BAB 25 || SYAHIRAH

370 21 1
                                    

Aldo sudah mengenakan baju koko berwarna putih dan memakai peci yang senada warnanya dengan bajunya. Aldo terlihat tampan sekali. Wajahnya tampak berseri-seri.

Akan tetapi, wajah tegangnyanya tampak begitu jelas. Tidak bisa ditutupi dengan senyumnya. Senyumnya juga sebenarnya senyum yang menggambarkan bahwa saat ini dia sedang gugup. Dia dan keluarganya sudah berada diruang tamu rumah Syahirah. Bagi Aldo, satu minggu adalah waktu paling cepat baginya.

Selain ada Aldo dan keluarga. Dirumah perempuan itu juga ada Om Dani yang merupakan adik kandung dari almarhum ayahnya--beserta keluarganya, dan juga seorang tokoh yang mengerti agama yang ikut serta dalam acara ta'aruf saat ini.

Jika kalian bertanya di mana Syahirah? Perempuan itu berada di dalam kamarnya bersama Alea yang menemaninya. Syahirah duduk di atas kasurnya. Kedua tangannya dia tautkan sambil merapalkan doa-doa. Saat ini Syahirah sedang sama gugupnya seperti Aldo yang berada diruang tamu. Alea yang berada di dekatnya pun menggenggam kedua tangan Syahirah yang berkeringat dingin.

"Lo gugup, ya? Tangan lo sampe dingin begini." ujar Alea.

"Tentu saja aku gugup, Le. Bagaimana aku nggak gugup? Ini terlalu cepat bagi aku, Le."

"Iya gue ngerti." kata Alea. "Oh iya, Sya. Gue boleh nanya satu hal ke lo, nggak?"

"Apa?"

"Di hati lo, apa masih ada nama Azki?" tanya Alea.

"Astagfirullah, Le. Kenapa kamu bertanya soal itu di saat proses ta'aruf ini? Tentu saja tidak ada Azki di hati aku."

"Sedikitpun?"

Syahirah mengangguk. "Jujur, dulu iya. Sekarang enggak. Sudah lama aku melupakan dia."

Baru Alea ingin berbicara lagi. Pintu kamar Syahirah ada yang mengetuknya. "Ini mama, Sya."

"Masuk aja, ma. Enggak dikunci, kok." jawab Syahirah dari dalam kamar.

Mama masuk ke dalam kamar dan mengajak Syahirah untuk keluar. Menemui Aldo dan keluarganya. Alea mengikutinya dari belakang.

Syahirah berjalan menuju ruang tamu bersama mama dan Alea. Syahirah yang mengenakan baju gamis berwarna putih dan kerudung yang senada warnanya dengan bajunya pun langsung menjadi pusat perhatian. Aldo tidak berani menatap perempuan itu terlalu lama. Kemudian Alea duduk di sebelah Aldo sedangkan Syahirah dan mamanya duduk berseberangan dengan Aldo dan keluarganya.

"Baik, kita langsung saja ya ke acara intinya karena tadi sudah kita buka dengan membaca doa dan surat Al-Fatihah." kata ustadz yang datang bersama Reno dan keluarga.

"Jadi tujuan nak Aldo datang ke sini ada apa?" tanya om Dani selaku perwakilan dari keluarga Syahirah.

Aldo menatap Om Dani. "Saya datang ke sini ingin menta'aruf dan sekalian mengkhitbah Syahirah, om." jawab Aldo dengan lugas dan tenang meskipun aslinya dia tengah gugup saat ini.

"Nah, Syahirah silakan dijawab. Om serahkan semua sama kamu." kata om Dani yang membuat Syahirah semakin gugup.

"Jadi, gimana Sya?" tanya Reno yang duduk di sampingnya.

"Tapi, sebelumnya maaf. Syahirah kan masih kuliah, begitu juga dengan Aldo. Sejujurnya Syahirah belum siap untuk menikah terlalu dini karena Syahirah masih kuliah." ujar Syahirah.

"Iya, saya tau. Tapi, saya juga enggak masalah kok, kalo disuruh nunggu sampai lulus nanti. Nikah setelah wisuda enggak masalah kalo itu mau Syahirah." kata Aldo dengan dan yang begitu yakin. "Intinya, kalo Syahirah menerimanya, saya bersedia menunggu."

Syahirah lama terdiam. Memikirkan perkataan Aldo. Syahirah menatap sekililingnya. Orang-orang yang berada di sana, terutama Aldo, sedang menunggu jawaban darinya. Syahirah tidak bisa memberikan jawaban terlalu lama.

Syahirah mengangguk. "Iya, Syahirah mau menerima niat baik Aldo."

Aldo hampir berputus asa. Dia tidak menyangka Syahirah akan menerima dirinya. Sedetik kemudian, Aldo mengusap wajahnya. "Alhamdulillah."

"Alhamdulillah." kata kedua orang tua Aldo, keluarga Syahirah, ustadz, dan Alea bersamaan.

***

Aldo masih membayangkan Syahirah yang mengenakan gamis berwarna putih dengan kerudung yang warnanya senada dengan bajunya--duduk berseberangan dengannya. Cantik dan anggun. Terlebih lagi perempuan itu menerima khitbah dari dirinya.

Selesai acara, Aldo memberikan kotak kecil berwarna merah yang di dalamnya terdapat cincin emas. Syahirah membuka kotak tersebut. Butuh waktu beberapa saat dia memerhatikan cincin tersebut. Tidak lama kemudian, di saat itu juga Syahirah memakai cincinnya di hadapan semua orang termasuk dirinya. Betapa bahagianya Aldo hari ini.

Alea masuk ke dalam kamar Aldo dan mendapati laki-laki itu sedang berdiri di balkon sambil menatap langit. Alea berdiri di samping Aldo. Alea melihat Aldo sedang senyum-senyum seorang diri.

"Lo udah gila ya, Do? Malam begini lagi senyum sendirian." cibir Alea.

"Iya, gue emang udah gila. Lo baru tau? Huh?" jawab Aldo yang masih menatap langit.

"Gue ikut senang kalo sepupu gue senang. Selamat ya, Do. Syahirah mau menerima lo dan bersedia menikah sama lo, nanti." kata Alea.

"Iya, makasih." Aldo pun membawa Alea ke dalam pelukannya.

***

Syahirah masih tidak menyangka kalau Aldo-lah laki-laki yang datang ke rumah untuk menta'aruf dan mengkhitbah dirinya. Yang membuatnya lebih tidak menyangka lagi adalah dirinya yang menerima niat baik Aldo dan langsung memakai cincin pemberian dari laki-laki itu di hadapan semua orang.

Reno masuk ke dalam kamar adiknya setelah mengetuk pintu kamar adiknya. Reno melihat Syahirah sedang duduk melamun dibangku dekat meja belajarnya. Reno melangkahkan kakinya berjalan mendekati Syahirah yang sedang melamun sambil memandangi cincinnya yang melingkar dijari manisnya.

"Sya," panggil Reno sambil memegang bahu adiknya.

"Iya?"

"Sedang ngelamunin apa?"

"Enggak. Banyu sudah tidur, kak?" Banyu adalah anak dari om Dani.

Reno melihat kearah jari manis Syahirah. "Cincinnya bagus, ya? Pas sama jari kamu. Itu tandanya Aldo sangat mencintai kamu, Sya. Kamu beruntung memiliki Aldo dikehidupan kamu." Reno mengamit kedua tangan Syahirah dan menggenggamnya.

"Sya,"

"Iya kak?"

"Maafin kakak, ya? Belum bisa bahagiain kamu. Belum bisa jadi kakak yang baik sekaligus menjadi ayah buat kamu. Kakak harap, nanti Aldo bisa bahagiain kamu. Menjadi sosok yang bisa diandalkan."

"Kak Reno," Syahirah memeluk Reno erat. "Kakak jangan ngomong kayak gitu. Syahirah enggak suka sedih-sedihan kayak gini. Cukup waktu pas ayah meninggal saja aku nangisnya. Kakak jangan nangis lagi. Aku enggak suka lihatnya," katanya.

Mama yang berada di luar kamar Syahirah--mendengarkan percakapan antara Syahirah dengan Reno. Mama menangis. Tangisan bahagia bercampur haru. Bahagia melihat kedua anaknya yang sudah tumbuh besar dan saling menyayangi satu sama lain. Dan mama juga merasa kesedihan yang sebenarnya tidak dapat tergambarkan dengan kata-kata. Tidak lama lagi anak bungsunya akan tinggal bersama calon suaminya.

Jika suaminya masih ada saat ini. Pasti sangat bahagia sekaligus bangga melihat kedua anaknya sudah tumbuh dewasa, sangat akur dan saling menyayangi. Terutama kepada Reno yang sangat menjaga Syahirah. Pasti suaminya bangga sekali dengan Reno. Anak sulungnya.

Syahirah (COMPLETE) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang