Dia Datang

182 4 0
                                    

"Aya, bangunlah..." suara seorang pria itu terdengar tak asing lagi. Aya mencari-cari sumber suara itu, namun tak kunjung menemukan si pemilik suara itu.

"Siapa?" tanya Aya. Suasana begitu gelap. Aya sangat takut, tapi suara pria itu justru mampu membuat hati Aya merasa tenang. Pria itu lantas menjawab.

"Aku adalah imammu, Aya," sahut suara itu. Tapi siapa? Aya tak bisa menerka-nerka siapa si pemilik suara itu. Lagipula, bukankah ia belum menikah?

Aya terbangun dari mimpinya. Ia bingung sekali, bagaimana mungkin bisa memimpikan hal seperti itu? Aya mengatur napasnya yang tak karuan. Ia segera ke dapur untuk mengambil minum. Setelah itu, ia duduk dan meminumnya sampai habis dalam sekejap. Ia sangat penasaran, siapa pria itu? Kenapa pria itu bisa muncul dalam mimpinya? Ia pun menatap jam dinding. Oh, rupanya waktu shalat subuh sudah tiba. Yeah... mungkin itu semua hanyalah bunga tidur agar Aya bisa melaksanakan shalat subuh tepat waktu. Aya pun segera ke kamar mandi untuk mengambil wudhu, dan melaksanakan shalat subuh.

*****

Telepon di rumah Aya berdering. Aya pun berjalan menuju tempat telepon, dan mengangkatnya.

"Halo, assalamu'alaikum?" Aya mengucap salam. Suara di seberang itu pun menjawab.

"Wa'alaikumsalam, Ay. Bagaimana kabarmu?" tanya orang yang ada di dalam telepon itu. Aya mengembuskan napas panjang, rupanya pria itu adalah Rama. Ia jadi sedikit tak bersemangat saat mengetahui yang menelepon adalah Rama. Aya pun menjawab dengan sedikit malas.

"Alhamdullillah, baik," sahut Aya. Sepertinya, Rama menyadari bahwa Aya tak bersemangat menerima teleponnya.

"Kenapa? Apa kamu berharap yang telepon ini orang lain?" tanya Rama. Aya jadi sedikit tak enak hati, kenapa ia sangat kekanakan begini? Tak seharusnya ia seperti ini.

"Eh? Nggak kok!" Aya membantahnya sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Kamu sudah makan? Kalau belum, aku bakal beliin kamu dan keluargamu makanan," tanya Rama. Tentu saja, Aya takkan mau menerimanya.

"Eh? Nggak perlu, Ram. Semuanya udah makan, kok," sahut Aya. Ia tidak ingin semakin merasa tak enak hati kepada Rama. Namun, Rama menolak.

"Nggak apa-apa, udah terlanjut juga. Orang tuamu ada di rumah, kan? Aku mau ke sana," Rama berkata seperti itu. Aya melihat ke dalam rumahnya, kenapa Rama harus ke sini? Ia masih tak ingin bertemu dengan pria itu.

"Ada sih, tapi mau ngapain?" tanya Aya. Pria itu tersenyum dan menjawab.

"Aku ingin berkunjung. Jangan mengancam-ngancam nggak jelas lagi, karena itu nggak akan ngaruh buat aku," sahut pria itu. Rama langsung menutup teleponnya. Aya kaget karena Rama telah memutuskan teleponnya. Aya sangat bingung hingga ia menggigit bibir sendiri, bagaimana cara menghindari Rama?

"Siapa, Nak?" pertanyaan ibunya benar-benar membuat Aya sangat kaget. Sejak kapan ibunya ada di belakangnya? Aya jadi gagap seketika.

"A aanu, Bu. Teman," sahut Aya. Kenapa ia jadi begini? Ibunya pun kembali bertanya.

"Oh ya, siapa namanya?" tanya ibunya. Aya mengembuskan napas panjang. Mau tidak mau, ia harus menjawab.

"Namanya Rama. Ddd dia, dia mau ke sini..." ujar Aya. Ibu Aya justru terlihat sangat senang.

"Bagus, dong? Kita harusnya beres-beres. Tapi, kenapa kamu malah begini?" tanya ibunya. Yeah, Aya sekarang memang harus jujur.

"Itu karena Aya ndak mau ketemu sama dia, Bu. Aya lagi mikir, gimana caranya biar ndak ketemu sama dia?" mendengar perkataan Aya, sang ibu pun mengernyitkan dahinya.

Jodoh Yang DiingkariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang