🕒27🕒

131 47 2
                                    

Nyatanya, masih ada rasa yang tertinggal di sini.

🕛Cɪʀᴄʟᴇ OғTɪᴍᴇ🕛

Kevin masih mematung menatap ke arah pintu kamarnya. Bahkan ketika kedua perawat tadi sudah ke luar, ia masih mematung menatap pintu kamarnya, berharap pintu akan terbuka lagi, memperlihatkan wanita yang sangat ia rindukan.

Yang hanya muncul beberapa detik di depannya tadi.

Lelaki itu menunduk beberapa detik, kemudian tersenyum lirih, kembali menatap langit. Tatapannya jelas menyiratkan kerinduan yang sangat dalam. Hening, bahkan bintang pun tidak ingin menampakkan diri untuk menghiburnya.

Kevin masih menatap sendu ke arah langit. Ia sesekali memejamkan matanya, entah kenapa dadanya terasa sangat ngilu. "Ris, apa perasaan kamu terlalu sakit sejak hari itu?"

Keheningan kembali mewarnai atmosfer sekelilingnya. Rasanya semua warna yang pernah ia pakai dulu, telah habis, menyisakan monokrom di hidupnya.

Kening lelaki itu mengerut, ia memijat pelan pelipisnya. Rasa bersalah kembali menyesakkan dadanya. Tangannya tergerak mengambil sebuah bingkai, yang berisi lukisan wanita paruh baya yang mirip dengan dirinya.

"Mah, dulu waktu mama pergi, saya pernah janji, gak bakal lagi sakitin perempuan yang saya sayang, Mama yang terakhir. Tapi ternyata ... saya ngelakuin itu lagi."

Kevin mengembuskan napas pelan, berusaha menetralkan rasa sesak yang menambah pilu di dadanya. Ia mengusap pelan lukisan itu.

"Maaf, Mah. Untuk kedua kalinya ... saya sakitin perempuan yang saya sayang." Setetes air meluncur pelan melalui pelupuk mata lelaki itu.

🔢🎨🔢

Terlihat beberapa suster sedang membawa obat-obatan dan makanan menuju kamar-kamar pasien. Riska terlihat berjalan masuk ke dalam ruangannya, ia merapikan beberapa kertas-kertas di mejanya. Menaruhnya ke dalam map-map yang telah ia susun sebelumnya.

Seketika kegiatannya terhenti akibat getaran ponsel di kantong jas putihnya. Riska mengambil ponsel tersebut dan langsung menjawab panggilan tersebut, setelah melihat uname si pemanggil.

"Halo? Kenapa Van?"

"Nggak kok, Sayang, cuma mau ingetin kamu jangan terlalu capek. Kemaren kata Mama kamu, kamu pulang malem ya?"

"Iya sih semalem, ada urusan soalnya, nggak lagi deh." Riska mula duduk di kursinya setelah merasa kegiatannya tadi sudah selesai.

"Janji ya? Oh iya. Kamu ada waktu bentar? Aku jemput ya, ke toko cincin, dari dulu kamu gak ada waktu terus."

Riska seketika menepuk jidatnya, ia hampir lupa kalau Vano sudah berkali-kali mengajaknya, tapi ia selalu sibuk.

"Oh ...." Riska terlihat berpikir sejenak. "Bentar diliat deh ya, soalnya aku mau jenguk orang juga di rumah sakit lain."

"Eh? Biasanya kamu bukan tipe orang yang suka jenguk orang lain, apalagi di sela jam kerja gini. Orangnya ... penting ya?"

Riska terdiam beberapa detik. "Ya ... temen deket sih."

"Oh, iya deh, nanti kalau kebetulan kerjaanku selesai, aku jemput ya. Jangan lupa makan, Sayang. Dah."

Sambungan telepon dimatikan. Riska meletakkan ponselnya di meja, kemudian menyandarkan tubuhnya di sandaran kursinya, mengembuskan napas kasar. Entah kenapa semuanya terasa sangat terlambat.

🔢🎨🔢

Tidak butuh waktu lama, untuk sebuah taksi mengantar Riska di rumah sakit tempat Kevin dirawat. Perempuan itu segera berjalan memasuki lift menuju kamar lelaki itu.

Circle Of Time [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang