BAB 24 || SYAHIRAH

343 21 1
                                    

Semenjak kejadian bertemu dengan Syahirah di kafe sekitar satu tahun yang lalu. Aldo tidak lagi pernah membahas tentang niat baik dia yang ingin melamar perempuan itu. Meskipun ayah dan mamanya suka membahas soal niat baiknya, Aldo tidak pernah menanggapinya dengan serius.

Aldo masih ingat perkataan Syahirah setahun yang lalu. Perkataan Syahirah waktu itu, membuat dirinya merenung dan berintropeksi. Benar bahwa selama ini dia terlalu mencintai sesama makhluk ciptaan-Nya. Aldo kurang mencintai Allah. Selama ini Aldo sudah menduakan Sang Khalik. Maka dari itu, selama satu tahun ini Aldo selalu mendekatkan diri dengan Allah. Mencoba menjadi pribadi yang lebih baik lagi untuk mendapatkan ridha-Nya.

Tapi, tetap saja yang namanya perasaan. Rasa cinta yang dimiliki Aldo untuk Syahirah masih ada di dalam hatinya. Dia tidak bisa menghilangkan perasaan itu.

"Do, lo lagi mikirin apa sih?" Della melambai-lambaikan tangan di depan wajah Aldo.

Aldo tersadar dari lamunannya. "Lo tadi ngomong apa Del?"

"Ish. Ini udah kelima kalinya dalam setahun lo abaikan gue ya, Do!" Della mengingatkan. Aldo menyengir.

"Maaf." kata Aldo. "Terus cowok lo mana? Katanya mau ngenalin cowok lo ke gue? Kalian kapan tunangannya?"

"Katanya sih, dikit lagi sampai. Tapi, enggak tau, deh?" Della mengangkat bahunya acuh. "Mungkin kejebak macet." Della menyeruput minumannya.

Della sebenarnya perempuan yang baik, cantik, dewasa, dan setia. Della juga sudah sering dicampakan oleh Aldo. Tapi, Della tidak pernah berhenti menghubunginya. Della selalu bercerita ini dan itu ke Aldo. Sedangkan Aldo, dia hanya menjadi pendengar yang baik saja. Tapi, jika Della melakukan hal yang salah, maka Aldo akan menasehatinya. Bukan Aldo sok benar, tapi bukankah itu tugas teman? Saling mengingatkan jika dia bersalah.

"Lo udah move on kan dari gue?" tanya Aldo hati-hati.

"Kenapa?"

"Jangan jadikan tunangan lo ini sebagai alasan untuk move on dari gue, Del. Enggak baik. Sama aja lo ngebohongin perasaan lo dan calon tunangan lo."

Della awalnya tersenyum geli. Lama-lama dia mulai tertawa. Aldo menaikan satu alisnya. Menatap Della heran. "Kenapa ketawa? Ada yang lucu?"

"Duh, pak ustadz. Tenang aja, sih. Gue udah move on dari lo. So, don't worry." kata Della dengan santainya. Tidak lama kemudian calon tunangan Della datang menghampiri mereka.

"Hei, sayang." Della berdiri sambil memasang senyum manisnya.

"Hei, juga. Ini teman kamu yang kamu ceritain?" kata calon tunangannya. Della mengangguk.

"Aldo, ini calon tunangan gue. Namanya Jerry." Della mengenalkan calon tunangannya ke Aldo. "Nah, Jerry, ini Aldo. Cowok yang udah mencampakan aku dulu." Jerry dan Aldo saling berjabat tangan.

***

Sepulang dari kampus. Aldo sudah di sambut kedua orang tuanya dengan pelukan hangat. Seulas senyum bahagia terlukis di wajah kedua orang tuanya. Aldo menerima pelukan itu dengan perasaan yang bercampur aduk. Antara bingung, khawatir, dan ... entah, dia tidak bisa mendeskripsikannya karena semuanya terasa aneh.

Mama menguraikan pelukannya. Memegang kedua bahu Aldo. "Anak mama sudah besar. Sudah dewasa dan bijak. Mama bangga punya anak seperti kamu." tutur mamanya yang semakin membuat Aldo berpikiran negatif.

Lalu Aldo menatap ayahnya meminta penjelasan. Tapi, ayahnya hanya tersenyum penuh makna. Membuat Aldo semakin bingung. Pikirannya melayang, perasaannya bercampur aduk. Detak jantungnya berdegub kencang.

"Hei, muka kamu kenapa gitu? Are you okay?" tanya mamanya yang bingung melihat wajah Aldo yang menjadi tegang sekaligus cemas.

"Kami punya kabar baik untuk kamu, Do." ucap ayahnya.

"Kabar baik apa?" tanya Aldo. Ayahnya mengajaknya untuk duduk dulu. Katanya, supaya lebih enak saat berbicara. Aldo duduk dibangku yang berseberangan dengan ayahnya. Sedangkan mamanya duduk di samping Aldo sambil merangkulnya dan mamanya tak henti-hentinya untuk tidak tersenyum.

"Kabar baik apa, pa?" Aldo mengulang pertanyaannya lagi.

"Ayah tau. Selama satu tahun ini kamu sudah melalui hal yang paling sulit bagi kamu. Yaitu, menahan kerinduan kamu terhadap Syahirah." Aldo mengerutkan keningnya. Dia tidak mengerti arah pembicaraan ayahnya. Mengapa tiba-tiba membahas Syahirah?

"Pa, papa tau kan kalo Aldo enggak mau membahas Syahirah untuk saat ini? Aldo ingin mendekatkan diri Aldo ke Allah. Ingin mendapatkan ridha-Nya dulu." kata Aldo.

Ayahnya mengangguk sambil tersenyum. "Ya, papa tau. Kamu sudah bilang beberapa kali soal itu. Ayah nggak lupa. Tapi, Aldo. Ayah kepingin kamu bahagia, mencari ke-ridhaan-Nya yang lain. Menyempurnakan ibadah kamu. Dari pada kamu nanti zinah." Aldo semakin tidak mengerti maksud dari perkataan ayahnya.

"Sebenarnya papa sama mama mau ngomong apa ke aku? Berita baik apa?" Aldo beralih menatap mamanya meminta jawaban langsung tanpa ba-bi-bu supaya dirinya bisa mengerti.

"Dua hari yang lalu, ayah sama mama datang ke rumah orang tua Syahirah. Kami membicarakan soal niat baik kamu setahun yang lalu. Kami membicarakan tentang kelanjutannya dari niat baik kamu itu." Kali ini mamanya yang berbicara. Aldo mencerna setiap perkataan mamanya. Kelanjutan dari niat baiknya? Tapi apa?

"Kami membicarakan soal ta'aruf. Kami akan menta'aruf Syahirah untuk kamu. Dan acaranya seminggu lagi. Dua hari setelah kamu selesai UAS." lanjut mamanya. Aldo sungguh terkejut mendengar hal ini.

"Kenapa ayah sama mama nggak membicarakan soal ini ke aku dulu? Aldo tidak pernah meminta. Sekalipun Aldo memintanya, enggak sekarang."

"Iya, sayang. Kamu memang tidak pernah meminta selama setahun ini. Tapi, kami tau dari sikap kamu yang menginginkan Syahirah. Tapi, dengan cara yang berbeda." Mama menjelaskannya sambil mengusap rambut Aldo dengan lembut.

"Ma, pa. Aku begini karena aku memang ingin mendekatkan diri ke Allah. mendapatkan ridha-Nya. Bukan karena Syahirah. Ini semata-mata hanya untuk Allah." Aldo berdiri dari duduknya. Berniat untuk pergi ke kamarnya, tapi tangannya ditahan mamanya. Mamanya meminta Aldo untuk duduk kembali. Dan Aldo pun kembali duduk.

"Ayah sama mama ngerti banget kok, niat baik kamu yang ingin memperbaiki diri, yang ingin mendekatkan diri ke Sang Pencipta. Kami tau. Tapi, Do. Mungkin Tuhan sudah menciptkan takdir kamu untuk bersama Syahirah melalui kami sebagai orang tua kamu. Kami hanya perantara. Sedangkan kamu dan Syahirah, sudah ditakdirkan oleh-Nya. Kun fayakun. Rezeki, mati, kelahiran, dan jodoh sudah ada yang mengaturnya." jelas ayahnya.

"Jadi gimana? Kamu siap untuk minggu depan?" tanya mamanya hati-hati. Aldo menghela nafas panjang.

Dengan mengucapkan basmallah. Aldo mengangguk setuju.

"Alhamdulillah." ucap kedua orang tuanya bersamaan.

Jika memang ini sudah rencana-Mu untuk mendekatkan diriku dengan Syahirah. Tolong, ridhai huhungan kami, ya Rabb. Lancarkanlah dan permudahkanlah semuanya. Aamiin. Batin Aldo.

Syahirah (COMPLETE) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang