Pergi

65 4 0
                                    

Pagi-pagi sekali, ada orang yang mengetuk pintu rumah Rama dan Aya. Aya pun membuka pintu itu. Ia sangat terkejut. Rupanya, orang yang mengetuk pintu itu adalah Laras. Ia terlihat pergi sembari membawa koper. Gadis itu pun bertanya kepada Aya.

"Mas Rama ada?" tanya Laras. Aya menganggukkan kepalanya.

"Ada. Ayo masuk dulu," Aya pun mempersilakan Laras masuk. Namun, gadis itu menolak.

"Nggak, Mbak. Aku cuma bentar kok. Aku cuma mau pamitan sama kalian berdua," sahut Laras. Rama yang baru saja bangun, segera melihat ke ruang tamu. Ia pun terlihat kebingungan.

"Kamu mau kemana, Ras?" tanya Rama. Gadis itu pun mengambil napas panjang, dan tersenyum.

"Aku harus pergi, Mas, Mbak. Aku harus kembali tinggal sama orang tuaku," sahut Laras. Aya memerhatikan raut wajah gadis itu yang sedang menitikkan air matanya.

"Aku mau minta maaf kepada kalian. Terutama kepada Mbak Aya. Karena... aku terlalu kekanakan, dan juga egois," tangis gadis itu pun pecah. Dia yang tadinya berusaha untuk tidak menangis. Tapi, sia-sia saja usaha itu. Gadis itu terisak, dan menghapus air matanya berkali-kali.

"Aku menyatakan cinta kepada Mas Rama. Tapi, aku nggak mikirin perasaan Mbak Aya," lanjut gadis itu. Melihat Laras yang seperti itu, Aya pun memeluk gadis itu, dan mengusap punggung Gadis itu. Aya pun tersenyum.

"Nggak, kamu nggak salah. Karena, cinta itu hadir tanpa memandang siapa orang yang kita cintai. Kalau kamu sampai jatuh cinta sama Mas Rama, itu bukan kesalahan kamu. Karena, cinta itu bukan sebuah kesalahan," ujar Aya. Sungguh, Laras merasa tenang sekarang. Ia benar-benar tak menyangka bahwa Aya sangatlah hebat, tanpa mengetahui perasaan Aya yang sesungguhnya. Melihat kedua gadis itu berpelukan, Rama sangat terharu. Mereka pun melepaskan pelukan itu.

"Terima kasih, Mbak," ucap Laras sembari tersenyum dan menghapus air matanya. Aya menganggukkan kepalanya. Tak lama kemudian, Laras pun pergi. Mungkin, dia tidak akan kembali lagi.

Melihat kepergian Laras, Aya meneteskan air matanya. Ya, dia akan sangat merindukan keberadaan gadis itu...

*****

Telepon di rumah Rama pun berbunyi. Rama sesegera mungkin mengangkat telepon itu.

"Halo?" gumam Rama. Sedangkan Aya terlihat begitu sibuk memasak untuk makan siang.

Wajah Rama terlihat sangat terkejut sekaligus sedih. Beberapa saat kemudian, ia menutup teleponnya. Aya pun bertanya.

"Dari siapa, Mas?" tanya Aya. Rama duduk di kursi dengan sangat lesu, ia pun menjawab.

"Dari tetangga di kampung. Mereka ngasih tahu soal kabar ibu..." sahut Rama dengan lemas. Ia berkali-kali mengusap wajahnya, seolah-olah tak percaya dengan yang barusan ia dengar. Aya pun menghampirinya.

"Oh ya? Terus, gimana kabar ibu, Mas?" tanya Aya. Rama terlihat mengusap matanya. Ia pun menjawab.

"Ibu... udah meninggal..." gumamnya. Pria itu pun menangis tersedu-sedu sembari menutupi matanya. Aya sangat kaget mendengar kabar itu. Ia tak percaya bahwa ibu mertuanya yang baik itu sudah meninggal. Gadis itu pun meneteskan air matanya. Ia benar-benar tak menyangka, bahwa ia tidak bisa bertemu lagi dengan mertuanya.

Sedangkan Rama, ia hanyut dalam penyesalan. Ibunya sangat menginginkan untuk bisa menggendong seorang cucu. Namun, ia tidak bisa memenuhi permintaan terakhir sang ibu. Rama merasa bahwa dirinya sangat tidak berguna, dan juga durhaka.

Pria itu pun berdiri, dan bersiap-siap.

"Aku ikut, Mas. Aku ingin melihat ibu untuk yang terakhir kali," pinta Aya sembari menatap mata suaminya. Rama pun mengalihkan pandangannya. Ia berpikir, kenapa disaat ibunya sudah tidak ada, Aya baru menatapnya? Rama tidak tahu harus berbuat apalagi untuk menghadapi istrinya.

"Nggak perlu," gumam Rama. Pria itu mencoba untuk tetap bersikap tenang. Namun, hal itu sangatlah sulit. Karena, hatinya sudah terluka cukup dalam. Rama pun mempersiapkan sendiri barang-barangnya untuk pergi ke kampung halamannya. Ia tidak membutuhkan bantuan Aya.

Sesungguhnya, cinta Rama untuk Aya tidak berkurang sedikitpun sejak dulu. Namun, sesabar-sabarnya pria itu, ia tidak mungkin bisa sesabar Rasullallah. Karena, hanya beliau yang memiliki kesabaran tingkat tinggi, yang tidak dimiliki oleh siapapun manusia di muka bumi ini, termasuk Rama.

Aya hanya bisa memandangi suaminya dari luar kamar. Ia sangat sedih melihat suaminya yang mengabaikan dirinya. Aya menangis tersedu-sedu karena menyesali semua itu. Aya merasa bodoh, sekaligus merasa sangat bersalah. Kenapa ia tidak bisa menghapus rasa cintanya kepada Rendy, sehingga membuat dirinya mengabaikan suami sebaik Rama? Aya tidak henti-hentinya menyalahkan dirinya sendiri.

Pria itu pun mengangkat tas besarnya menuju pintu keluar. Ia sama sekali tidak menatap Aya. Ia pun membuka pintu, dan mengucap salam. Bahkan, pria itu tidak mengucapkan sepatah katapun. Hanya ucapan salam yang terdengar. Iya, hanya ucapan salam. Melihat sang suami melangkahkan kakinya, Aya menjadi begitu lemas. Ia terduduk di lantai, dan memandang sekelilingnya dengan tatapan kosong. Ia sangat bingung, apa yang harus ia lakukan?

***** TBC *****

Jodoh Yang DiingkariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang