Kalau tahu memperbaiki itu susah, kenapa seenaknya menghancurkan?
🕛Cɪʀᴄʟᴇ OғTɪᴍᴇ🕛
07:40 P.M
Lantunan alat musik petik terdengar lembut memenuhi keseluruhan rumah bergaya minimalis lantai dua. Beberapa orang terlihat berbincang tenang, ikut menikmati suara musik. Suara perempuan yang cukup khas terdengar menyanyikan sebuah lagu, dengan versi yang sedikit berbeda.
Seorang perempuan dengan dress pink selututnya terlihat berjalan pelan memasuki rumah itu, berusaha menghilangkan rasa malunya sendiri melihat orang-orang yang terlihat asing di keseluruhan rumah ini.
Riska mengeluarkan ponselnya, menekan nomor milik Afdah yang tadi menelponnya dan mengatakan bahwa ia harus segera ke pesta ini.
Tapi nyatanya, saat ditelepon, nomor itu justru langsung tidak aktif. Awalnya Riska mengira itu hanyalah efek sinyal. Tapi sayang, setelah berkali-kali ditelepon pun nomor itu tetap tidak aktif.
"Kok malah gak aktif?" gumamnya pelan. Ia mulai gusar sendiri, belum lagi melihat tamu-tamu yang nyatanya tidak seorang pun dikenal olehnya.
Riska memilih berjalan menuju kursi-kursi yang telah disediakan di sana, berusaha tidak peduli dengan tatapan orang-orang yang seolah mengatakan bahwa mereka tidak mengenal Riska sama sekali, padahal dirinya adalah pacar dari si pemilik acara.
"Selamat malam semuanya! Bagi tamu-tamu yang masih berdiri, dipersilakan duduk di kursi yang sudah disediakan."
Suara seseorang di mikrofon itu terdengar jelas dan seketika semua tamu patuh untuk mencari tempat duduk yang masih kosong.
"Untuk pemilik acara dan pasangannya, tolong maju ke depan, di kursi yang udah disiapin."
Al dengan kemeja motif kotak-kotak dengan bagian lengannya dilipat hingga siku. Lelaki itu berjalan pelan ke arah kursi di atas panggung. Senyum Riska terukir lembut melihat ke arah seseorang yang sudah ia rindukan cukup lama.
Riska terdiam, setelah mendengar suara orang di mikrofon tadi, ia kembali berdiri.
"Bentar, gue kan pacarnya, berarti ... gue duduk di depan?" Ia bergumam pelan, sembari mengulum senyum.
Riska tersenyum tenang, hatinya benar-benar senang sekarang, ternyata Al benar-benar menyiapkan semuanya. Perempuan itu akhirnya melangkah percaya diri ke depan, dengan senyum bahagianya.
Tapi sayang.
Tidak seperti yang dia harapkan.
Langkah Riska seketika terhenti saat melihat seorang perempuan yang sepertinya sebaya dengannya, memakai dress biru tua, dan berjalan anggun ke depan. Perempuan itu duduk di samping seseorang yang Riska cap sebagai pacarnya selama ini.
Hening.
Riska seketika beku di tempatnya, melihat perempuan itu dengan tenangnya duduk di samping pacarnya, bahkan tamu-tamu pun tersenyum kagum ke arah pasangan itu, seolah mereka memang sudah tahu bahwa perempuan itulah yang akan duduk di samping Al.
"Baiklah, selamat ulang tahun, Raina!"
Langkah Riska tergerak mundur perlahan. Entah kenapa, rasanya ia justru terlihat seperti orang asing di sini, seolah tidak ada yang menyadari bahwa selama ini ia juga merupakan pacar si pemilik acara.
Jadi ... ini hari spesial yang dimaksud Afdah? Hari ultah perempuan itu?
Riska berusaha meneguk liurnya sendiri, rasanya kerongkongannya kering, lidahnya terasa kelu seketika, ingin sekali ia memanggil keras nama seseorang di depan sana. Tapi jangankan berteriak, mengeluarkan suara pun rasanya susah ia lakukan saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Circle Of Time [Completed]
Storie d'amoreMeraih 3 kategori dalam lomba 'Write Your Story Challenge 1' diadakan oleh @wpdorm (2017) : 🎉 Juara 3 🎉 Juara favorit 1 🎉 Juara favorit 2 🔢🎨🔢 [This story has been revised] Kevin memang tidak sespesial laki-laki di dunia fiksi. Pianis sekolah...