari mereka. Terkadang Sherin ingin bertanya kepada Shiran, apakah dia beneran sudah tahu apa belum. Tapi keberanian di dalam dirinya pun tidak ada, bagaimana ia bisa tahu?
Kemarin Sherin sempat mengobrol lagi dengan Aldan. Kesempatan itu ia gunakan untuk bertanya padanya perihal kabar bocor itu. Aldan pun tetap mengiyakan. Sherin percaya kepada Aldan, sebab selama beberapa tahun kenal dengannya, Sherin yakin Aldan tidak pernah berbohong.
"Gini, Sher. Emang lo maunya begitu dia tahu, dia bakal jauhin lo? Enggak kan? Justru itu bisa jadi pertanda baik," saran Ara, begitu dia selesai curhat kepadanya.
"Tapi gimana hal itu dia lakuin cuman biar gue enggak sakit hati? Mungkin dia merasa bersalah kali," kata Sherin.
Ara menggelang-gelengkan kepala heran dengan tingkat kepercayaan diri Sherin yang sedang hilang. "Kalau gitu seharusnya dia enggak usah ngelakuin hal ini kan? Soalnya ini cuman bikin lo nambah uring-uringan kayak gini."
"Ihh, tapi kan bisa aja ini cuman topeng yang dia pake? Siapa yang tahu kalau di dalam hatinya, dia malah pengen jauhin gue?" ujar Sherin lagi.
"Percaya sama gue, meskipun gue cuman pernah suka satu kali seumur hidup sama seorang cowok, gue bisa ngerasain perbedaan gimana kalau dia lagi ngobrol sama lo. Rasa canggung itu ada. Lo cuman perlu satu, dua hari lagi untuk sabar. Maka saat itu pasti akan tiba."
Sherin menghela napas. Entah karena lebih lega, atau karena beban yang semakin tertumpuk.
***
Di saat kepastian sedang tidak berpihak kepada kita, yang ingin kita lakukan pasti hanya satu, yaitu menunggu. Di antara kegiatan-kegiatan yang lain, seumur hidup menunggu tanpa adanya kepastian itu adalah hal yang paling tidak disukai oleh Sherin.
Dalam hidup, manajemen waktu itu sangat penting. Waktu membuat kita belajar bagaimana cara kita untuk menghargai sebuah kesempatan di setiap detik yang Tuhan bagi untuk kita. Dan sungguh, bagi Sherin, menyia-nyiakan waktu rasanya terlalu aneh. Membuang setiap kesempatan yang ada dan menulingkan telinga untuk memahami moral yang diberi oleh Tuhan melalui waktu.
Sherin sudah terlalu sering menunggu. Menunggu si A, si B, sampai si Z. Sampai berapa lama pun, ia rela menunggu. Meski ia lelah, itu bukan masalah. Karna baginya, sebuah janji temu itu lebih penting dari pada sekedar rasa lelah.
Namun sekarang, untuk kasus ini, Sherin merasa rasa lelahnya sudah terlalu mendominasi. Hingga kini rasanya ia ingin sekali berteriak mengeluarkan segala kekesalannya.
Shiran, entah bagaimana sosok laki-laki itu dapat menjungkir balikkan hidupnya begitu saja. Tawa dan senyumnya selalu membuat Sherin merasa cukup. Cukup menyukainya dari jauh, cukup mengaguminya diam-diam, dan cukup tahu bahwa Shiran masih akan selalu berada di sekitarnya selalu dapat membuat Sherin tenang dan bahagia dengan caranya sendiri.
Satu tahun bukan waktu yang singkat. Banyak hal yang harus Sherin lakukan untuk memendam rasa ini. Andai dia sanggup, sudah dari dulu ia katakan hal yang sebenarnya kepada Shiran. Tapi mau bagaimana pun, sikap itu hanya akan menghancurkan hubungan pertemanan mereka. Sherin tidak mau hal itu terjadi, mau kapan pun, tidak akan ingin.
Katakanlah jika Sherin munafik karena dulu dia berkata tidak mengharapkan lebih pada perasaan yang sedang ia hadapi. Tapi kini, rasanya cukup tak dapat lagi dikatakan cukup. Salahkah jika ia meminta lebih? Salahkah jika ia ingin laki-laki itu membalas setiap perasaan yang telah ia beri.
Ternyata, menunggu selama satu tahun tak pernah benar-benar bisa membuat ia bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sherlan
Teen Fiction"Kisah kita memang hanyalah sebentar. Tetapi kenangan yang kamu ciptakan akan selalu terkenang untuk selamanya di hatiku." *** Berawal dari kasus Sherin yang susah move on dari Ares, membuat Sherin terpaksa mencari pelarian ke sosok laki-laki bernam...