Letter

100 5 0
                                    

"Gitu, Ma. Ayah nyuruh aku sama Melisa buat berhijab. Tapi, begonya aku nolak," ujar Ayana yang terlihat sedikit kesal dengan dirinya sendiri. Mendengar pengakuan kedua anaknya, Aya pun tersenyum.

"Lalu, kalian menyesal, karena nggak menuruti permintaan ayah?" tanyanya kepada kedua anaknya. Kedua putrinya pun mengangguk.

"Aku ngerasa kayak anak durhaka, suka membantah perintah orang tua," gumam Ayana, begitu juga dengan Melisa.

"Aku juga," sahut Melisa dengan sedikit cemberut. Aya pun berkata kepada keduanya.

"Kalau begitu, tugas kita sekarang adalah mendo'akan ayah setiap hari. Do'a dari anak sholeh, pasti akan diterima oleh Allah," ujar Aya sembari tersenyum. Tak lama kemudian, mereka mendengar suara adzan maghrib berkumandang.

"Nah, udah adzan. Ayo kita shalat," ajaknya. Mereka semua melakukan wudhu, dan shalat berjamaah. Tak lupa, mereka juga mendo'akan Rama.

*****

Aya meletakkan surat dari Rama di atas meja kamarnya. Wanita itu sedang merapikan kamarnya yang sedikit berantakan. Lalu, Ayana mengetuk pintu kamarnya.

"Ma, ini aku," ujar Ayana. Aya pun menyahut.

"Masuk aja, Sayang. Nggak dikunci kok," sahut Aya. Ayana pun masuk ke dalam kamar ibunya, dan berkata secara tiba-tiba.

"Ma, besok kan aku ulang tahun yang ke enam belas. Jadi, aku ingin mulai hijab," pinta Ayana. Aya sangat terkejut sekaligus senang mendengar perkataan putrinya.

"Alhamdullillah... kalau begitu, nanti Mama antar kamu belanja, ya," sahut Aya, gadis itu pun menganggukkan kepalanya sembari tersenyum. Tanpa sengaja, Ayana melihat surat yang ada di atas meja kamar ibunya. Gadis itu terheran-heran melihat surat itu. Sebab, ini sudah zaman modern. Ia pun meraih surat beramplop putih bersih itu.

"Surat dari siapa, Ma?" tanya Ayana sembari memutar-mutar surat itu. Aya melihat surat yang ada di tangannya, ia tersenyum dan menjawab.

"Itu surat dari ayahmu yang diberikan oleh Tante Reni dan Om Young Shil," sahut Aya. Ayana pun kembali meletakkan surat itu ke tempat semula.

"Kenapa? Bukannya kamu ingin sekali membacanya?" tanya Aya dengan penuh keheranan. Ia mengira, Ayana akan membuka surat dari Rama. Tapi, rupanya tidak. Anak gadisnya pun menjawab.

"Surat itu kan untuk mama. Jadi, lebih baik, mama saja yang membacanya," sahut Ayana sembari tersenyum, ia pun pergi dari kamar ibunya.

Selesai merapikan kamar, Aya pun menatap surat di atas meja itu. Ia meraih surat itu, dan membukanya. Setelah itu, ia pun membaca surat itu.

Dari: Rama
Untuk: Aya, istriku tercinta

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Hai, Sayang? Bagaimana kabar keluarga kita? Aku harap, kalian semua baik-baik saja. Amien... amien... amien ya robbal'alamin...

Di saat kamu udah baca surat ini, aku sudah pasti menyaksikan kamu di sini tanpa kamu sadari. Melalui surat ini, aku ingin menyampaikan perasaanku padamu yang belum pernah aku sampaikan ke kamu.

Aku berterima kasih karena kamu telah bersedia menjadi istri yang baik buatku, dan juga menjadi ibu yang baik untuk anak-anak kita.

Kamu telah melalui perjuangan berat demi melahirkan anak-anak kita. Pada saat melahirkan mereka, kamu menjerit kesakitan. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasa sakitnya. Karena, aku tidak bisa melahirkan sepertimu. Sehingga, aku tidak tahu bagaimana beratnya menjadi seorang ibu yang rela mengorbankan nyawanya untuk melahirkan sang buah hati. Seorang ibu, bisa merangkap menjadi seorang ayah. Namun, seorang ayah, tidak akan pernah bisa menjadi seorang ibu. Aku sangat berterima kasih padamu, Sayang...

Hingga di usia Melisa yang mulai menginjak usia remaja, ia mengidap penyakit kanker hati. Aku bisa melihat bahwa kamu tidak rela anak kita terjangkit penyakit itu, aku memahami itu. Mungkin, kamu berpikir, lebih baik kau saja yang menggantikan Melisa. Mungkin, kau akan mengorbankan dirimu lagi sama seperti saat kamu melahirkan anak-anak kita. Tapi, aku tidak akan mengizinkanmu mengorbankan dirimu sendiri.

Maka dari itu, aku melakukan ini. Aku minta maaf, aku tidak pernah mengatakan hal itu padamu. Karena, kamu pasti akan melarangku untuk melakukan ini. Benar?

Jangan khawatir, Sayang. Aku ikhlas melakukan ini. Karena, aku ingin berkorban melalui jalan Allah. Jangan bersedih atas kematianku. Aku mohon, relakan kepergianku.

Aku berdo'a kepada Allah, agar suatu saat, kita bisa berkumpul bersama di surga-Nya. Aku membayangkan pertemuan kita di sana kelak, kamu pasti akan sangat cantik, wajahmu bercahaya, dan senyummu yang menawan. Ya, kaulah bidadari surgaku, Sayang. Kita akan bertemu di sana...

Setelah kesedihan ini, kalian pasti akan mendapatkan kebahagiaan dari Allah. Karena, sehabis gelap, pasti akan terbit terang. Sayang, aku harap, kamu bisa hidup sampai anak kita menikah, dan melahirkan cucu-cucu yang lucu untukmu, dan menceritakan kisah cinta kita kepada cucu kita kelak. Amien...

Sekian surat yang aku tulis. Aku harap, semua harapan dan do'amu bisa terwujud. Amien... amien... amien ya robbal'alamin.

Aku sangat menyayangimu, aku sangat mencintaimu, Cahayaku...

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Tertanda
Rama.

Air mata Aya mengalir dengan deras. Ia tidak tahu, ia sangat bahagia membaca surat itu. Tapi, kenapa air matanya tak mau berhenti mengalir?

***** TBC *****

Jodoh Yang DiingkariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang