BAB 6 || SYAHIRAH

578 30 2
                                    

Lima tahun yang lalu.


Salah satu kerabat yang satu kantor dengan ayah mereka melewati depan ruangannya saat jam istirahat kerja. Kerabatnya mengira kalau Akbar--ayah Syahirah dan Reno--sedang tidak ingin pergi beristirahat dan memilih membaca Al-qur'an.

Lalu, saat jam istirahat sudah selesai. Kerabatnya melewati ruangan kerja Akbar, lagi. Dan, Akbar masih dalam keadaan posisi yang sama seperti satu jam yang lalu. Kerabatnya mulai curiga dan memiliki perasaan yang tidak enak. Kerabatnya pun masuk ke dalam untuk memeriksa kondisi Akbar.

Kerabatnya melihat mata Akbar yang terbuka melihat kearah Al-qur'an yang terbuka, tepat terbuka disurat Yasin. "Akbar?" Kerabatnya memanggil, tapi tidak mendapat jawaban, padahal matanya terbuka. Kerabatnya menggoyangkan lengan Akbar dan Al-qur'an kecil yang sedang dipegang terjatuh dari genggaman di atas meja. Kerabatnya terkejut dan panik.


"Akbar?" Kerabatnya memegang pergelangan tangan kiri Akbar untuk memeriksa denyut nadinya. Setelah memeriksa, dia tidak merasakan adanya denyut nadi. Kerabatnya semakin panik bercampur bingung. Untuk lebih memastikan, dia beralih memeriksa napas Akbar masih ada atau tidak.

"Innalillahi wainna ilaihi raji'un," gumam kerabatnya. Lalu dia menelpon pihak rumah sakit untuk mendatangkan ambulan ke kantornya. Setelah menelpon rumah sakit, dia segera menghubungi keluarga Akbar. Kemudian dia mencari bantuan ke karyawan lainnya yang masih berada dikantor.

***

Dengan memasang wajah yang sedih sekaligus prihatin, wali kelas Syahirah datang ke kelas, di mana kegiatan belajar dan mengajar sedang berlangsung. Wali kelasnya meminta izin ke guru yang sedang mengajar untuk berbicara sebentar dengan Syahirah di luar kelas.

Syahirah kini sudah berada di luar kelas sambil memandangi wajah wali kelasnya dengan tatapan bingung. "Ada apa, bu?" tanyanya.

"Syahirah, ibu turut berduka cita," kata wali kelasnya yang langsung ke intinya. Syahirah semakin tidak mengerti dengan ucapan wali kelasnya itu.

"Siapa yang meninggal, bu? Kenapa ibu turut berduka cita?" tanya Syahirah.

"Ayah kamu, nak. Ayah ...."

"Ayah saya kenapa, bu?" Syahirah memotong perkataan wali kelasnya. Pikiran Syahirah sudah tidak berada lagi di sekolah, melainkan ke ayahnya. Memikirkan banyak praduga-praduga yang buruk terjadi pada ayahnya.

"Ayah kamu, meninggal."

Syahirah langsung terkulai lemas dan jatuh terduduk dilantai begitu saja. Pikirannya kosong. Tatapannya tidak jelas karena tertutup air mata yang sudah terbendung. Ayah meninggal? Saat itu juga Syahirah langsung menangis. Menangis sejadi-jadinya membuat dirinya menjadi pusat perhatian. Wali kelasnya yang merasa kasihan langsung memeluk muridnya. Mencoba menenangkan Syahirah. Banyak teman-temannya yang keluar kelas hanya untuk melihat Syahirah atau lebih tepatnya ingin tahu siapa yang menangis sebegitu histerisnya.

***

Saat itu, Reno juga sedang berada disekolahnya. Reno sedang berada dilapangan. Wali kelasnya datang menghampiri Reno dan memberikan kabar, kalau ayahnya meninggal. Tanpa berkata apa-apa lagi, Reno langsung pergi begitu saja. Wali kelas dan guru olahraga yang sedang mengajar, memanggilnya. Seakan-akan pendengarannya sedang terganggu, Reno mengabaikan panggilan dari wali kelas dan gurunya.

Syahirah (COMPLETE) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang