Azki pergi ke masjid di jalan suka damai untuk yang terakhir kalinya sebelum ia ke Medan. Masjid yang dekat dengan rumahnya ini akan menjadi tempat kenang-kenangannya, selain di sekolah. Kenangan yang tidak akan pernah dilupakan olehnya, yaitu kenangan di mana ia pertama kali bertemu dengan Syahirah.
Azki berjalan kearah taman yang berada di samping masjid. Ia duduk dibangku taman tersebut. Taman ini sudah menjadi tempat kesukaan Azki sejak pertama kali ia datang ke Jakarta tinggal bersama ibunya dan itu sudah terjadi sekitar dua tahun yang lalu. Mengapa begitu? Karena taman ini sangat cocok dijadikan tempat menyendiri dan merenungkan diri bagi Azki. Letak taman yang agak jauh dari jalan raya mendukung suasana menjadi cukup tenang dan nyaman, jauh dari suara bising kendaraan.Azki mengambil handphonenya yang ada di saku celana bahannya. Sampai saat ini, Azki belum mengirim pesan apapun ke Nisya. Termasuk meminta perempuan itu untuk mengasih surat yang dia berikan kemarin ke Syahirah.
Azki berdiri sambil memasukkan handphonenya ke saku celananya. Ia pun meninggalkan taman dan masjid itu. Ia di sana hanya untuk mengenang saja. Karena mulai hari ini dan beberapa tahun ke depannya ia tidak akan pergi lagi ke masjid yang ada di jalan suka damai ini. Besok Azki sudah berangkat ke kota kelahiran ayahnya, yaitu kota Medan. Dia tidak tahu akan kembali ke kota Jakarta atau menetap di kota Medan selama-lamanya.
***
Sudah dua minggu sejak satu hari setelah tes ujian masuk di Universitas favorit semua orang, termasuk Syahirah. Perempuan itu selalu mengecek handphonenya, buka-tutup website setiap sepuluh menit. Syahirah melihat jam yang ada di dinding. Hampir pukul dua siang. Katanya, pihak kampus akan memberi kabar sekitar pukul dua siang melalui website. Baik itu kabar lulus tes maupun kabar tidak lulus tes.
Saat jarum pendek sudah berada di angka 2, sedangkan jarum panjang ada di angka 12. Syahirah kembali membuka website. Mata syahirah membulat dengan sempurna. Telapak tangan kirinya menutup mulutnya. Matanya berkaca-kaca. Ia tidak percaya kalau dirinya lulus, berhasil masuk di Universitas yang telah menjadi favorit.Syahirah langsung melompat-lompat sambil berteriak kegirangan di dalam kamarnya. Sebelumnya, ia tidak pernah merasa sesenang ini. Syahirah tidak mau menunggu lagi. Ia pun segera berlari keluar dari kamarnya untuk memberitahu ibunya.
"Kak Reno?" Syahirah terdiam saat melihat Reno sudah ada di rumah sedang menonton televisi. Tidak biasanya Reno sudah pulang di siang hari. Kemudian ibunya datang dari arah dapur sambil membawa nampan yang berisi dua gelas teh dan biskuit.
Syahirah berjalan kearah kakaknya dan duduk di samping kakaknya. Sedangkan ibunya duduk di bangku yang ada di seberang Reno. "Kak Reno enggak kerja?" tanya Syahirah. Kabar baik yang seharusnya ia sampaikan pun terurungkan.
"Minum dulu tehnya, Ren." Mama menyuguhkan salah satu teh itu pada Reno dan yang satunya lagi seharusnya untuknya diberikan ke Syahirah. "Kakak kamu pulang cepat karena dia sudah dipecat, Sya." Ibu yang memberitahu.
"Dipecat? Kok bisa? Maksud Sya, kak Reno kan kerja di restoran itu udah hampir lima tahun. Kak Reno juga kerjanya bagus. Malah manajernya udah deket banget sama kakak," kata Syahirah.
"Kakak difitnah, dek. Difitnah sama karyawan yang baru kerja enam bulan itu," jawab Reno dengan suara yang agak bergetar. Reno sedang menahan emosinya. Ia kecewa dengan manajer restoran tempat dirinya bekerja selama lima tahun karena percaya begitu saja dengan karyawan yang baru saja bekerja enam bulan yang lalu. Reno curiga, pasti karyawan itu bekerja di sana karena nepotisme.
"Tapi, bagaimana bisa? Kak Reno kan orangnya jujur. Semua orang juga tau itu. Apalagi kakak kerja di sana sudah sekitar lima tahun. Masa iya, manajer kakak percaya begitu aja dengan ucapan karyawan baru?" kata Syahirah. Syahirah tidak bermaksud mengompori kakaknya yang sedang emosi, hanya saja Syahirah merasa heran dengan apa yang sudah dilakukan oleh si manajer ke kakaknya.
"Kamu enggak usah khawatirin kakak. Nanti kakak bisa cari kerja lagi di tempat lain, kok. Jadi, gimana hasilnya? Lulus, nggak?" tanya Reno mengalihkan topik pembicaraan.
"Iya, Sya. Bagaimana hasilnya? Lulus tidak?" tanya mama.
Syahirah sudah tidak seantusias tadi karena mendengar kabar dipecatnya sang kakak. "Alhamdulillah, lulus ma, kak," jawabnya dengan datar.
"Alhamdulillah," ucap ibu dan Reno bersamaan. Ibu dan Reno tersenyum senang.
***
Untuk pertama kalinya Syahirah pergi ke kafe lagi pada sore hari. Seperti biasa, jika dia ingin pergi ke mana-mana, Reno bersedia mengantarnya. Usai mengantar Syahirah, Reno langsung pamit pulang. Setelah kakaknya pergi, barulah Syahirah masuk ke dalam kafe. Di sana sudah ada Viko, Nisya, Alea, dan seorang laki-laki yang nampak familiar bagi dirinya.
Viko melambaikan tangannya kearah Syahirah. Syahirah tersenyum dan berjalan ke arah meja nomor 20 yang berada di dekat jendela. Syahirah pun duduk di bangku antara Nisya dan Alea.
"Assalamu'alaikum, Sya." Laki-laki yang duduk berseberangan dengan Syahirah memberinya salam.
"Wa'alaikum salam. Aldo ikut juga?" Sebenarnya Syahirah agak canggung dengan laki-laki itu. Bukan hanya ke Aldo saja, tapi juga ke Viko. Karena kedua laki-laki itu sama-sama pernah mengungkapkan perasaannya. Bedanya, Viko secara langsung, sedangkan Aldo melalui surat.
"Iya, nih. Biar bisa temanan sama kalian dan bisa saling akrab," jawab Aldo sambil tersenyum. "Oh iya, kita udah pesanin minuman buat lo. Jadi, lo enggak usah pesan lagi. Nih," Aldo memberikan segelas jus melon kesukaan Syahirah.
"Makasih," kata Syahirah. Aldo mengangguk sambil tersenyum.
"Ini yang pesan minumannya Aldo lho, Sya," kata Nisya memberitahu. Syahirah menatap Nisya sedikit tidak percaya, lalu beralih menatap Aldo. Walaupun hanya dilihat sebentar, Aldo jadi salah tingkah.
"Tau dari mana kalau gue suka jus melon?" tanya Syahirah sedikit sinis ke Aldo.
"Dari ...,"
"Udah, udah. Jadi, gue ngajak kalian ngumpul ke sini buat tau kabar kalian setelah wisuda dan ingin tau rencana kalian ke depannya." Alea memotong perkataan Aldo.
"Gue lanjut kerja," jawab Viko.
"Gue juga mau kerja dulu, Le, setahun. Setelah itu, gue lanjut kuliah," jawab Nisya.
"Kalau lo gimana, Sya?" tanya Alea.
"Aku udah daftar ke Universitas yang aku penginin. Udah tes juga. Alhamdulillah, lulus dan keterima," jelas Syahirah.
"Fakultas apa, Sya?" Kini Aldo yang bertanya.
"Insya Allah, MIPA."
"Berarti Sya cita-citanya mau jadi guru, ya? Berarti sama dong kita," kata Aldo yang membuat Syahirah sedikit salah tingkah. Lebih tepatnya kikuk.
"Apaan sih, lo. Dasar modus," cibir Alea.
Percakapan yang membahas tentang masa depan selesai. Kini percakapan mereka beralih ke percakapan biasa dan membahas hal-hal yang tidak penting. Mereka berlima menghabiskan waktu dengan makan dan canda tawa. Alea sengaja merencanakan hal ini. Karena dia tahu kalau nanti teman-temannya akan mulai sibuk dengan kegiatannya masing-masing.
Sebenarnya, Nisya ingin sekali memberikan surat dari Azki ke Syahirah. Tapi, karena dia belum mendapatkan kabar dan perintah dari Azki, Nisya mengurungkan niatnya. Selain itu, Nisya berencana ingin membuka surat tersebut dan membacanya, tapi tidak jadi. Sama saja dia tidak amanah. Nisya menghela napas panjang.
"Ada apa?" tanya Syahirah. Nisya menggeleng. Ternyata Syahirah dari tadi memerhatikannya. "Ada yang ingin disampaikan?"
Nisya menggeleng sambil tersenyum. "Enggak ada, Sya." katanya. Syahirah mengangguk sambil tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Syahirah (COMPLETE) ✔
Teen FictionJodoh itu rahasia Allah. Tidak ada yang tahu siapa yang akan menjadi jodoh Syahirah nanti. Untuk pertama kalinya Syahirah jatuh hati pada si pemilik suara yang merdu saat bersalawat dan mengaji. Si pemilik suara merdu itu bernama Muhammad Nur Azki. ...