Syahirah mengejar Nisya yang sudah keluar dari kafe. Syahirah berharap temannya itu masih berada disekitar kafe dan berharap belum pulang bersama Viko. Beruntung Nisya masih berada di sekitar kafe, Nisya dan Viko sedang mengobrol seseorang perempuan yang tak asing baginya. Alea. Tapi, tidak dihiraukan oleh Syahirah.
Syahirah berlari kecil menghampiri Nisya yang sedang mengobrol dengan Alea. "Nis," panggilnya.
Ketiga temannya itu menoleh kearah Syahirah. "Ada apa, Sya?" tanya Nisya.
Baik Viko, Nisya, maupun Alea melihat kedua mata Syahirah yang air matanya tak dapat terbendung lagi. Sepanjang jalan menuju toserba, Syahirah mencoba menahan air matanya supaya tidak jatuh membasahi pipinya.
"Lo kenapa Sya?" tanya Nisya khawatir sambil memegang kedua bahu Syahirah.
Syahirah menunjukan novel milik Nisya dan amplop berwarna biru di atas novelnya. Nisya terkejut melihat novelnya ada ditangan Syahirah. Sebenarnya bukan novelnya yang membuatnya terkejut, melainkan amplop berwarna biru tersebut. Bagaimana bisa Syahirah menemukan surat tersebut? Lalu Nisya beralih menatap ke Syahirah.
Dengan ragu Nisya pun bertanya, "Lo, udah baca suratnya?"
"Surat apa, Nis?" tanya Alea sambil membalikan badan Nisya agar temannya itu menatapnya. Nisya tidak menjawab. Nisya kembali menghadap ke Syahirah.
"Gue minta maaf, Sya." ucap Nisya tulus sekaligus merasa bersalah.
"Kamu bisa jelasin ini semua, Nis?" kata Syahirah sambil menatap kedua mata Nisya dengan lekat. Dia sungguh ingin Nisya menjelaskan semua ini sekarang juga. Viko dan Alea hanya menatap bingung kearah mereka berdua secara bergantian.
"Ada apa sih, sebenarnya?" tanya Alea yang begitu sangat penasaran. Tapi, tidak diindahkan oleh Nisya maupun Syahirah.
"Pada waktu itu. Selesai acara wisuda, Azki menemui gue dan menitipkan surat itu. Katanya, kasih surat itu setelah dia pergi dari Jakarta dan dia akan kasih gue kabar kalau dia sudah pergi. Gue enggak tau dia pergi ke kota mana. Tapi, sampai sekarang cowok itu belum ngasih kabar. Makanya gue enggak berani kasih surat itu ke lo. Dan sumpah demi Allah gue sama sekali enggak baca suratnya." Nisya menjelaskan semuanya.
Viko yang melihat Syahirah hampir terjatuh, dengan sigap memegang kedua bahu perempuan itu. Syahirah menyingkirkan kedua tangan Viko yang merangkulnya.
"Maaf, Viko. Bukan mahramnya," kata Syahirah. Viko pun menurunkan kedua tangannya dari bahu perempuan itu. "Aku ... pamit pulang dulu. Assalamu'alaikum," kata Syahirah lagi.
Setelah Syahirah pergi. Alea membalikan badan Nisya dan meminta penjelasan. Amplop biru yang sedang dipegang Nisya langsung diambil begitu saja oleh Alea. Alea membuka amplop biru itu dan membaca suratnya. Viko berdiri dekat Alea dan ikut membaca surat tersebut. Nisya diam mematung. Tidak memedulikan surat atau apapun. Yang dia khawatirkan sekarang adalah Syahirah.
***
Syahirah terus berjalan tanpa arah. Dia melupakan motor milik kakaknya yang sengaja dia titipkan ke tukang parkiran di tempat parkiran kafe tadi. Tatapan dan pikirannya kosong. Bibirnya terus mengucapkan istighfar. Rasa sakit dihatinya tidak dapat tertahankan lagi.
"Astaghfirullah. Ya Allah," Syahirah terduduk disebuah bangku panjang depan warung. Tangannya terus memukulkan dadanya agar rasa sakit dihatinya bisa hilang. Tapi, nyatanya masih terasa sakit. Dadanya sesak sekali.
Seharusnya dirinya tidak sesedih ini. Seharusnya dirinya memikirkan Aldo. Bukankah hatinya sudah dia mantapkan untuk laki-laki itu? Tapi mengapa hatinya sekarang menjadi goyah begitu saja hanya karena sebuah surat dari Azki?
KAMU SEDANG MEMBACA
Syahirah (COMPLETE) ✔
Teen FictionJodoh itu rahasia Allah. Tidak ada yang tahu siapa yang akan menjadi jodoh Syahirah nanti. Untuk pertama kalinya Syahirah jatuh hati pada si pemilik suara yang merdu saat bersalawat dan mengaji. Si pemilik suara merdu itu bernama Muhammad Nur Azki. ...