Ya, now you are my prince, but he is still be my king.
🕛Cɪʀᴄʟᴇ OғTɪᴍᴇ🕛
"Jadi ... dia yang selalu kamu ceritain selama ini?"
Iris cokelat itu menatap teduh ke arah seorang perempuan di depannya. Senyumnya terukir sejak tadi, meskipun semua orang tahu, itu bukan menyiratkan kebahagiaan.
Riska mengangguk pelan. Ia menunduk. Ada gemuruh perasaan tidak enak setelahnya.
"Aku telpon kamu berkali-kali tapi gak diangkat, jadi ... aku tanya temen kamu di rumah sakit. Akhirnya aku ke sini dan ...." Vano tersenyum lembut menyadari peubahan ekspresi kekasihnya. Ia tidak ingin melanjutkan kalimatnya.
"Kamu ingat, Ris? Minggu lalu keluarga aku datang ke rumah kamu ... dan kita rencanain bulan depan ... acara pernikahan kita, kan?"
Melihat Riska tetap diam, Vano menggenggam perlahan tangan perempuan itu. "Aku gak pernah maksa seorang perempuan untuk jatuh cinta sama aku." Lelaki itu terkekeh renyah. Nyatanya sekuat apa pun ia menyembunyikan kecemburuan, akan tetap terlihat pada akhirnya. "Tenang aja, masih ada waktu sebelum bulan depan."
Riska tetap diam. Entah kenapa setelah bertemu Kevin, rasa sayang yang selama ini berusaha ia tanam untuk pacarnya, rasanya mulai sirna perlahan.
"Aku kaget aja, Ris." Vano kembali berucap pelan, kali ini mimik wajahnya serius. Membuat Riska beralih menatap lelaki itu, menunggu ucapan selanjutnya.
"Kamu bilang gak pernah ngelakuin itu sama lelaki mana pun, dulu aja aku pernah hampir ngelakuin itu, dan kamu bilang ... kamu mau nunggu waktu yang tepat, ya mungkin di pernikahan kita. Tapi ...." Vano tersenyum lirih mengingat apa yang ia lihat tadi di jendela kamar itu.
"Kamu bahkan diam aja pas cowok tadi yang ngelakuin itu."
Vano tersenyum lirih mengingatnya. Ada sesak yang bergemuruh dalam dadanya seketika. Ia marah, namun tak mungkin bisa dilampiaskan pada seseorang yang ia sayang.
Vano melihatnya, semua yang terjadi di kamar itu tadi.
Melihat Riska tetap menunduk diam, lelaki itu berdiri, ingin beranjak dari tempat itu, mencari tempat untuk menenangkan dirinya. Mengingat waktu sebulan untuk pernikahan yang mereka rencanakan seminggu lalu bukan waktu yang lama, melainkan sudah cukup dekat.
Dan mirisnya, ia mendapati pasangannya sendiri melakukan hal yang bahkan ia sendiri belum pernah melakukannya.
"Vano ...."
Langkah lelaki itu terhenti tanpa berbalik, menunggu ucapan selanjutnya. Berharap ucapan Riska selanjutnya bisa meredam emosi-emosi dalam dirinya.
"Maaf."
Hening beberapa detik. Lelaki itu kembali terkekeh sembari menggeleng. Berusaha menutupi keresahan dalam perasaannya sendiri. Ia mengusap pelan puncak kepala kekasihnya. "Aku dapat telepon darurat barusan, jadi harus pergi. Aku ... pergi bukan marah kok."
Lelaki itu berjalan menjauh setelahnya. Meskipun ia mengatakan hal yang berusaha menenangkan Riska, tetap saja perasaan sesak tetap menghantui dirinya.
Entah kenapa, rasanya berbeda.
Saat menjauh dari Afdah dulu, perasaannya seratus persen memihak ke arah Kevin. Tapi berbeda dengan kali ini. Sebagian rasanya justru menginginkan untuk tetap bersama lelaki tadi.
Membuat si pemilik rasa bimbang, ke mana ia akan melangkah kali ini.
🔢🎨🔢
KAMU SEDANG MEMBACA
Circle Of Time [Completed]
RomanceMeraih 3 kategori dalam lomba 'Write Your Story Challenge 1' diadakan oleh @wpdorm (2017) : 🎉 Juara 3 🎉 Juara favorit 1 🎉 Juara favorit 2 🔢🎨🔢 [This story has been revised] Kevin memang tidak sespesial laki-laki di dunia fiksi. Pianis sekolah...