🕔 5 🕔

222 96 31
                                    

Setiap orang memiliki opininya masing-masing, anggapanmu tentangku, bisa saja berbeda denggan anggapanku tentangmu.

🕛Cɪʀᴄʟᴇ OғTɪᴍᴇ🕛

"Yang ini nih!"

Tiara terlihat menunjuk sebuah jam tangan couple berwarna hitam dengan model yang hampir sama, membuat Riska dan Wini menghampiri jam itu. Pandangan mereka semakin berbinar melihat harganya yang ternyata hanya kisaran lima puluh ribu.

"Wah pas nih, beli aja, Ris, gue yakin doi lu demen nih, kan jam kayak gini lagi jaman." Tiara tertawa, ia cukup yakin dengan pilihannya.

Tanpa pikir panjang, Riska segera memanggil pelayan toko itu dan membeli jam tangan tadi.

"Wah pilihannya bagus banget, Dek. Untuk pacarnya ya? Dijamin langgeng deh, semoga kalau udah pakai jam tangan ini, kalian jadi selalu saling inget."

Riska tersipu mendengarnya, ia pastinya mengamini hal itu dalam hati. Senyum perempuan itu selalu terlihat sejak tadi, ia sangat berharap dengan hadiah ini di hari ulang tahun pacarnya nanti, akan membuat hubungan mereka kembali hangat seperti dulu.

Riska berjalan ke luar toko menuju teman-temannya yang sedang menunggu, duduk di kursi-kursi yang disediakan. Sejak tadi Riska memang tidak bisa menyembunyikan senyum senangnya, membayangkan kejadian menyenangkan akan segera terjadi di hari ulang tahun pacarnya.

Hening.

Tiara terlihat sibuk memainkan ponselnya, Riska masih tersenyum membayangkan hal-hal membahagiakan nantinya, sedangkan Wini hanya terdiam memperhatikan kendaraan yang berlalu-lalang di depan mereka, ia seperti memikirkan sesuatu.

"Ris?" Akhirnya Wini mulai mengeluarkan suaranya.

Riska hanya berdeham pelan membalasnya, perempuan itu mengayun-ayunkan kakinya yang tidak sampai menyentuh lantai di bawahnya, akibat kursi yang cukup tinggi, dan dirinya yang cukup pendek.

"Kok gue ngerasa aneh ya?"

Ucapan Wini sontak membuat Tiara dan Riska berbalik menatapnya. Kedua temannya menunggu ucapan selanjutnya. Wini terlihat mengembuskan napas pelan.

"Lo nyadar gak sih? Dulu kan lo selalu SMS-an sama Al, tapi setiap lo ngasih tau hal-hal yang lo bahas lewat SMS secara langsung, Al selalu gak inget."

Riska jadi ikut terdiam, ia jadi memikirkannya juga.

"Al?"

Lelaki yang dipanggil itu seketika berbalik ke arah Riska dengan tatapan datar dan biasa, tapi seketika merubah ekspresinya saat disenggol oleh salah satu teman gengnya, yang nyatanya merupakan teman Riska sejak SD, Afdah.

Riska melihat jelas teman sejak SD-nya tersebut membisikkan sesuatu ke arah Al, sebelum akhirnya lelaki itu berjalan menghampiri Riska.

"Hai, S-sayang." Entah kenapa Al memang selalu gugup untuk mengatakan kata-kata itu.

"Kamu kan pas Selasa malam janji makan bareng di kantin hari sabtu ini." Riska mengucapkannya dengan tatapan berbinar cerah.

"Hah? Kapan?"

Riska otomatis terdiam saat mendengar ucapan itu, jelas-jelas saat itu Al menjanjikannya lewat SMS, lantas kenapa ia sangat cepat melupakannya? Apa Riska sangat tidak penting?

"E-eh, iya. Sekarang ya? Ayo deh."

"WOI! KAK IBNU NGAJAK KETEMUAN WOI!"

"Buset, kaget gue." Wini memukul keras lengan temannya yang tiba-tiba membuat keributan. Tiara seketika berteriak kencang setelah menerima pesan di ponselnya, yang ternyata dari lelaki yang selama ini ia kagumi.

"Ya udah sono lu!" Riska mengibas-ngibaskan tangannya tanda mengusir temannya yang satu itu.

"Eh bentar-bentar, gue entar ngomongin apaan ya bagusnya." Bukannya bergegas, Tiara justru terdiam beberapa detik.

Wini berdecak mendengar pertanyaan tersebut. "Ya tanyain aja kesehariannya coba, dia kan anak OSIS tuh, tanya-tanya deh gimana aja di situ."

"Atau tanyain penghasilannya dari iklan nyuci pake sabun colek gitu." Riska ikut memberi saran sembari terkekeh pelan.

Riska tertawa seketika melihat Tiara yang terlihat panik sendiri, perempuan itu bergegas berdiri dari tempatnya. "Gue tinggal ya, Ris, Win?" Tiara segera berlari menjauh setelahnya, kemudian terlihat menaiki sebuah angkutan umum.

"Coba chat Al, deh." Wini sepertinya benar-benar penasaran dengan semua hal yang sedang berputar dalam kepalanya sekarang.

"B-bilang apa?"

Wini terlihat berpikir beberapa detik, kemudian tersenyum. "Coba aja suruh dia jemput lo, kan kebetulan ortu lo lagi gak bisa jemput nih, jadi lo alesan bakal nunggu di toko ini sampe dia jemput."

Riska mengangguk-angguk mendengar saran itu, ia juga cukup antusias membayangkan dirinya akan segera dijemput oleh pacarnya. Ia segera mengambil ponselnya dan kebetulan Facebook milik Al memang sedang online. Ia buru-buru mengetik pesannya.

"Nah, terkirim!" Riska tersenyum senang melihat ponselnya.

Ponsel Wini tiba-tiba berbunyi, dan menampilkan uname kakaknya yang menyuruh dirinya untuk sekalian membeli beberapa bahan makanan. Sontak Wini menepuk dahinya.

"Duh, gue pulang duluan ya, Ris. Kakak gue nitip bahan makanan nih, takutnya telat, entar dia ngamuk." Wini beranjak berdiri dari tempatnya.

"Yah, ya udah deh." Riska mengerucutkan bibirnya, menyadari setelah ini ia akan menunggu sendirian.

"Semangat nunggunya ya! Dadah!" Wini terlihat menyetop angkot yang baru saja lewat di depannya, kemudian menaikinya.

🔢🎨🔢

Riska sesekali melirik ke arah ponselnya, jam sudah menunjukkan pukul tiga sore, dan ia sudah menunggu di sini sejak pukul satu siang.

Riska bahkan berkali-kali menelepon nomor Al, tapi tetap tidak diangkat, bahkan ada beberapa panggilan yang hanya di-reject langsung. Pacar macam apa dia? Bukankah setidaknya ia perlu memberi kabar jika ditelepon berkali-kali oleh orang yang ia sayang?

Riska menunduk lemah menyadari langit mulai gelap, bukan karena akan malam, tapi karena sebentar lagi akan hujan, dan sialnya, di atas tempat duduk ini tidak ada kanopinya.

Selang beberapa menit, rintik hujan mulai berjatuhan, kemudian jatuh semakin deras, tapi entah kenapa Riska tidak beranjak sedikit pun dari tempatnya. Akalnya mungkin sudah memaksanya pergi dari sana, tapi hatinya justru memaksanya untuk terus menunggu lelaki itu. Ia takut lelaki itu datang di saat dirinya pergi dan tidak bertemu dengannya.

Hingga suara deru motor terdengar mendekat ke arahnya, dan dengan cepat berhenti ketika sudah berada di depan Riska.

Riska masih menunduk, bahkan saat si pengendara motor itu sudah turun. Lelaki itu seolah tidak peduli dengan hujan yang semakin deras. Ia tetap berjalan cepat ke arah Riska dengan tatapan yang penuh kekhawatiran.

"Ngapain masih di sini?!"

🔢🎨🔢

Coba tebak itu siapa?🤭

See you on the next chapter😉


Jangan lupa vote+komen yaa! 😘

Circle Of Time [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang