Perjuangan

90 4 0
                                    

Aya dan Rama sudah menjalani kehidupan sebagai seorang suami dan juga istri. Namun, mereka bukanlah pasangan yang sempurna. Karena, Aya masih belum bersedia untuk tidur dengan Rama. Sedangkan Rama juga tidak bisa memaksa jika Aya masih belum bisa jatuh cinta padanya. Bagi Rama, jika ia memaksakan kehendaknya, maka itu hanya akan menjadikan hubungan mereka sebagai keterpaksaan, bukannya saling cinta.

Bagi Rama, tak masalah jika dirinya masih belum bisa memiliki Aya seutuhnya. Asalkan, Aya bisa jatuh cinta padanya meski perlahan-lahan. Ya, semua yang ada dalam hidup ini harus diperjuangkan. Termasuk urusan cinta. Itu benar, kan?

Ibu Aya mengunjungi anaknya di rumah Rama. Ia sangat merindukan kehadiran sang anak, sekaligus ingin mengetahui rumah tangga Aya dan Rama. Ia pun mengetuk pintu rumah mereka, dan mengucap salam. Di dalam sana, ada seseorang yang menjawab ucapan salamnya. Pintu pun terbuka.

"Ibu!" Aya sangat senang akan kunjungan dari ibunya. Ia melihat, ibunya datang dengan membawa beberapa makanan  kesukaan Aya. Seperti martabak manis, martabak telor, dan juga roti tawar beserta mentega dan meses.

"Bu, kok repot-repot bawa ginian, tho?" tanya Aya. Ia merasa tidak enak karena telah merepotkan ibunya.

"Ibu ndak merasa direpotin. Kan buat anak dan mantu sendiri," sahut Ibu Aya sembari tersenyum. Mendengar suara Ibu Aya, Rama segera keluar dari ruang kerjanya. Begitu melihat Ibu Aya, Rama pun tersenyum dan berjalan menghampiri sang ibu mertua untuk mencium tangan.

"Bu, ibu masih ndak suka kopi kan? Jadi, ibu mau aku bikinin teh atau sirup?" tanya Aya. Sang ibu menjawab.

"Teh aja, Nduk," sahut ibunya. Aya segera menuju dapur untuk membuatkan ibunya minuman. Rama pun membuka pembicaraan.

"Gimana kabar ibu sama bapak? Kok bapak ndak ikut, Bu?" tanya Rama sembari tersenyum. Mertuanya pun menjawab sembari tersenyum pula.

"Alhamdullillah, semuanya baik. Bapak terpaksa ndak ikut karena harus mengisi ceramah di Surabaya. Jadi, ibu sendirian. Makanya ibu ke sini," sahut Ibu Aya. Rama pun mengangguk-anggukkan kepala. Namun, tak lama kemudian, sang mertua menanyakan sesuatu yang tak terduga oleh Rama.

"Gimana? Aya udah ada tanda-tanda 'isi' belum?" tanya Ibu Aya. Rama pun bingung, ia harus menjawab apa? Jangankan hamil, ia bahkan belum menyentuh Aya sedikitpun. Rama mencoba untuk berkilah.

"Bu, kami baru menikah dua hari yang lalu. Jadi, masih belum ada tanda-tanda itu," sahut Rama dengan senyuman aneh yang tersungging di bibirnya.

"Tapi, kamu udah ngelakuin 'itu' sama Aya, kan?" tanya sang ibu mertua. Rama jadi semakin bingung mau menjawab apa. Ia tidak mungkin membohongi mertuanya. Tapi, ia tidak menceritakan aib rumah tangganya. Benar, bagi dirinya, tidak bisa melakukan hal yang pada umumnya dilakukan oleh sepasang suami istri itu merupakan aib. Dan Rama tidak ingin menceritakan hal itu. Karena, itu bisa membuat Aya sangat malu.

"Iya, Bu. Sudah kok," sahut Rama. Ia terpaksa menciptakan kebohongan itu untuk melindungi istrinya.

Aya yang mendengarkan dari dapur tertegun mendengar jawaban dari suaminya. Ia bertanya-tanya, kenapa pria itu menutupi keburukan Aya? Padahal, sudah jelas bahwa Aya tidak bisa melakukan itu. Karena, ia masih sangat mencintai Rendy. Dan, ia juga tidak siap jika Rama menginginkan Aya sepenuhnya. Ia benar-benar tak siap untuk itu. Semuanya sudah jelas seperti itu. Tapi, kenapa Rama malah melindungi Aya?

*****

"Nah, berhubung sekarang udah malam, kalian harus tidur. Kan kalian besok harus sekolah," ucap Aya kepada kedua anaknya. Namun, mereka justru menolak.

"Yah, nanggung banget, Ma. Lanjutin dikit, dong," pinta Melisa. Begitu juga dengan Ayana.

"Iya nih, Ma. Dikit aja!" seru Ayana. Wanita itu tak habis pikir, kenapa anak-anaknya menjadi sangat penasaran dengan kisahnya. Aya pun berkata kepada mereka.

"Besok aja. Mama janji, Mama akan cerita lebih panjang dari ini. Makanya, kalian berdua harus tidur," perintah Aya kepada kedua putrinya sembari tersenyum.

"Janji Ya, Ma," ucap Melisa. Aya pun tersenyum sembari membelai rambut kedua anaknya dengan lembut.

"Iya, Sayang," sahut Aya. Mereka berdua pun masuk kamar. Ia melihat jam di dinding yang menunjukkan pukul 23.00 WIB. Ia juga harus istirahat. Aya pun masuk ke dalam kamarnya.

Di dalam kamar, ia duduk di atas ranjang. Ini sudah hari ke 100, ia sendiri di atas ranjang ini. Ia pun meraih sebuah bingkai foto, di mana di foto itu terdapat foto dirinya dan juga suaminya, serta kedua orang anaknya yang kala itu masih bayi.

"Mas, hari ini, aku bercerita sama anak-anak mengenai kisah cinta kita. Kamu nggak marah kan? Kamu selalu nyuruh aku buat merahasiakan ini," ujar Aya dengan sendirinya sembari menatap bingkai foto itu. Tanpa terasa, air matanya telah berlinangan di pipinya.

"Kami di sini merindukanmu, apa kamu juga merindukan kami?"

***** TBC *****

Jodoh Yang DiingkariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang