25.Again?

5.7K 509 29
                                    

Vote!

***

Aku dan kak Iqbaal sedang berada di kamar. Kami sedang berbicara dan bercanda bersama janin yang ku kandung ini.

"Permisi, nya, den" Panggil bi Maryam dari luar kamar.

Kak Iqbaal beranjak dari kasur, lalu ia membuka pintu dan disana terlihat bi Maryam sedang berdiri.

"Ada apa, bi?" Tanya kak Iqbaal pada bi Maryam.

"Ada tamu, den. Katanya mencari Nyonya sama Tuan" Ujar bi Maryam.

"Tamunya perempuan atau laki-laki?" Tanya kak Iqbaal lagi.

"Perempuan. Kalau tidak salah, dia temannya tuan" Jawab bi Maryam.

"Temannya kak Iqbaal, bi? Pernah kesini ngga?" Tanyaku.

"Pernah, nya. Kalau tidak salah, namanya ada fi-fi nya gitu" Jawab bi Maryam.

"Fi-fi? Vivi? Vivi sekertaris kamu itu?" Tanyaku dengan nada sedikit kesal.

"Emh, yaudah makasih bi. Saya bentar lagi keluar" Kata kak Iqbaal.

"Baik, den. Saya permisi" Ucap bi Maryam.

Bi Maryam pun pergi dari depan kamar ku dan kak Iqbaal.

Aku beranjak dari kasur dengan sangat hati-hati. Aku menghampiri kak Iqbaal.

"Vivi? Kamu mau nyamperin dia?" Tanyaku pada kak Iqbaal dengan nada nyolot.

"Kan kita belum tau siapa dia. Siapa tau bukan Vivi mantan sekertaris aku itu. Bi Maryam cuma bilang, kalo ga salah namanya ada fi-fi nya. Kan belum tentu Vivi" Ujar kak Iqbaal.

"Yaudah sekarang kita lihat. Awas sampe macem-macem lagi" Kataku pada kak Iqbaal.

"Iyaa sayang" Jawab kak Iqbaal sambil mengelus pelan puncak kepalaku.

Aku dan kak Iqbaal pun keluar dari kamar. Kami berjalan menuju ruang tamu untuk menemui tamu yang mencari kami ini.

"Siang, pak, bu" Sapa tamu ini.

Benar saja. Dia Vivi yang sama, yang pernah membuatku bertengkar dengan kak Iqbaal. Dia Vivi yang sama, yang pernah membuat diriku sangat marah kepada kak Iqbaal.

"Mau apa kesini?" Tanyaku dengan sinis.

Vivi terlihat sangat takut mendengar pertanyaanku barusan.

"Kok gitu nanyanya?" Bisik kak Iqbaal padaku.

Aku tak menghiraukan bisikan kak Iqbaal barusan.

"Maaf, bu. Saya dengar, bapak dan ibu pernah bertengkar hebat gara-gara say--"

"Tau dari siapa?" Tanyaku memotong ucapan Vivi.

"Dari orang-orang kantor, bu. Ibu marah kepada pak Iqbaal karena waktu itu saya dengan sontak memeluk kak Iqbaal di ruang rapat d--"

"Udah deh. Langsung intinya aja. Kamu kesini mau apa? Mau meluk Iqbaal lagi dan bilang sontak? Masih kurang kemarin? Masih belum puas? Apa kamu nunggu saya buat ngajuin surat cerai? Apa?!" Tanyaku dengan nada emosi kepada Vivi.

Emosi ku memang sudah mulai terasa. Darahku sudah berada di ujung kepala dan baru saja di semburkan ke Vivi.

"Ga boleh gitu, ucapan adalah doa. Kamu kan lagi hamil. Duduk dulu yuk" Ajak kak Iqbaal.

"Males yang mau duduk. Abisnya dia ngapain kesini lagi? Masih kurang ngegoyah rumah tangga kita kemarin?" Ujarku.

"Bu, saya gaada maksud buat deketin pak Iqbaal, apalagi sampe mau ngerebut pak Iqbaal dari Ibu. Pak Iqbaal itu cuma cinta sama Ibu" Ucap Vivi.

My Husband IDRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang