Tepat detik ini, kunyatakan aku benar-benar jatuh padamu.
🕛Cɪʀᴄʟᴇ OғTɪᴍᴇ🕛
Al terdiam beberapa detik, menatap Riska. Mereka saling tatap beberapa detik. Bukannya mengobati, Al seolah semakin membuka lebar luka itu. Ia justru tersenyum simpul ke arah pacarnya, sembari mengatakan, "Gak kok, bukan siapa-siapa."
Al memilih membalas sikap manja pacarnya dengan mencium pipinya. Menyebalkannya, mereka melakukan itu di depan orang lain. Melihat ciuman pipi itu mulai berubah menjadi pelukan, Riska memilih menutup matanya. Takut semua luka yang dulu mulai terkubur, kembali menyeruak saat ini.
Riska membuka matanya perlahan saat menyadari seseorang memutar pelan tubuhnya ke belakang, membuatnya berhadapan dengan sangat dekat.
"Kenapa harus diliat kalau bikin sakit?"
Suara khas Kevin terdengar jelas dengan jarak sedekat ini. Ia perlahan mendekatkan wajahnya ke arah Riska, seolah ingin mengikuti adegan dari pasangan lain di depannya. Sampai akhirnya Al dan pacarnya justru melirik ke arah Riska dan Kevin.
Bukannya melanjutkan seperti adegan yang dilakukan pasangan di depannya, Kevin justru menarik Riska ke dalam dekapannya, sembari mengatakan dengan cukup keras, "Cuma orang gak punya malu yang pamer ciuman di depan orang lain."
"Ayo, Sayang." Kevin menarik Riska pergi dari tempat itu. Pastinya setelah ia puas melihat ekspresi kesal dari pasangan tadi.
Setelah cukup jauh dari tempat tadi, Kevin melepas rangkulannya pada Riska, membiarkan mereka berdua berjalan terpisah.
Melihat Riska yang masih memasang ekspresi murung, Kevin mengeluarkan handsaplast dari kantong celananya. Ia terlihat berpikir. "Cara handsaplast hati yang lagi terluka gimana ya?"
Pertanyaan itu sukses membuat Riska tersenyum melihat Kevin mengatakannya dengan ekspresi polosnya. Lelaki itu pastinya sudah tahu, tadi adalah mantan Riska yang sejak dulu mengganggu perasaannya, namun ia memilih diam dan tidak membahasnya.
"Oh iya, perempuan yang tadi di aula itu teman saya." Kevin seolah sudah mengerti kenapa Riska segera keluar saat di depan pintu aula.
Riska berusaha tersenyum berusaha berekspresi biasa saja. "Y-ya emang kenapa? Gue j-juga gak papa kok."
"Ris!"
Riska sontak berbalik ke arah sumber suara, ada Wini dan Tiara yang ternyata juga datang sekarang. "Kita ke lapangan basket yuk! Tim sekolah kita udah mau main." Wini berbicara dengan agak keras, karena jaraknya dan Riska cukup jauh.
Perempuan itu berlari ke arah kedua temannya yang melambaikan tangan di sana. "G-gue ... ke lapangan basket aja ya, Kev!"
Sesaat sebelum berbalik untuk mengikuti Tiara dan Wini, Riska mendapati ekspresi serius Kevin. Apa mungkin ia mengerti kenapa Riska memilih menghindar?
"Kok lo gak masuk tadi?" Pertanyaan Tiara sontak membuat Riska tersadar dari lamunannya.
"Hah?" Riska jelas mendengarnya, namun memilih pura-pura tidak dengar sepertinya lebih baik, daripada menjawab.
Wini ikut berbalik menatap kedua temannya, penasaran dengan topik yang akan mereka bahas.
"Ke aula tadi." Tiara terlihat berpikir sejenak. "Padahal lo dianggep tamu spesial sama Kevin."
"Hah? Ngaco, dia becanda doang kemarin."
Tiara hanya mengendikkan bahu, memilih tidak terlalu peduli karena langkah mereka sudah sampai di tribune bagian barat di lapangan basket ini. Riuh suasana terdengar jelas, berbanding terbalik dengan di aula seni tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Circle Of Time [Completed]
RomanceMeraih 3 kategori dalam lomba 'Write Your Story Challenge 1' diadakan oleh @wpdorm (2017) : 🎉 Juara 3 🎉 Juara favorit 1 🎉 Juara favorit 2 🔢🎨🔢 [This story has been revised] Kevin memang tidak sespesial laki-laki di dunia fiksi. Pianis sekolah...