🕓28🕓

121 46 3
                                    

Sayangnya, waktu telah merubah semua keadaan sejak saat itu.

🕛Cɪʀᴄʟᴇ OғTɪᴍᴇ🕛

"Semoga Kevin denger pembicaraan kita ya, biar dia tau kalo kamu juga masih sayang." Dela tertawa bahagia sembari berjalan menjauh dari Riska yang terlihat meringis, menahan malu, kalau saja Kevin benar-benar mendengar dia dibicarakan sejak tadi.

Melihat Dela sudah memasuki lift, Riska menunduk, benar-benar malu. Ia mengacak rambutnya. "Duh, kok sampe sekarang masih grogi sih?!" Perempuan itu memegangi wajahnya.

Setelah cukup lama bergulat dengan pikiran sendiri, Riska memberanikan diri untuk berdiri, memegang gagang pintu kamar Kevin, bersiap membukanya.

Namun pikirannya yang masih merasa malu akibat hal tadi, justru membuatnya mematung lama sembari memegang gagang pintu tersebut.

Riska justru sibuk dengan pikirannya sendiri, hingga akhirnya pintu itu terbuka keras dari dalam, membuatnya ikut tertarik ke depan akibat tangannya yang masih memegang gagang pintu.

"Eh jatoh!" Perempuan itu refleks memekik kaget. Ia terdiam beberapa detik dan sontak kaget kembali menyadari posisinya saat ini.

Akibat hal tadi, Riska refleks memeluk seseorang yang membuka pintu itu dari dalam.

Terdengar kekehan lelaki itu setelahnya. "Mau lampiasin rindu sama saya gak gini juga kali."

Mendengar hal itu, Riska dengan cepat melepas pelukannya, kemudian menutupi wajahnya sendiri dengan tas kecil yang ia bawa. Setelah cukup lama, ia mulai menurunkan perlahan tasnya, dan menatap Kevin yang masih senyum miring di sana.

Jantungnya kembali berdegup kencang merasakan kebahagiaan ini. Riska benar-benar rindu melihat wajah itu, beserta semua ekspresi menyebalkannya.

"S-siapa yang rindu?!" Riska memilih masuk ke dalam kamar itu, berpura-pura melihat-lihat hasil lukisannya.

Kevin menutup pintu kamar itu, kemudian memilih bersandar di tembok kamar sembari bersidekap, memperhatikan Riska yang masih gugup seperti dulu. Lelaki itu terkekeh lagi.

"Al ceritain, waktu Afdah hampir ngelakuin sesuatu dulu ... kenapa kamu bisa refleks panggil saya?" Kevin tertawa setelahnya, jelas membuat Riska lagi-lagi memanas kesal dibuatnya.

Diliat dari segi manapun, nih manusia emang nyebelin banget! Tapi ... kok gue bisa suka?! Riska berucap kesal dalam hati.

"Y-ya ... gak kok ... gue ... salah nyebut doang. Ya ... abisnya dia maksa gitu ... jadi ...." Ucapan Riska sontak terhenti ketika melihat Kevin mendekatkan wajahnya, dan terhenti saat sisa sekitaran lima senti dari wajahnya sendiri.

Riska terdiam, beku. Sejak kapan lelaki itu berubah menjadi berkali lipat lebih tampan dari sebelumnya.

"Jadi?" Kevin mengulangi ucapan Riska yang terpotong tadi.

"Ya ...." Riska menunduk bingung. "Gak tau deh ... refleks gue malah manggil lo."

Riska sontak membulatkan matanya, menyadari bibir lelaki itu menyentuh bibirnya dengan sangat lembut. Entah kenapa, rasanya senang. Rasanya kebahagiaan yang pernah terkubur beberapa tahun lalu, kembali menguar, mewarnai kembali setiap kepingan waktunya saat ini.

Herannya, Riska tidak merasa gelisah seperti saat Afdah yang ingin menyentuhnya dulu. Saat Kevin yang melakukannya, tubuhnya memilih diam, tak ingin mengganggu. Bahkan ia memilih memejamkan mata, mengikuti lelaki itu.

Tanpa sadar Riska justru refleks tersenyum. Tangannya tergerak memeluk lelaki itu dengan erat. Takut, kalau setelah ini ia akan pergi lagi.

Menyadari hal itu, Kevin melepaskan ciumannya perlahan, tersenyum lembut, kemudian mengusap lembut rambut perempuan itu, dan menariknya dalam dekapannya.

Circle Of Time [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang