Bagaimana caranya?

234 4 0
                                    

Ayana baru saja pulang dari sekolah sembari mencemberutkan bibirnya. Aya dan Melisa begitu heran melihat si sulung bersikap seperti itu.

"Lo kenapa kak?" tanya Melisa. Aya menatap kedua anaknya sembari meletakkan peralatan-peralatan di atas meja makan untuk makan siang. Ayana pun menjawab.

"Itu tuh, si Ridho, dia dekatin gue terus dari seminggu lalu. Padahal, gue udah kasih tahu kalau gue nggak mau dekat sama cowok. Ntar, gue malah kayak mama. Sekali jatuh cinta, susah banget move on," sahut Ayana. Sang ibu yang mendengarkan pun terkekeh.

"Mungkin dia cuma mau berteman sama kamu," sahut Aya. Gadis itu pun menjawab.

"Nggak mungkin, Ma. Cowok jaman sekarang nggak mungkin dekatin cewek kalau cuma mau berteman. Mama nggak tahu sih tabiat cowok jaman sekarang. Dekatin cewek buat dijadiin pacar, kalau nggak buat TTM-an, abis itu digantungin, gitu aja terus," sahut Ayana sembari mengambil piring.

"Islam memang melarang kita untuk menjaga diri dari lawan jenis. Tapi, bukan berarti kita nggak boleh berteman dengan lawan jenis," ujar Aya.

"Kamu jangan menjauhi anak itu, Yana. Cobalah bersikap biasa saja. Karena, dalam ajaran agama, kita justru dianjurkan untuk memiliki banyak teman. Termasuk dengan lawan jenis. Asalkan kita mampu menjaga pandangan, dan menjaga hati, nggak akan ada masalah. Kamu ngerti, kan?" lanjut Aya. Ayana mengerti dengan ucapan ibunya. Ia pun menganggukkan kepala.

Selesai makan siang, Ayana masuk ke dalam kamarnya. Sedangkan Aya, ia melihat wajah Melisa yang tiba-tiba dirundung dengan kesedihan. Ia pun bertanya kepada si bungsu itu.

"Kamu kenapa, Sayang?" tanya Aya sembari membelai rambut Melisa dengan lembut.

"Aku kangen sama ayah," sahutnya. Aya tersenyum getir. Sejujurnya bukan hanya Melisa yang merindukan ayahnya. Aya pun juga sangat merindukan sosok suaminya itu.

"Coba aja kalau aku nggak sakit kanker hati, ayah pasti nggak akan mendonorkan hatinya buat aku. Dan ayah pasti masih hidup," lanjut Melisa. Aya tetap tersenyum. Tapi, sesungguhnya Aya merasa sangat bersalah dengan suaminya. Aya pun memeluk Melisa dengan erat.

"Nak, nggak perlu merasa menyesal. Ayah selalu mengawasi kita meskipun kita nggak bisa lihat ayah. Nggak ada yang perlu disesali, karena itu semua adalah takdir," sahut Aya sembari tersenyum dengan tegar. Melisa pun melepaskan pelukan Aya.

"Ma, kita ke makam ayah, yuk? Kemarin kan kita nggak sempat mengunjungi makamnya," ajak Melisa. Tanpa banyak bicara, Aya pun menyetujui permintaan Melisa.

*****

Aya mengajak kedua anaknya pergi ke makam suaminya. Selesai berdo'a dan membersihkan makam, mereka pun menaburkan bunga itu di makam suaminya.

"Mas, bagaimana kabarmu di sana? Apa kamu kesepian di sana? Atau mungkin, mas udah bertemu dengan kedua orang tuamu?" tanya Aya. Ia pun melanjutkan perkataannya.

"Lihatlah, Mas. Anak-anak kita sudah mulai dewasa. Mereka bersikap persis sepertimu," Aya meneteskan air matanya setetes demi setetes. Ia benar-benar ingin mengungkapkan perasaannya kepada almarhum suaminya itu.

"Aku datang ke sini untuk minta maaf, Mas. Maafkan aku yang pernah membuatmu sangat kecewa," Aya menangis tersedu-sedu. Melihat ibunya yang seperti itu, kedua anaknya pun mengelus-elus punggung Aya agar ibunya bisa tenang.

"Ma, Yana yakin kalau ayah nggak mau ngelihat kita terus-terusan sedih. Jadi, Mama jangan seperti ini," ujar si sulung, Ayana. Melisa menyetujui perkataan kakaknya. Aya pun tersenyum, dan memeluk kedua putrinya itu dengan erat.

Dari kejauhan, Aya melihat sebuah mobil baru saja berhenti di depan makam. Terdapat dua orang turun dari mobil itu, rupanya mereka adalah Reni dan Young Shil. Mereka berdua pun memasuki area makam.

"Udah tante duga kalau kalian semua ada di sini," ujar Reni sembari tersenyum. Melihat kedatangan kedua orang itu, Ayana dan Melisa terlihat sangat senang. Sedangkan Aya, ia terlihat tersenyum dan menghapus air matanya.

"Gimana lo bisa tahu kalau gue lagi di sini sama anak-anak?" tanya Aya. Reni pun tersenyum.

"Ada deh, mau tahu aja," ledek Reni. Ia melihat Aya yang matanya sembab dan merah. Ia pun tersenyum.

"Daripada tangis-tangisan, mending kita refreshing aja. Gimana? Setuju nggak?" tanya Reni.

"Setuju!!!" seru Ayana dan Melisa. Mereka berdua tampak begitu bersemangat. Young Shil pun mempersilakan mereka masuk ke dalam mobilnya.

*****

Pilihan mereka semua pun akhirnya jatuh ke Taman Mekarsari. Ayana dan Melisa tampak memimpin di depan dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari para orang dewasa yang bersama mereka. Sedangkan Aya, Reni, dan Young Shil berada di belakang mereka.

"Sebenarnya, kami datang ke sini, karena Mas Young Shil mau ngasih titipin dari suami lo, Ay," bisik Reni. Aya tentu saja heran mendengarnya.

"Apa?" tanya Aya. Young Shil pun memberikan sepucuk surat dengan amplop berwarna putih.

"Dia sengaja nitipin surat itu ke aku," gumam Young Shil. Aya menatap surat itu dengan seksama. Ia sangat ingin membaca surat itu. Tapi, ia memutuskan untuk membaca surat itu jika sudah sampai di rumah...

*****

Rama memecahkan celengan ayamnya yang sudah ia isi setiap hari selama satu bulan. Sudah lebih dari satu bulan ia menikah dengan Aya. Tapi, ia masih belum bisa memiliki Aya sepenuhnya. Benar, Aya masih gadis hingga sekarang.

Selesai menghitung, Rama pun pergi ke suatu tempat untuk membelikan Aya sesuatu. Begitu selesai, ia segera pulang, dan meletakkan hadiah itu di atas mea rias di kamar Aya. Setelah itu, ia pergi dari ruangan itu, dan masuk ke kamarnya sendiri.

Aya masuk ke dalam kamarnya. Ia cukup terkejut melihat suatu kotak berukuran sedang ada di atas meja riasnya. Di kotak itu, tertempel sebuah kertas bertuliskan.

Selamat ulang tahun. Semoga kamu suka

From: Rama

Aya baru ingat bahwa hari ini adalah hari ulang tahunnya. Ia pun membuka kotak itu pelan-pelan.

Setelah terbuka, ia semakin terkejut. Kotak itu rupanya berisi sebuah handphone yang lengkap dengan cas dan headset. Handphone dengan layar berwarna abu-abu itu begitu anggun. Di zaman sekarang, alat ini masih sulit didapatkan. Karena, harganya yang begitu mahal. Aya sangat senang sekaligus merasa terharu, bagaimana mungkin Rama membelikan barang ini?

Ia pun segera menuju kamar Rama untuk berterima kasih kepada pria itu. Karena tak ada jawaban, Aya pun membuka pintu kamar Rama. Ia melihat suaminya sedang tidur dengan pulas. Rama pasti lelah setelah seharian ini berkeliling mencari handphone untuk Aya.

"Terima kasih, Mas,"

***** TBC *****

Sosok suami Aya yang sudah meninggal itu masih mistery guest ya. Jadi, nggak aku sebutin di sana hehe... jadi, bisa aja itu Rama, bisa jadi Rendy.

Ikuti dan dukung terus cerita ini, ya.

Oh ya, yang belum follow, difollow dulu ya. Soalnya, beberapa chapter udah aku private. Makasih ^^

Jodoh Yang DiingkariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang