🕒15🕒

130 52 11
                                    

Tolong yang sudah kuberi tempat spesial, jangan seenaknya pergi.

🕛Cɪʀᴄʟᴇ OғTɪᴍᴇ🕛

"Bohong."

Riska seketika terdiam.

Perlahan ia berbalik ke arah belakangnya dan mendapati seseorang yang tidak asing baginya, sedang berdiri sembari menatap ke arahnya.

Riska terdiam beberapa detik memperhatikan lelaki itu, membiarkan tatapan mereka bertemu, membiarkan angin sore lebih bebas membelai tiap helaian rambut Riska yang sedang menatap seseorang di depannya, dengan perasaan yang campur aduk.

Riska bangkit dari kursinya.

"K-kok lo ada di sini?" tanya Riska sembari menunduk, berusaha menyembunyikan air matanya.

"Kamu yang ngapain di sini?" Kevin justru balik bertanya, membuat Riska terlihat semakin gelagapan, belum lagi karena Kevin masih menatap lekat ke arahnya.

"Ng-nggak, tadi ... itu ... g-gue—"

"Mau bohong lagi?" potong Kevin, menatap sinis ke arah perempuan di depannya.

Riska masih berusaha menghapus air matanya, meskipun itu percuma. Ia terlihat kesulitan menyembunyikannya, dan masih menunduk dengan kedua tangan sibuk menghapus air mata, berusaha agar tidak ada yang melihatnya.

Kevin mengembuskan napas kasar sembari memasukkan satu tangannya ke dalam saku celananya. Ia teringat Riska yang tidak suka menjadi pusat perhatian ketika sedang menangis.

"Mau sandar di bahu saya?"

Riska menengadahkan kepalanya perlahan-lahan, menyadari lelaki di depannya sedang menatapnya, membuatnya sontak menunduk kembali, berusaha menghapus air matanya.

"Ng-nggak usah," ucap Riska, masih di tengah usahanya menghapus air mata.

Tanpa ucapan apapun, Kevin mengulurkan perlahan satu tangannya ke punggung Riska, menarik perempuan itu mendekat, ke dalam dekapannya. "Kalo gitu di dada."

Seperti biasa.

Waktu dalam dunia Riska seolah terhenti.

Apa hanya dalam dunianya? Entahlah.

Air mata Riska semakin deras dalam pelukan Kevin. Bukan, bukan karena kejadian Afdah tadi. Entah kenapa, Riska merasakan hal lain yang membuatnya lebih bisa mengeluarkan butiran air itu.

Perihal dunianya yang seolah berhenti dalam dekapan lelaki ini, itu alasannya.

Riska merasakan dadanya semakin sesak, air matanya semakin deras. Menyadari perasaan aneh yang seolah menghantui hatinya beberapa bulan ini. Bukan perasaan itu yang membuatnya sedih. Melainkan ketakutannya untuk terluka lagi.

Belum lagi, perasaan ini jatuh pada seseorang yang tidak diketahui jalan pikirannya. Bisa saja selama ini hanya Riska yang terlalu berlebihan mengartikan perhatian Kevin.

Kevin yang menyadari tangis Riska semakin deras, jadi semakin heran. "Kamu kenapa?"

Riska berusaha menetralkan kembali napasnya. "Al."

Masih bohong. Mungkin seandainya Kevin bertanya di ponsel tadi kenapa Riska menangis, ini masih jadi jawaban jujur. Tapi sekarang tidak, sudah bukan itu penyebabnya.

"Al?" Kevin mengulangi nama itu.

"Mantan gue," ucap Riska.

Riska seketika menghentikan tangisannya, heran. Ia menengadahkan kepalanya perlahan, saat dekapan yang ia rasakan merenggang seketika.

Circle Of Time [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang