Beberapa tahun kemudian, kita masih bisa ketemu, kan?
🕛Cɪʀᴄʟᴇ OғTɪᴍᴇ🕛
November 2006
Suasana perpustakaan terlihat lebih ramai dari tahun-tahun sebelumnya. Adik-adik kelas sepertinya banyak yang gemar membaca buku. Sehingga banyak di antara mereka yang lebih memilih berdiam diri di perpustakaan saat istirahat.
Riska terlihat berpikir, ia sibuk mengerjakan tugas kelompok matematikanya. Cukup menyebalkan, teman kelompoknya, Mila dan Tiara tidak ingin berpikir lebih keras untuk mengerjakannya.
Seorang lelaki terlihat memasuki area perpustakaan, matanya menyusuri setiap sisi perpustakaan dan terhenti pada seorang perempuan yang sedang duduk sendiri di sana.
Lelaki itu berjalan mendekat ke kursi tempat duduk Riska, memperhatikannya yang terlihat bingung mengerjakan sebuah soal, hingga tidak menyadari kalau sejak tadi ada orang yang berdiri di depannya.
"Susah?"
Riska terlihat mengangguk asal sembari mengibaskan tangannya, tidak ingin diganggu. Terlalu fokus sampai tidak menyadari siapa yang menanyakannya.
"Kenapa gak manggil saya?"
Riska seketika terdiam. Menyadari sesuatu yang tidak asing di pendengarannya. Ia menengadahkan kepalanya perlahan. Kemudian kembali menunduk, menyadari siapa yang sedang berdiri di depannya.
Kevin berjalan perlahan ke kursi kosong samping Riska. Menyadari satu hal, ini kursi yang biasanya mereka duduki pada awal-awal bertemu di perpustakaan.
"Kamu suka banget duduk di sini ya?" tanya Kevin, beberapa detik ketika ia sudah duduk di kursinya.
"Loh? Iya juga ya." Riska terlihat berpikir, ia baru menyadari kalau dirinya memang selalu duduk di tempat ini.
Melihat Riska yang hanya diam, Kevin melirik ke arah buku tulis perempuan itu. "Pake logaritma natural, Ris, kalo turunan untuk fungsi eksponen." Kevin mengomentari salah satu hasil pekerjaan Riska. "Udah belajar kan?"
"Oh? Iya-iya." Riska mengangguk kikuk. Buru-buru ia melihat ke arah buku tulisnya, berpikir cara mengerjakan sesuai yang diucapkan Kevin. Namun justru tetap diam selama beberapa detik.
Kevin terkekeh pelan melihat Riska yang sepertinya gengsi mengakui ketidaktahuannya, tetapi ia juga tidak ingin membuatnya merasa malu.
"Sini saya aja yang kerjain." Kevin terlihat mengambil alih buku tulis yang tadinya berada di hadapan Riska.
Riska sontak membulatkan matanya beberapa detik melihat Kevin mulai mengerjakannya, pulpen di tangannya bahkan terlihat tidak berhenti bergerak sama sekali. Lelaki itu terlihat tidak perlu berpikir lama pada saat menuliskan jawabannya.
"Kamu reaksi kagumnya biasa aja dong, saya grogi nih."
"Dih." Riska seketika merubah ekspresinya setelah mendengar hal itu. Beberapa detik setelahnya, Kevin menutup buku itu dan mengembalikannya pada Riska.
Hening beberapa detik, hanya suara halaman-halaman buku yang dibolak-balik terdengar jelas dari tiap sudut perpustakaan.
"Kuliah lanjut di mana, Ris?" Kevin memecah keheningan di antara mereka berdua.
"Disuruhnya sih daftar kedokteran, tapi ...." Riska menghentikan aktivitasnya sejenak. "Gak tau deh bisa lulus apa nggak."
"Pesimis amat," ketus Kevin, membuat Riska seketika memberikan tatapan tajam.
"Wajar!"
"Wajar kenapa?" Kevin menaikkan satu alisnya, menatap ke arah Riska, membuat perempuan itu lagi-lagi harus mengalihkan pandangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Circle Of Time [Completed]
RomanceMeraih 3 kategori dalam lomba 'Write Your Story Challenge 1' diadakan oleh @wpdorm (2017) : 🎉 Juara 3 🎉 Juara favorit 1 🎉 Juara favorit 2 🔢🎨🔢 [This story has been revised] Kevin memang tidak sespesial laki-laki di dunia fiksi. Pianis sekolah...