Goyah?

197 3 0
                                    

Pada sore hari, Aya memasuki ruang kerja pribadi Rama yang terlihat sangat berantakan. Ia melihat, sang suami begitu sibuk memperbaiki handphone. Sejujurnya, Aya ingin meminta maaf kepada pria di hadapannya ini. Ia tahu, bahwa hati Rama pasti sangat hancur melihat Aya menatap pria lain. Tapi, ia harus mulai mengatakannya darimana? Dia benar-benar takut kalau suaminya itu marah padanya. Ka menundukkan kepala, dan memberanikan diri.

"Mas, maafin aku..." gumam Aya. Namun, pria itu tidak menatapnya. Matanya tetap fokus memperbaiki handphone milik Rendy tersebut.

"Untuk apa?" tanyanya. Kendati demikian, ia tetap saja tak menatap wanita itu. Ia sengaja melakukan itu. Karena, hatinya telah terluka cukup dalam. Bahkan, dengan menatap Aya pun bisa menambah luka yang ia rasakan. Namun, ia tetap berusaha untuk menahannya. Rama yakin, bahwa Allah telah memberikan jalan terbaik untuk dirinya. Aya menjawab sembari meremas-remas baju dusternya.

"Untuk semuanya," sahut Aya. Suaranya parau. Ia sudah tak mampu lagi berkata, hingga hanya kata-kata itu yang mampu ia ucapkan. Rama mengembuskan napas panjang. Dirinya sudah tak tahu lagi harus berbuat apa untuk membuat Aya jatuh cinta padanya. Ia merasa itu tidak adil. Jika Aya tidak mencintainya, lantas kenapa Aya bersedia menikah dengannya? Ia benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Aya.

Rama mencari-cari solusi untuk permasalahannya. Ia menghindari sebuah perceraian. Karena, ia tahu bahwa Allah tidak menyukai perceraian. Ia sangat ingin mempertahankan rumah tangganya. Namun, ia juga tidak ingin memaksakan kehendaknya. Melihat suaminya yang tak menghiraukan dirinya, Aya pun bertanya.

"Mas... benar-benar marah?" tanya Aya dengan sedikit ketakutan. Memang benar jika tangannya sedang sibuk mengotak-atik mesin. Tapi, pikiran Rama melayang di mana-mana. Ia pun meletakkan obeng dan handphone itu di atas meja.

"Marah? Suami mana yang nggak marah saat melihat istrinya menatap laki-laki lain?" tanya Rama sembari menatap tajam ke arah Aya. Gadis itu semakin menundukkan wajahnya karena merasa takut.

"Tapi, daripada aku harus marah-marah, lebih baik aku melupakan masalah ini," lanjut Rama. Aya benar-benar tidak mengerti maksud 'Melupakan masalah ini' yang diucapkan oleh Rama. Apa maksudnya? Atau, jangan-jangan...

"Mas... mau menceraikanku?" tanya Aya. Ia merasa takut jika pemuda itu menceraikannya. Karena, itu artinya ia sudah mengecewakan kedua orang tuanya yang telah berharap sangat tinggi kepada Aya. Rama pun mengeluarkan senyum tipisnya.

"Entahlah, aku nggak tahu. Tapi, kalau memang itu satu-satunya cara agar kita berdua bisa terlepas dari rasa sakit kita masing-masing, maka aku akan melakukannya," sahut Rama. Sungguh, Aya merasa bersalah kepada pria itu.

"Tapi, aku berusaha untuk mencari jalan terbaik dan menghindari perceraian itu. Oleh karena itu, aku akan melupakan kejadian barusan," lanjutnya. Ia pun bertanya kepada Aya.

"Aku nggak akan melarang kamu buat ketemu Rendy. Tapi, bisakah kamu menatapku sama seperti Rendy, atau lebih dalam dari kamu menatapnya?" tanya Rama. Aya berpikir sejenak. Ia tidak tahu, apa mungkin dirinya bisa melakukan itu? Menatap Rama dengen penuh cinta seperti ia menatap Rendy? Atau, lebih dari itu? Bahkan, di hati Aya, sedikitpun tidak ada rasa cinta untuk Rama.

"Aku akan melakukannya," jawab Aya. Ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Benar, dia pasti bisa.

Disaat suasana sedang hening, tiba-tiba terdengar suara seseorang tengah mengetuk pintu. Rama pun berjalan ke luar untuk membuka pintu. Rupanya, tamu itu adalah Laras.

"Eh, Laras? Silakan masuk," Rama pun mempersilakan gadis itu masuk ke ruang tamu. Sedangkan Aya berjalan menuju dapur untuk membuatkan laras minum.

"Ada apa, Ras? Apa ada yang rusak lagi?" tanya Rama. Tapi, gadis itu justru menggelengkan kepalanya sembari tersenyum.

"Nggak, Mas. Nggak ada," sahut gadis itu. Ia pun terdiam. Gadis itu sedang berpikir, dari mana ia harus memulainya?

Selesai membuatnya, Aya pun segera mengantarkan minuman itu untuk Laras. Namun, saat hendak kembali berjalan menuju dapur, Aya dibuat terkejut mendengar perkataan Laras.

"Aku cinta sama Mas Rama!" seru gadis itu. Tentu saja pria itu sangat kaget mendengar perkataan Laras. Ia tidak tahu harus berkata apa. Sedangkan Aya benar-benar tidak menyangka bahwa gadis itu berani menyatakan cinta kepada suaminya di hadapan Aya.

"Maaf, Laras. Tapi... aku udah menikah. Aku nggak mungkin mengkhianati perkawinan ini," sahut Rama sembari menunjukkan jari manisnya yang berhiaskan cincin pernikahannya dengan Aya. Laras pun tersenyum.

"Nggak kok, Mas. Aku ngomong kayak gini bukan untuk meminta jawaban. Tapi, aku cuma mau ngutarain aja. Nggak ada maksud lain," gumam Laras sembari tersenyum, meskipun hatinya sangat hancur. Bodoh, bagaimana mungkin ia mengatakan hal ini kepada orang yang sudah beristri? Ia sangat tahu bahwa hasilnya akan seperti ini. Tapi, ia tetap nekad melakukannya.

Aya tidak tahu, apa yang dia rasakan? Ia merasa sangat sedih mendengar pengakuan Laras. Sejujurnya, ia merasa seperti tak dihargai oleh Laras. Ia tidak tahu, kenapa hatinya bisa sangat kacau ketika mendengar pernyataan cinta Laras? Ia benar-benar tidak tahu yang terjadi pada dirinya. Di dalam kamarnya, ia menangisi semua masalah yang menghampiri rumah tangganya. Dan juga, hatinya yang terasa sakit tanpa ia ketahui penyebabnya...

***** TBC *****

Jodoh Yang DiingkariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang