Haruskah Berakhir?

90 5 0
                                    

Aya begitu sedih sejak kejadian di malam itu. Ia sudah tak bisa pergi ke manapun karena dilarang oleh kedua orang tuanya, terutama ayahnya. Bahkan, sang ayah juga melarangnya untuk pergi kuliah. Ayahnya memutuskan agar Aya keluar dari kampus itu, dan mengurus segala berkas-berkas milik Aya. Aya begitu kecewa dengan keputusan ayahnya. Namun, apa daya? Ia tak bisa membantah sang ayah karena ia tak sanggup melawannya.

Aya begitu terpukul atas kejadian malam itu. Mungkinkah malam itu adalah hari terakhirnya bertemu dengan Rendy? Ayahnya begitu keras memaksakan keinginannya kepada Aya untuk memutuskan Rendy. Sedangkan Rendy juga begitu keras atas pendiriannya yang tak mau menjalankan perintah agama. Namun, ia tetap menginginkan kehadiran Aya di sisinya. Sang ayah beranggapan bahwa sikap Rendy kepada Allah saja tidak baik, apalagi kepada manusia? Aya hanya bisa merenung di dalam kamar kosnya semenjak kejadian itu. Ia ditemani sang ibu yang memasukkan baju-baju Aya ke dalam tas. Benar, Aya dipaksa meninggalkan tempat itu, dan kembali ke rumah orang tuanya.

Aya menatap lurus ke depan dengan pandangan kosong. Sang ibu benar-benar miris melihat diri Aya yang begitu menyedihkan.

"Bu, apa aku ndak boleh jatuh cinta sampai-sampai harus seperti ini?" tanya Aya dengan raut kesedihannya. Ia tak bisa menangis, karena air matanya telah habis untuk Rendy.

"Semua manusia berhak jatuh cinta. Hanya saja, kita harus bisa menahan semuanya hingga tiba saatnya, Nduk," sahut sqng ibu. Ia pun menghampiri Aya dan membelai rambut putrinya dengan lembut.

"Lalu, kenapa aku harus begini jika dibolehkan jatuh cinta?" tanya Aya sembari menatap ibunya. Sang ibu menghela napas panjang.

"Nduk, ibu ndak menyalahkan kamu. Tapi, kamu sudah melenceng dari norma agama kita. Agama islam melarang umatnya berpacaran, karena Allah tak menginginkan umat Rasul menuruti perintah setan seperti ketika setan itu menghasut Nabi Adam dan Siti Hawa untuk memakan buah khuldi, dan bersetubuh ketika mereka masih tinggal di surga,"

"Ayah dan ibu melakukan ini untuk kebaikanmu, Nduk. Agar kamu tak terjerumus ke dalam zina," mendengar perkataan ibunya, Aya langsung membantah.

"Tapi, aku ndak pernah zina, Bu..." bantah Aya. Ibu Aya tersenyum, ia mengerti jika putrinya ini sedang dimabuk asmara. Sehingga cukup sulit untuk menasehatinya.

"Nduk, memang benar kamu ndak bersetubuh sama laki-laki itu. Tapi, kamu sudah zina dalam bentuk lain," sahut ibu Aya. Aya tak mengerti maksudnya. Ia mengerutkan alisnya.

"Kamu tak bisa menjaga pandangan dan juga hatimu, Nduk. Itulah yang disebut dengan zina mata, dan juga zina hati,"

"Pacaran ndak ada faedahnya. Kamu ndak akan mendapatkan kemuliaan di sisi Allah, yang ada hanya menambah dosa," lanjut sang ibu. Aya pun kembali bertanya.

"Jika takut dengan dosa, kenapa disaat Rendy serius dengan Aya dan akan menikahi Aya, tetap saja dilarang?" tanyanya sembari menatap ibunya dengan mata yang merah seolah menahan amarah.

"Karena jalan yang kamu pilih dan calon imammu itu salah! Kamu harus sadar, Nduk!" seru ibu Aya. Sang ibu merasa Aya benar-benar berbeda. Gadis itu seperti sedang kerasukan.

"Bagaimana ibu bisa tahu kalau pilihan Aya salah? Ibu bukan Allah yang bisa mengetahui segalanya!" seru Aya. Baru kali ini ibu Aya mendengar putrinya berkata dengan keras kepadanya. Namun, sang ibu tetap berusaha bersabar.

"Ibu memang bukan Allah. Ibu tidak tahu siapa yang akan menjadi jodohmu. Tapi yang ibu tahu, orang baik pasti akan mendapatkan jodoh yang baik pula. Begitu juga sebaiknya. Kamu bisa mendapatkan yang lebih baik dari Rendy,"

"Bahkan, Rendy ndak pernah mau kamu suruh shalat. Itu artinya, ia bukanlah imam yang baik untukmu," lanjut ibu Aya. Tapi, lagi-lagi Aya membela Rendy.

"Mungkin saja Rendy lupa cara beribadah sampai-sampai dia ndak mau beribadah lagi, Bu..." kata Aya. Sang ibu pun menjawab.

"Kalaupun lupa, setidaknya dia masih memiliki niat, Nduk. Tapi, Rendy ndak kelihatan seperti itu..." jawab sang ibu. Setelah mendengar jawaban ibunya, Aya tetap saja tak ingin pisah dengan Rendy. Ia merebahkan tubuhnya dan membelakangi sang ibu. Aya sudah lelah berdebat yang tak kunjung usai dengan ibunya...

*****

Aya telah pulang ke rumahnya bersama dengan kedua orang tuanya menaiki kereta api. Ia sama sekali tak berbicara kepada mereka selama di kereta. Baginya percuma saja ia berbicara, suara hatinya takkan didengar. Karena mereka hanya mementingkan ego mereka sendiri.

Sesampai di rumah, Aya langsung masuk kamar dan mengunci pintu kamarnya. Melihat buah hatinya seperti itu, sang ibu benar-benar tak tega. Orang tua mana yang sanggup melihat anaknya frustasi seperti itu? Namun, ia tak bisa berbuat apa-apa untuk Aya. Karena keputusannya dan suaminya  ini dilakukan semata-mata hanya untuk melindungi Aya dari jurang dosa.

Malam telah tiba. Namun, Aya tak kunjung keluar dari kamarnya. Tentu saja sang ibu sangat khawatir. Ia mencoba mengetuk pintu kamar Aya sembari membawa makan malam untuk Aya.

"Nduk, makan, Nduk. Udah waktunya makan. Nanti kamu sakit..." ujar sang ibu. Sedangkan Aya, ia masih merebahkan tubuhnya dengan tatapan kosong. Ia tak menghiraukan ajakan ibunya.

"Sudahlah, Bu. Nanti juga bakal dimakan kok. Biarin aja dia seperti itu!" seru sang ayah. Ibunya pun tak lagi mengeluarkan suaranya. Sedangkan Aya, ia sudah tak peduli lagi dengan semuanya...

***** TBC *****

Jodoh Yang DiingkariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang