22 Juni 2009 ...Raka menepuk-nepuk Blackberry Gemini ke pahanya. Sepertinya, ada sesuatu yang sedang ia pikirkan.
Tangannya mulai mengetik di keyboard handphone yang sedang hits pada zamannya itu.
To : Satria
Sat, taruhan ini udah gak berlaku lagi ya, taruhan ini tujuan awalnya kan hukuman buat gue antara berhenti jadi ketua futsal atau engga. Sekarang kan udah mau perpisahan juga. Gue udah gak ada hak jadi ketua ekskul futsal!
Tak perlu waktu lama untuk menunggu jawaban dari Satria.
From : Satria
Gak bisa gitu dong. Inget perjanjian awal! Atau gue bakal bilang sama semua anak-anak termasuk Alina kalau lo sama Alina itu cuma status palsu doang!
Emosi Raka memuncak, ia lansung mengetik untuk membalas pesan.
To : Satria
Gue gak habis pikir sama lo, lo itu kenapa sih doyan banget ngelihat anak orang menderita ?!!! Oke gue lakuin taruhan itu sampe selesai, tapi please jangan bilang Alina kalau semua ini gara-gara taruhan gue sama elo!!!
Setelah Raka mengirim pesan itu, tak ada balasan dari Satria sama sekali. Hati Raka semakin gelisah. Entahlah apakah pilihannya itu benar, semoga saja iya. Raka sama sekali tidak mau melukai hati Alina, jika memang harus putus, biarlah dirinya atau Alina yang memutuskan hubungan mereka. Jangan sampai Alina terlebih dahulu mengetahui semua status palsu ini dari mulut Satria.
****
"Rein gue mau ngomong." Ujar Raka saat melihat seseorang di taman dekat sekolah.
Taman kota dekat sekolah memang selalu menjadi tempat yang santai untuk menikmati matahari yang mulai meredup saat pulang sekolah.
Perhatian Alina tertuju pada Raka.
Saat kedua bola mata itu bertemu. Raka tertegun sesaat mencoba menarik nafas.
Dan kemudian, kalimat yang selama ini ia simpan selama satu bulan terakhir keluar dengan lancar.
"Rein, gue emang gak pinter memahami pelajaran, tapi satu hal yang gue pahami. Yaitu soal cinta. Rein gue takut kehilangan lo. Gue takut kehilangan cewek bebek gue, gue takut...." Ucapan itu tiba-tiba terputus.
'Gue takut lo kecewa dan ninggalin gue kalau lo tahu yang sebenarnya, karena kali ini gue udah bener-bener mencintai lo' Ucap Raka dalam hati yang tak sanggup ia ucapkan dengan lisan.
"Kenapa sih ?" Alina kebingungan dengan sikap Raka yang biasanya periang dan selalu bercanda, Namun tiba-tiba berbicara serius seperti ini.
"Minggu depan kelas tiga ada acara prom night, lo harus dateng!" Ucapnya, "Rein gue janji gue gak bakal ninggalin lo"
Ada apa dengan Raka, Alina kebingungan kenapa Raka tiba-tiba saja mengucapkan kalimat seperti itu. Kalimat yang seolah-olah Raka tidak mau berpisah dengan Alina.
****
"Nih..." Alina menyerahkan teh botol kepada Raka.
Mereka sedang menunggu nasi goreng pesanannya datang. Nasi goreng kaki lima kesukaan mereka berdua.
"Rein, kayaknya gue mau ngelanjutin kuliah di Austria deh, ada adiknya Mama di sana."
Alina tersenyum, "Bagus dong, entar aku ke sana nemuin kamu!"
Raka berusaha agar alasannya untuk kuliah di Austria bisa membuat Alina marah karena tidak setuju. Dan membuat hubungan mereka renggang. Tapi, kenyataannya Alina selalu mendukung apa yang akan dilakukan oleh Raka.
Tak lama, abang tukang nasi goreng datang membawakan pesanan mereka.
****
Hari ini tepat dua puluh enam hari hubungan mereka berlangsung. Dua puluh enam hari juga hari-hari Alina lebih berwarna karena kehadiran Raka. Namun, dua puluh enam hari juga Raka harus berbohong kepada hatinya dan juga Alina.
Beberapa hari terakhir, hati Raka memang tidak tenang. Harus dengan cara apa ia memutuskan hubungan dengan Alina tanpa harus melukai hati Alina, dan juga hatinya. Hatinya yang yang kini sadar bahwa telah jatuh ke pelukan Alina, hatinya yang kini sadar bahwa telah nyaman dengan Alina.
Mereka jalan mengelilingi taman tempat mereka bertemu dulu.
Alina sibuk mengamati keadaan sekelilingnya, mengamati keceriaan anak-anak yang sedang bermain. Alina mengamati ekspresi kebahagiaan yang terlihat dari empat pasang bola mata orang yang sedang berpacaran.
Namun Raka, ia masih berada dalam lamuannya, ia tidak peduli sekelilingnya, ia tidak mendengar apa yang diucapkan Alina sejak tadi.
"Raka!" Alina sedikit berteriak di arah telinga Raka. "Kamu kok gak jawab pertanyaan aku sih!"
"Hah ? pertanyaan apa ? yang mana ?"
Alina mendengus kesal, "Gak jadi deh. Raka are you oke ?"
Raka menggeleng.
"Rein, lo pulang sendiri gak pa-pa kan ?" Katanya, "Gue ada urusan!"
Alina mengangguk, "Okay"
Raka berjalan menuju tempat di mana motornya diparkirkan. Namun, belum jauh berjalan langkahnya terhenti dan kembali menemui Alina.
"Rein, kayaknya mulai sekarang gue gak bisa ngejemput dan nganter lo pulang deh. Gue harus nganter Riri ke sekolahnya!"
Alina tersenyum samar.
"Iya gak pa-pa." Jawab Alina, "Tapi nanti ke prom night kamu jemput aku kan ?"
Raka mengangguk.
Kemudian, Tanpa pamit atau basa-basi Raka kembali berjalan meninggalkan Alina sendirian. Padahal, hari sudah semakin gelap. Matahari sudah tidak memancarkan cahayanya.
Alina mendengus kesal.
Kok bisa-bisanya Raka meninggalkan Alina sendiri padahal saat itu sudah sore. Biasanya, Raka selalu memaksa agar Alina mau untuk di antarnya pulang.
****
"Mudah-mudahan dengan alasan ini. Dia jadi marah dan jauhin gue, biar gue juga gampang mutusin dia saat prom night nanti."
Kenapa harus begini akhirnya, mengapa di saat Raka mulai merasa nyaman dengan perempuan tapi Raka harus kehilangan perempuan itu dengan begitu cepat.
~~~~~~~~~~
Hallo genks! Gimana sama bab tiga belas ini ?
Sebentar lagi prom night, gimana ya cara Raka mutusin Alina tanpa bisa menyakiti hati mereka ?
Jangan ketinggalan ceritanya yaa.
Tinggalin Vote dan Comment juga kalau udah baca.
Jangan 'Jadi Pembaca Misterius' serem😂

KAMU SEDANG MEMBACA
KEMBALI
Teen Fiction"Kamu akan selalu menjadi bagian terindah dalam hidupku, bahkan setelah kamu pergi dan mungkin takkan pernah kembali." "Dan aku selalu minta sama Tuhan agar kirim malaikat untuk menjaga kamu sampai Tuhan mempertemukan kita nanti." Alina, gadis polos...