Kau tahu anugerah terindah dalam hidupku? Bisa bertemu denganmu.
🕛Cɪʀᴄʟᴇ OғTɪᴍᴇ🕛
Lantunan piano klasik terdengar kembali menggema, dengan ciri khas pianisnya yang tak pernah ingin bermain persis dengan not di partiturnya. Ia pasti melakukan improv sesuai caranya sendiri.
Seorang guru seni dengan kumis tebal yang sejak dulu mengajar di sekolah ini, ikut tersenyum mendengar penampilan itu.
"Dari beberapa tahun setelah kamu pindah, belum ada murid lain yang bisa memainkan piano seberani itu," tegur Pak Asri yang sengaja lewat di depan seorang alumni sekolah itu yang hari ini kembali.
Kevin menghentikan sejenak permainannya. Ia tersenyum lembut. "Hidup itu singkat, Pak."
"Hm?" Pak Asri seketika diam, tidak mengerti arah bahasannya.
"Hidup terlalu singkat, kalau cuma digunain untuk mengikuti kemauan partitur yang jelas dibuat sama orang lain." Kevin terdiam beberapa detik, tatapannya menatap ke arah tuts hitam putih, memperhatikan jemarinya yang akhir-akhir ini sering mengalami mati rasa.
"Toh, Chopin, Beethoven dan yang lain gak mungkin tau hidup saya kayak gimana."
Pak Asri mengangguk paham, senyum bangga terukir menyadari alumni sekolahnya ada yang memiliki pemikiran yang bahkan ia tidak pernah berpikir sampai ke sana. Ia menjentikkan jarinya, kemudian menunjuk mantan muridnya itu. "Betul juga kamu."
"Saya ... mau jadi variabel X dalam f(x) sama dengan Y, independen, gak bergantung sama yang lain."
Pak Asri menggeleng seraya tersenyum, ia paham betul kebiasaan siswanya yang satu ini, mengingat puisi yang dulu ia buat hampir semuanya membahas matematika.
🔢🎨🔢
11:45 A.M
Alunan musik piano klasik terdengar menggema di aula yang sangat besar ini, terkadang dibarengi dengan tepukan tangan di saat permainan sudah selesai. Di sana sedang berlangsung perlombaan pianis antar sekolah.
Kevin terlihat duduk di dalam sebuah ruangan tempat sebuah televisi yang menampilkan permainan yang sedang berlangsung di luar. Ia sesekali mengecek jam di ponselnya kembali, tidak ada pesan ataupun panggilan dari Riska.
Ia kembali melihat jamnya, sudah menunjukkan pukul 11:45 A.M. Tepukan tangan kembali terdengar meriah. Ini sudah hampir peserta terakhir, dan Kevin akan memainkan piano di acara penutupannya.
Kevin memilih duduk di depan pintu luar ruangan tersebut, tanpa peduli awan kumulus mulai mengepul luas di satu tempat, membuat udara dingin semakin terasa. Lelaki itu kembali mengecek ponselnya, lagi-lagi notifikasinya masih kosong.
Mungkin ia tidak menyadari, dia terlihat lebih pucat dari beberapa jam yang lalu.
Kevin masih melirik ke arah kanan dan kirinya, ponselnya bergetar, ia buru-buru mengambilnya dari saku bagian dalam jas hitamnya, Seketika senyumnya kembali mengembang melihat uname yang tertera di ponselnya, My Queen.
Lo di mana? Gue udah sampai di depan sekolah. Maaf telat ya, Kev.
Lelaki itu refleks tersenyum. Kemudian membalas pesan tersebut.
Kmu ke aula aja, saya ada depan pintu.
Tidak butuh waktu lama, Riska terlihat berjalan mendekati Kevin, ia tersenyum sangat lebar.
Riska diam menatap seseorang di depannya. Melihat penampilan Kevin saat ini, jelas membuat otaknya kembali memutar kenangan saat pertama kali menemani lelaki itu untuk mengikuti sebuah perlombaan piano.
KAMU SEDANG MEMBACA
Circle Of Time [Completed]
RomanceMeraih 3 kategori dalam lomba 'Write Your Story Challenge 1' diadakan oleh @wpdorm (2017) : 🎉 Juara 3 🎉 Juara favorit 1 🎉 Juara favorit 2 🔢🎨🔢 [This story has been revised] Kevin memang tidak sespesial laki-laki di dunia fiksi. Pianis sekolah...