Kepergiannya

209 5 0
                                    

2 years later

Di tahun 2001 ini, Aya dan Rama telah kembali bersama-sama selama satu tahun ini. Bukan seperti dulu yang tidak bisa melakukan banyak hal. Melainkan, sebagai sepasang suami istri yang sesungguhnya. Mereka sangat menikmati kehidupan baru ini. Namun, semua kebahagiaan itu kurang lengkap tanpa hadirnya buah hati di antara mereka. Berbagai usaha mereka lakukan. Namun, belum terlihat tanda-tanda kehamilan Aya.

Tapi, mereka pantang menyerah. Mereka terus berusaha, dan berdo'a kepada Allah. Mereka pasrah, dan tawakkal kepada Allah.

Suatu hari, Aya merasa dirinya begitu pusing. Perutnya juga terasa sangat mual. Ia pun segera pergi ke kamar mandi untuk memuntahkannya. Melihat istrinya yang terlihat seperti sedang sakit, tentu saja Rama khawatir. Ia pun menghampiri Aya, dan menepuk-nepuk pelan punggung Aya.

"Kita ke dokter, yuk," ajak Rama. Setelah merasa lega, Aya pun akhirnya keluar dari kamar mandi. Ia menolak ajakan itu.

"Nggak, ah. Udah biasa kayak gini. Paling-paling cuma masuk angin. Nanti juga bakal enakan," sahut Aya. Gadis itu pun duduk di kursi dengan lemas. Tak lama kemudian, handphone Aya berdering. Ia pun mengangkat teleponnya.

"Halo, assalamu'alaikum?"

"Wa'alaikumsalam, Nduk, kamu cepat ke rumah sakit. Ibumu kritis, Nduk..." ujar Ayah Aya dengan lirih. Ayah Aya menjelaskan, bahwa Ibu Aya terkena penyakit stroke, dan sudah berminggu-minggu terbaring di kamarnya. Dan sekarang, sang ibu harus di bawa ke rumah sakit. Aya sangat sedih mendengar keadaan ibunya. Namun, ia sama sekali tidak boleh terlihat sedih di hadapan sang ibu meskipun dirinya sangat ingin menangis.

Aya dan Rama segera mendatangi rumah sakit untuk menjenguk Ibu Aya. Mereka pun segera masuk ke ruangan itu, dan sangat terkejut dengan keadaan beliau. Ibu Aya berubah menjadi sangat kurus, dan juga tidak bisa menggerakkan beberapa bagian tubuhnya. Ibu Aya sedang dalam keadaan kritis. Namun, tetap saja terlihat cantik dengan kerudung yang menghiasi kepalanya. Aya sangat terkejut sekaligus sedih melihat keadaan ibunya. Bagaimana bisa ia tidak mengetahui keadaan ibunya?

"Yah, sejak kapan ibu jadi begini?" tanya Aya kepada ayahnya. Sang Ayah pun menjawab dengan raut wajahnya yang terlihat tegar.

"Sejak beberapa bulan yang lalu, Nduk. Ayah ndak ingat pastinya kapan," sahut ayahnya. Wajah Ayah Aya terlihat sangat lelah, dan juga matanya terlihat sedikit bengkak. Sepertinya, Ayah Aya seringkali menangis, hingga membuat matanya seperti itu.

"Tapi, kenapa ndak pernah bilang?" tanya Aya dengan menahan tangisnya. Dia tidak ingin menangis. Tapi, air mata itu tidak bisa ia bendung lagi. Sedangkan Rama, pria itu terlihat menatap ibu mertuanya dengan sedih. Ia sangat ingat, bahwa, ibu mertuanya sangat menginginkan cucu, sama seperti almarhumah ibunya.

"Ibumu melarang ayah memberitahukan penyakitnya sama kamu. Ia bilang, ia tidak ingin mengganggu kebahagiaanmu," sahut sang ayah. Aya pun menitikkan air matanya. Ia benar-benar tidak percaya dengan sakit ibunya. Apa mungkin ia akan kehilangan ibunya? Ia sungguh tak ingin kehilangan sang ibu. Namun, seandainya Allah ingin mengambil ibunya, Aya tidak akan bisa berbuat apa-apa lagi. Ia harus ikhlas...

Aya mendengar bahwa ibunya memanggil dirinya. Ia, Rama, dan sang ayah pun menghampiri.

"Iya, Bu. Kenapa? Ibu butuh sesuatu?" tanyanya. Sang ibu pun menggelengkan kepala.

"Ibu ndak butuh apa-apa. Ibu cuma mau minta tolong..." Ibu Aya berkata dengan sangat lirih, bahkan nyaris tak terdengar. Tapi, Aya bisa mendengar ucapan ibunya. Ia berusaha untuk tidak menangis di depan ibunya.

"Ibu udah ndak kuat lagi. Ibu hanya ingin pamitan. Ibu harus pergi, Nduk..." napas sang ibu perlahan-lahan menjadi sesak. Namun, Ibu Aya masih sempat tersenyum disaat-saat seperti itu.

"La... ilaha... illallah..." berkali-kali sang ibu mengucapkan kalimat itu. Aya sudah tidak bisa menahan air matanya lagi, begitu juga dengan Ayah Aya yang sangat mencintai istrinya. Akhirnya, tangis gadis itu pun pecah pada saat sang ibu sudah tak lagi bernyawa. Rama pun berusaha menenangkan istrinya dengan pelukan.

"Semua itu adalah kehendak Allah, kamu harus ikhlas, Sayang..." ujar Rama yang terlihat sangat tegar. Namun, Rama merasa menyesal. Karena, sampai sekarang, ia masih belum bisa memenuhi keinginan sang ibu mertua, sama seperti pada saat kematian ibunya...

***** TBC *****

Jodoh Yang DiingkariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang