BAB 5 || SYAHIRAH

665 37 1
                                    

Syahirah berdiri disebuah ruangan yang entah di mana. Awalnya, ruangan itu sangat gelap sampai ada satu titik cahaya terlihat. Syahirah yang penasaran pun berjalan mendekat ke setitik cahaya itu. Semakin Syahirah mendekat, cahaya itu semakin terlihat dengan jelas dan sangat bersinar. Syahirah menghalangi matanya dengan tangannya karena cahaya itu membuatnya silau. Merasa cahaya itu hilang, Syahirah menurunkan tangannya dan dirinya sudah berada di sebuah taman.


Syahirah melihat sekeliling taman. Banyak pepohonan yang tumbuh dengan subur, bunga yang bermekaran, dan rerumput hijau yang tertata rapih. Sangat indah. Syahirah juga melihat ada sebuah ayunan. Ayunan itu berwarna putih dan dihias dengan bunga-bunga. Syahirah berjalan kearah ayunan itu dan mendudukinya.

Tiba-tiba ayunan itu terdorong. Padahal, tidak ada angin. Dan, Syahirah belum berayun. Lalu, Syahirah menoleh ke belakang dan mendapati ayahnya yang menggunakan pakaian berwarna serba putih sedang tersenyum. Mata Syahirah berkaca-kaca. Ia yang tidak mampu membendung air matanya, jatuh begitu saja membasahi kedua pipinya. Sudah lama sekali ia tidak bertemu dengan ayahnya. Syahirah sangat rindu dengan beliau.

"Jangan menangis, anakku." Ayah berpindah ke depan Syahirah. Syahirah segera berdiri dan langsung memeluk ayahnya, meskipun ayunan masih bergerak terayun.

Syahirah menangis dalam pelukan ayahnya. "Syahirah rindu ayah. Kenapa ayah nggak pernah datang ke mimpi Sya lagi? Kenapa baru sekarang?" Tangis Syahirah semakin kencang di dalam pelukan ayahnya. Ayah mengelus rambut Syahirah dengan lembut.

"Sya," panggil ayahnya sambil berusaha melepaskan Syahirah dari pelukannya ingin melihat wajah anaknya. Syahirah menggeleng, ia semakin mengeratkan pelukannya. Ayah tersenyum. "Sya, ayah datang ke sini untuk melihat wajah kamu. Katanya kamu rindu ayah, tapi kamu nggak mau lihat wajah ayah?"

Syahirah menguraikan pelukannya. Ia menatap ayahnya dengan air mata yang masih mengalir di pipinya.

"Ternyata kamu sudah besar, sudah jadi perempuan cantik, sama seperti ibu kamu. Terkahir kali ayah lihat kamu, kamu masih kecil. Masih suka lari ke pelukan ayah setiap kamu menangis karena di ganggu kakak kamu." Ayah yang mengingat kejadian di masa lalu, terkekeh. "Karena kamu sudah besar, ayah punya satu permintaan. Kamu mau menurutinya, bukan?" kata ayahnya setelah berhenti tertawa. Kini ayah memasang wajah serius.

Syahirah mengangguk. "Apa itu, yah?" tanya Syahirah sesengukan.

"Ayah kepingin kamu memakai hijab, Sya. Kamu bisa kan mengabulkannya? Hanya itu permintaan sekaligus keinginan ayah untuk yang terakhir kalinya." Segurat wajah memohon, berharap, kesedihan, dan kebahagiaan dapat terlihat di wajah dan di sorot mata ayah. Syahirah bisa melihat itu semua. Setelah berpikir sejenak, Syahirah mengangguk.

Ayah tersenyum lebar. Sekali lagi Syahirah melihat senyum ayahnya. Ayah mengusap rambut Syahirah dengan lembut. "Ayah akan selalu bangga punya anak seperti kamu. Begitu juga dengan Reno," katanya. "Karena ayah sudah tidak ada, jangan nakal. Turuti semua perkataan kakakmu dan mama kamu, ya?" Syahirah mengangguk. Kemudian, ayahnya menghilang dari pandangannya.

"Ayah," panggil Syahirah. "Ayah, jangan pergi lagi. Syahirah masih rindu ayah!" Air mata Syahirah kembali turun dengan derasnya. "Ayah!" Kaki Syahirah lemas. Ia pun terjatuh. "Sya masih ingin bersama ayah." Syahirah memeluk lututnya dan terisak.

***

Reno terbangun dari tidurnya dan melihat jam yang ada didinding kamarnya. Pukul menunjukkan empat pagi. Suara mengaji dari mushola yang dekat dengan rumahnya sudah terdengar. Reno pergi ke luar kamarnya ke kamar mandi untuk mencuci mukanya. Saat ia keluar dari kamar mandi, Reno mendengar suara tangis adiknya. Karena panik, Reno berlari kecil menuju kamar adiknya.

Syahirah (COMPLETE) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang