#DELAPAN BELAS

18.3K 666 23
                                    

"Aku gak pernah benar-benar pergi dari hidup kamu."

Kalimat terakhir yang diucapkan Raka  masih terus menghantui pikirannya, kalimat yang mengungkapkan bahwa Raka meminta untuk dirinya bisa datang ke tempat tadi. Bagaimana tidak, laki-laki itu tiba-tiba saja muncul kembali dalam kehidupannya dengan meninggalkan kalimat yang sangat membekas.

'Dengan kamu nggak nyeritain apa yang terjadi sama kita dulu, justru hal itu yang akan menyakiti Ditto.'

Alina terus berjalan pergi meninggalkan pantai untuk menuju jalan raya, dimana ia akan menemukan taksi yang bisa membawanya pulang menuju Villa.

Ia terus menunduk, berusaha menyembunyikan mata sembap dan wajahnya yang memerah karena sungguh matanya tak kuat membendung air mata yang terus-menerus meminta untuk turun.

Sebelum ada taksi yang kosong, Alina masih berdiri menunduk di pinggir jalan. Seolah-olah pandangannya terpaku pada aspal.

Tiba-tiba saja, Alina menyadari sesuatu, ia merasa ada orang yang berdiri tepat di depannya. Ia menaikkan kepalanya dengan perlahan.

Raline.

"Lho, kamu kenapa ?" Tanya Raline yang dibuat penasaran dengan penampilan Alina yang lusuh.

Alina tersenyum sebisanya, sambil menggeleng.

"Al..." Ucap seseorang sambil menepuk pundaknya.

Alina menoleh, dan mendapati Jeje yang berdiri tegak di sampingnya.

"Je... anterin gue pulang ya," Ucapnya sedikit memelas.

Jeje mengangguk.

Sementara Raline terus berusaha bertanya mengapa Alina bisa seperti itu sebelum akhirnya Raline memandang ke arah belakang Alina sambil menarik senyuman manis di bibirnya. Ada Raka disana.

Raka berdiri hanya berpaut beberapa meter dari posisi Raline. Raka melihat Alina yang membelakanginya, Raka melihat keakraban yang ditunjukkan Raline kapada Alina, Raka melihat bahwa Alina mengenal baik Raline. Raka melihat itu semua dengan matanya sendiri.

"Aku pulang dulu ya Ra," Kata Alina sambil menarik Jeje agar segera berjalan menuju tempat dimana Jeje memarkirkan mobilnya.

"Yaudah, hati-hati ya" Ucap Raline sedikit meninggikan volume suaranya agar Alina yang sudah menjauh bisa mendengar.

****

Dengan tampilan yang sudah lusuh, rambut yang berantakan, dan mata yang sudah merah dan lelah Alina menyandar pasrah di kursi mobil dengan tatapan kosong ke arah jendela. Ingatannya malah berputar lagi pada memorinya di masa lalu, masa dimana ia bertemu dengan Raka, masa dimana Raka membuatnya jatuh cinta, masa dimana Raka juga yang membuatnya patah hati untuk pertama kalinya.

Sudah beberapa kali Alina berdoa agar Tuhan tidak mempertemukannya lagi dengan Raka, sudah beberapa cara yang Alina lakukan agar bisa menghilang dari kehidupan Raka. Namun, ia kalah, takdir mempunyai permainannya sendiri untuk mempertemukan dirinya dengan Raka.

"Makasih ya Je." Ucap Alina setelah sampai di Villa.

Hari sudah malam, Alina segera masuk ke kamarnya dan segera mandi dan berganti pakaian.

Dengan tampilan yang sudah segar, Alina duduk melamun di kasur, Gina dan Amel masih belum pulang.

Tiba-tiba saja hasratnya ingin sekali membuka membuka laptop saat melihat ada laptopnya yang terletak di meja rias.

Tangannya kini menari di atas touchpad atau kursor laptonya, dia membuka halaman email, logout dari emailnya kemudian log in ke alamat email yang lain.

Email itu berhasil ia buka setelah beberapa kali kesusahan karena lupa kata sandi. Alina segera menggeser kebawah, banyak sekali email yang masuk semenjak Alina tidak lagi menggunakan email itu. Dan email masuk yang terbanyak adalah dari alamat email Rakaaanugraha@gmail.com.

Hatinya kembali sesak, ia sungguh tak mau membaca isi deretan email-email itu.

Dan tanpa berpikir panjang, ia menghapus deretan email itu.

Alina baru saja akan mematikan laptop miliknya, namun ada yang mengganjal, tiba-tiba ada rasa penasaran dihatinya. Alina kembali mengarahkan kursornya ke halaman email, dimana ia akan menemukan satu lagi email tanpa subject masuk sejak satu setengah tahun yang lalu dari Raka yang belum ia hapus.

Sebelum meng-klik email itu, Alina menarik nafas panjang sambil menutup mata dan menghembuskannya.

Rakaaanugraha@gmail.com

Reinisa...
Mungkin saat lo baca email ini, lo udah lupa sama gue.
Tapi sejak lo pergi, dan menghilang dari hidup gue, perasaan gue tetap sama, terpaku di hati elo, telinga gue seakan tuli yang hanya mampu mendengar satu nama, yaitu nama lo...
Bagaimana mungkin gue bisa ngelupain elo, lo adalah cinta yang ngajarin gue banyak hal. Termasuk belajar melepaskan.
Entah berapa email lagi yang harus gue kirim hanya untuk ngungkapin 'gue cinta sama lo' dan lo gak sepantasnya pergi saat itu, karena hati gue udah jatuh di hati lo.
Gue gak tau gimana caranya ngelupain elo. Karena lo akan selalu jadi bagian terindah dalam hidup gue, bahkan setelah lo pergi, dan mungkin takkan pernah kembali.

Tertanda

Raka Nugraha

Dadanya berdetak hebat, ia menelan ludah pahit seraya berusaha menahan perihnya hati saat membaca email itu.

"Raka..." Desisnya sambil memegang kepala seperti orang yang sedang sakit kepala. Dengan air mata yang mulai mengalir.

"Raka, aku gak pernah benar-benar pergi dari hidup kamu." Ucapnya dengan tatapan kosong ke arah laptop.

"Al..." Gina tiba-tiba masuk ke dalam kamar bersama Amel.

Alina segera menghapus air mata di pipinya hanya dengan tangan.

"Kalian dari mana ?" Tanya Alina sinis dengan suara serak dan samar karena sudah menangis "Kalian sembunyi dimana tadi waktu gue ketemu sama Raka ?" Sambungnya mendesak.

Gina dan Amel duduk di kasur dan menghadap ke Alina yang masih duduk di meja rias.

"Kalian kan yang ngerencanain ini semua ?" Kata Alina terus mendesak.

"Iya..." Kata Amel, "Terus kenapa Al ? ini justru baik kan buat lo."

"Baik ? baik dari mananya sih mel ?" Alina berbicara dengan emosi namun masih terkontrol. "Kalian berdua kan tahu, semenjak kejadian itu, gue gak pernah mau ketemu sama dia lagi, gue gak mau."

Alina menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Lalu membukanya kembali.

"Al, Raka kan kenangan lo di masa lalu. Dan menurut gue kenangan itu gak semuanya harus dilupain. Ada beberapa kenangan yang harus kita simpan sebagai sejarah dalam hidup kita." Ucap Gina sambil menepuk paha Alina berusaha menenangkan.

Alina tersenyum palsu sambil menggeleng, "Buat apa sih kenangan kalau kenangan itu nyakitin kita sendiri ?"


~~~~~~~~~~
Hallo genks! Sorry baru update, semoga kalian suka ya sama Bab ini. Jangan lupa tinggalin Vote dan Comment dibawah👇🏼 Jangan jadi pembaca misterius👻

"Kenangan juga sejarah biarkan hidup dihati kita."-TisaTs

KEMBALI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang