Syahirah sudah siap untuk pergi. Dia mengenakan baju lengan panjang berwarna merah maroon dengan celana panjang bahan berwarna hitam. Rambutnya sudah dikuncir satu dan tinggal memakai hijab. Dia bingung ingin memakai kerudung warna apa.
Suara deringan telepon menyadarkannya dari lamunan. Syahirah mengambil handphonenya yang terletak di atas meja belajar. Dia melihat nama si penelepon yang tertera dilayar, lalu menggeser panel hijaunya.
"Assalamu'alaikum, Vik?" Syahirah memberi salam. Viko yang meneleponnya.
[Wa'alaikum salam. Lo di mana, Sya?]
"Masih dirumah. Kenapa, Ko?"
[Mau gue jemput? Lo ada kendaraan?]
"Enggak ada. Di bawa sama kak Reno, kerja."
[Ya udah, gue jemput. Tunggu, ya? Assalamu'alaikum.]
Panggilan telepon berakhir. Viko menutup panggilan sebelum mendengar jawaban salam dari Syahirah. "Wa'alaikum salam." Syahirah menjawab salam, meski Viko tidak mendengarnya. Dia meletakkan handphonenya di atas meja belajar dan kembali ke lemari bajunya. Syahirah mengambil kerudungnya yang berwarna hitam. Lalu, dia pergi bercermin untuk memakai kerudungannya.
Selesai memakai kerudungnya, Syahirah mengambil tas kecilnya yang ada di atas nakas, lalu mengambil handphonenya yang ada di atas meja belajar. Kemudian, Syahirah keluar dari dalam kamarnya untuk mencari ibunya, untuk meminta izin.
Syahirah pergi ke dapur. Di dapur tidak ada mamanya. Lalu dia pergi ke kamar mandi yang satu tempat dengan posisi dapur. Syahirah mengetuk pintu kamar mandi yang tertutup dan terdengar suara air yang mengalir. "Ma, Syahirah mau pergi ke masjid yang ada di jalan suka damai dulu sama teman-teman," kata Syahirah dari depan pintu kamar mandi.
"Iya, nak. Hati-hati. Kamu pergi sama siapa?" sahut ibunya dari dalam kamar mandi.
"Sama Viko."
"Hati-hati."
"Iya."
Viko sudah sampai dirumah Syahirah. Dia memakirkan motornya di depan perkarangan rumah Syahirah dan turun dari atas motornya. Berjalan menuju pintu rumah temannya itu dan mengetuknya sembari memberi salam.
Knop pintu tergerak, pintu terbuka. Syahirah keluar dari dalam rumahnya sambil menjawab salam Viko. Syahirah menutup kembali pintu rumahnya. "Cepat banget?" tanyanya sambil menatap laki-laki itu.
"Iya, soalnya jalanan lagi enggak macet," alibi Viko. Padahal, tadi saat dia menelpon Syahirah, laki-laki itu sudah berada digang rumah Syahirah. Jarak dari gang ke rumah Syahirah hanya sepuluh menit, jika berjalan kaki. Sedangkan naik motor, hanya membutuhkan waktu lima menit saja. "Ya udah, ayo berangkat! Pasti yang lain udah nunggu," kata Viko buru-buru sambil berjalan duluan. Syahirah menghela napas tidak memedulikannya lagi.
Viko sudah menaiki motornya dan menghidupkan motornya. Dia memutar balik arah motornya, setelah itu Syahirah naik ke atas motor Viko. Syahirah duduk dengan sedikit menjaga jarak dengan cowok itu. Syahirah menggunakan tasnya sebagai pembatas antara dirinya dengan Viko.
"Pegangan, biar nggak jatuh," kata Viko. Syahirah pun berpegangan pada besi yang ada di belakang jok motor.
"Sudah."
Viko melajukan motornya meninggalkan perkarangan rumah Syahirah. Membawanya keluar dari gang menuju jalan raya ke jalan suka damai.
***
Viko memasukkan motornya ke dalam lingkungan masjid. Dia memakirkan motornya diparkiran yang sudah disediakan. Lingkungan masjid begitu sepi. Hanya ada beberapa kendaraan yang terparkir diparkiran masjid. Syahirah turun dari atas motor Viko. Syahirah mengedarkan pandangannya ke sekitar masjid. Tidak ada siapa-siapa. Lalu, dia melihat jam yang melingkar dipergelangan tangannya. Sudah jam sebelas siang. Viko sudah berada di sampingnya. Tidak dekat. Masih ada jarak.
"Ayo, yang lain udah nunggu di taman!" Viko mengajak Syahirah dan berjalan duluan. Syahirah mengikutinya. Sudah lama dia tidak ke sini. Sudah sekitar satu tahun dan masjid masih terlihat sama seperti satu tahun yang lalu. Hanya ada perubahan sedikit saja pada masjid, yaitu warna catnya.
Viko dan Syahirah sudah berada di taman yang letaknya berada tidak jauh dari letak masjid. Syahirah melihat sudah ada Alea dan Nisya yang sedang menunggunya duduk dibangku taman sembari foto selfie.
"Nis, Le," panggil Viko. Alea dan Nisya menoleh. Keduanya tersenyum. Syahirah membalas senyuman Alea dan Nisya. Begitupula dengan Viko.
"Kalian udah dari tadi?" tanya Viko setelah berada dihadapan Alea dan Nisya.
"Enggak juga, sih. Baru sekitar lima menit." Nisya yang menjawab. Padahal Nisya sudah datang dari tadi. Lima belas menit yang lalu. Alea melirik ke Nisya, lalu menatap ke Viko dan Syahirah.
"Bohong. Pas gue dateng, Nisya udah ada di sini. Mungkin dia datang lebih awal." Alea mencibir Nisya.
Syahirah hanya tersenyum. Viko tidak berniat untuk menimpali. Sedangkan Nisya, hanya tertunduk malu sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal, lalu menyikut lengan Alea.
"Kita foto-foto aja dulu, yuk!" ajak Alea. "Abis dari masjid. Kita mau ke mana lagi, nih?"
"Ke mana, ya?" sahut Viko. Ke toko buku aja, gimana? Atau, mau ke perpustakaan yang ada di daerah sini?"
"Memangnya ada?" tanya Syahirah yang terdengar antusias.
Viko mengangguk. "Ada. Baru dibuka enam bulan yang lalu," jelasnya. Syahirah mengangguk-angguk.
"Ya udah, kita ke sana aja, yuk?" kata Syahirah. Alea mengangguk setuju. Kalau Nisya mah, ikut saja.
***
Syahirah, Alea, Nisya, dan Viko sudah berada di dalam perpustakaan. Banyak rak-rak buku besar di dalam-nya. Buku-buku yang ada di sana juga bisa dibilang lengkap. Mulai dari buku cerita bergambar anak-anak, dongeng, novel, buku pelajaran, biografi, dan buku lain sebagainya tersedia di perpustakaan ini.
Dari luar. Gedungnya memang terlihat kecil. Tapi, jika kita masuk ke dalam. Gedungnya sangat besar dan luas. Di dalamnya juga sudah disediakan pendingin ruangan (AC) dan jaringan Wi-Fi. Jadi, pengunjung yang datang ke sana akan merasa betah dan nyaman.
Perpustakaan dibuka mulai dari jam delapan pagi hingga jam empat sore. Pengunjung yang datang ke perpustakaan ini tidak dipungut biaya, alias gratis. Para pengunjung harus melewati pintu pendeteksi otomatis. Jadi, jika ada yang mencuri, akan langsung terdeteksi dan ketahuan. Di sana juga banyak petugas keamanan yang berjaga.
Syahirah, dan kawan-kawan menempati meja yang berada di dekat jendela. Syahirah sengaja memilih tempat yang seperti itu. Alasannya adalah supaya bisa melihat pemandangan Jakarta dari luar ketika sedang bosan membaca dan bermain handphone.
"Gue ngerasa kayak lagi di kafe," ujar Nisya dengan suara pelan.
"Setuju," sahut Viko dan Alea. Syahirah juga mengangguk setuju.
"Sering-sering aja kita ke sini," kata Nisya lagi.
"Lo mah, ke sini palingan mau nyolong Wi-Fi," kata Alea menyindir sambil terkekeh.
"Tau aja, deh." Nisya ikut tertawa.
Syahirah tersenyum. Dia merasa beruntung mempunyai teman-trman seperti Alea, Viko, dan Nisya. Meskipun hanya memiliki sedikit teman dekat, setidaknya ketiganya selalu ada di sampingnya saat suka maupun duka. Yang mau berteman dengannya dan tidak palsu dalam berteman. Semua serba terbuka. Dan, Syahirah berharap. Teman-temannya ini, akan selalu seperti sekarang. Terbuka dan tidak ada yang menyembunyikan sesuatu kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Syahirah (COMPLETE) ✔
Teen FictionJodoh itu rahasia Allah. Tidak ada yang tahu siapa yang akan menjadi jodoh Syahirah nanti. Untuk pertama kalinya Syahirah jatuh hati pada si pemilik suara yang merdu saat bersalawat dan mengaji. Si pemilik suara merdu itu bernama Muhammad Nur Azki. ...