Karena hati selalu tahu di mana tempat ternyamannya.
🕛Cɪʀᴄʟᴇ OғTɪᴍᴇ🕛
Riska memilih berjalan menuju perpustakaan, mencari bacaan apapun yang bisa menenangkan pikirannya.
Langkahnya seketika terhenti melihat sebuah buku yang terletak paling depan, dengan warna dan ukiran yang terlihat indah. Ia mengambil buku itu, kemudian membawanya menuju kursi yang masih kosong, di samping seseorang dengan balutan hoodie hitam yang tidur dengan buku matematika kelas tiga menutupi wajahnya.
Riska tidak ingin peduli siapapun orang itu. Ia hanya duduk santai di kursi kosong sebelahnya. Perlahan, ia menatap lama sampul buku itu, kemudian tersenyum kagum.
"Keren cover-nya," gumam Riska, pelan. Ia memang suka dengan hal-hal berbau seni, tapi hanya sekadar penikmat, ia sama sekali tidak tahu cara membuatnya.
Sepertinya gumaman Riska menyadarkan orang yang sedang menidurkan miring kepalanya di atas meja--tepatnya di tempat duduk samping Riska--orang itu tergerak perlahan, membalikkan wajahnya ke samping, memperhatikan seorang perempuan yang terlihat sedang berpikir keras.
Riska tetap fokus pada bukunya, tidak ingin peduli dengan orang di sampingnya yang belum tentu pula ia kenal.
Riska membuka buku tadi, dahinya sedikit berkerut melihat soal di buku itu, ia kemudian mulai menuliskan sesuatu di buku tulisnya.
Selang beberapa menit, ia berhasil menjawab sekitaran lima soal. Kemudian terhenti di soal ke enam.
"Bentuk kuadrat sempurna gimana, ya?" Riska bergumam pelan, seraya membolak-balik halaman bukunya, mencari rumus untuk soal itu, tapi nyatanya tidak ada.
Riska memasang tampang cemberut seketika, rasanya ia tidak jadi memuji buku tadi, akibat ketidaklengkapannya. Perempuan itu terdiam sejenak, berusaha mengingat-ingat rumusnya. "Kayaknya gini deh." Ia mulai menuliskannya sesuai ingatan.
ax² + bx + c = 0
Diubah jadi
x² + a/bx = -c/a
Riska mengangguk-angguk melihat tulisannya sendiri. Ia kemudian melanjutkan memasukkan angka ke dalam rumus itu. Selang sekitaran satu menit, ia berhasil menemukan jawabannya.
Tapi lagi-lagi kening perempuan itu berkerut, bingung. Jawabannya tidak ada di opsi. Ia kembali menatap buku tulisnya, mencari di mana letak kesalahannya. Tapi nyatanya memang tidak ada.
Dari awal sampai akhir, semua hitungannya benar. "Loh udah bener. Apa ... bukunya salah cetak nih."
Riska semakin yakin banyaknya kekurangan di buku yang ia lihat sangat bagus dari cover-nya itu. "Alah bagus di cover doang, isinya banyak yang kurang."
Riska tak henti-hentinya mencibir kesal, hingga suara seorang lelaki terdengar dari sampingnya.
"Kamu salah rumus."
Riska terdiam, belum memikirkan hal-hal lain. Ia justru fokus kembali melihat bukunya. "Apanya yang salah?"
Tangan seseorang terlihat mencoret sedikit tulisan di buku Riska, kemudian menggantinya.
x² + a/bx = -c/a
"Di situ harusnya b/ax."
Riska seketika tersenyum senang. "Oh, iya." Perempuan itu mengangguk-angguk baru menyadari ternyata kesalahannya ada di rumus tersebut. Padahal tadi ia sudah mencibir kekurangan bukunya.
"Nah, jawabannya B."
Seseorang di samping Riska terdengar bergumam santai mengatakan bahwa jawabannya di opsi B, bahkan saat Riska masih terlihat fokus mencari jawabannya, dahinya sampai berkerut akibat berpikir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Circle Of Time [Completed]
RomanceMeraih 3 kategori dalam lomba 'Write Your Story Challenge 1' diadakan oleh @wpdorm (2017) : 🎉 Juara 3 🎉 Juara favorit 1 🎉 Juara favorit 2 🔢🎨🔢 [This story has been revised] Kevin memang tidak sespesial laki-laki di dunia fiksi. Pianis sekolah...