BAB 19 || SYAHIRAH

370 23 0
                                    

Aldo mengantar Syahirah pulang sampai depan rumahnya. Aldo mematikan motornya dan menurunkan standar. Syahirah turun dari boncengan Aldo. Perempuan itu mengembalikan helm yang diberikan Aldo kepadanya.

Reno yang sudah rapih dan bersiap berangkat kerja pun melihat Syahirah yang sedang berbicara berdua bersama seorang laki-laki asing. Dia pun menghampiri adik perempuannya.

"Makasih ya, Do. Jadi ngerepotin kamu, kan." kata Syahirah.

"Enggak masalah, santai aja. Gue malah senang. Hehe ..."

"Sya," panggil Reno. Si empunya nama pun menoleh ke belakang. Mendapati Reno yang berjalan mendekat kearahnya. Begitu juga Aldo. Dia ikut melihat ke belakang Syahirah. "Lagi ngapain?"

"Kak Reno kenalin, ini Aldo." Syahirah mengenalkan Aldo ke kakaknya. Reno melihat kearah laki-laki yang tengah duduk di atas motornya.

"Lho, mas Aldo?" Reno terkejut. Reno mengira, Aldo itu bukan Aldo penumpangnya waktu itu. Ternyata Aldo yang pernah menjadi penumpangnya.

Aldo turun dari atas motornya dan menghampiri Reno untuk menyalimi punggung tangannya. "Mas Reno apa kabar?" katanya sambil tersenyum. Reno mengangguk. "Baik."

"Lho, kalian sudah saling kenal?" tanya Syahirah bingung. Aldo hanya menyengir yang membuat Syahirah semakin bingung. Lalu Syahirah menatap kearah kakaknya untuk meminta jawaban.

"Ya ...." Reno menggaruk pelipisnya yang tak gatal. "Waktu itu kakak kan dapet orderan. Terus dapat penumpangnya ya mas Aldo ini." jelasnya.

"Aldo aja, mas. Kan saya masih muda. Sebaya sama Syahirah. Eh, enggak deh, tuaan saya setahun." kata Aldo meralat panggilan Reno terhadap dirinya.

"Ohh ...." Syahirah mengangguk. "Kakak mau berangkat kerja?" tanya Syahirah mengganti topik pembicaraan.

"Iya, nih. Kalau gitu, kakak tinggal ya? Takut telat." Reno meninggalkan keduanya untuk mengambil motor yang masih ada di dalam rumahnya. Tidak lama kemudian Reno keluar sambil mengendarai motor dan dia pun pamit ke Syahirah dan juga Aldo

"Assalamu'alaikum." ucap Reno memberi salam.

"Wa'alaikum salam." jawab Syahirah bersamaan dengan Aldo.

Dugaan Aldo benar. Syahirah Nurmala itu adalah Syahirah yang kini sedang berdiri di depannya. Perempuan yang dia suka sejak pertama kali masuk SMA. Kata orang, itu namanya jatuh cinta pada pandangan pertama.

Syahirah melihat kearah Aldo yang sedang senyum-senyum sendiri. Membuat Syahirah bingung dan sedikit ngeri. Takut laki-laki itu kerasukan.

"Do?" Syahirah memanggil sambil tangannya melambai-lambaikan di depan wajah cowok itu. "Assalamu'alaikum, Do."

Aldo tersadar dari lamunannya. "Eh, lo tadi ngomong apaan?"

"Enggak ngomong apa-apa."

"Ya udah, gue pamit pulang dulu. Assalamu'alaikum." kata Aldo. Dia naik ke atas motornya dan menaikan standarnya. Kemudian menyalakan motornya. Aldo sempat melambaikan tangan sebelum melajukan motornya pergi meninggalkan Syahirah yang masih berdiri ditempatnya.

Setelah Aldo sudah benar-benar pergi. Barulah Syahirah masuk ke dalam rumahnya.

***

Aldo membanting celengan ayamnya di atas lantai. Lembaran-lembaran uang kertas mulai dari nominal sepuluh ribu hingga lima puluh ribu berserakan di lantai. Aldo segera mengumpulkan uang-uangnya.

Aldo pergi ke meja belajarnya untuk menghitung jumlah uang hasil tabungannya selama tiga tahun. Dia menabung uang karena memiliki satu rencana. Yaitu, membeli cincin emas untuk melamar seorang wanita yang dia suka.

Aldo punya suatu prinsip. Jika dia ingin melamar seorang perempuan, maka cincin emasnya harus dibeli dengan uang sendiri. Tidak boleh ada campur tangan dari orang tua. Meskipun uangnya berasal dari orang tua. Tapi, intinya adalah usaha sendiri. Setidaknya dia sudah berusaha sendiri untuk menabung. Berjuang menyisihkan uang jajannya. Selama bersekolah, dia rela untuk tidak jajan ke kantin. Dia selalu meminta dibawakan bekal setiap sekolah, demi membeli cincin emas.

Jujur. Menyisihkan uang jajan untuk menabung atau di simpan di dompet, tidak dihabiskan, sangatlah susah. Yang ada malah inginnya menghabiskan uang saja. Karena asal melihat barang yang menarik perhatian, tangan sudah gatal untuk membelinya. Tidak ada kata untuk tidak membeli dan uangnya yang awalnya berniat untuk ditabung pun habis begitu saja. Sia-sia dan akhirnya menyesal ketika uangnya sudah habis.

Aldo sudah selesai menghitung uangnya. Totalnya ada dua juta. Sekiranya cukup membeli cincin emas dua puluh empat karat yang tiga atau empat gram. Aldo tidak terlalu tahu berapa harga emas. Yang tahu soal perhiasan yang terbuat dari emas ataupun perak adalah perempuan. Jadi, Aldo kurang begitu tahu uangnya cukup atau tidak untuk membeli cincin yang dia inginkan.

Alea mengetuk pintu kamar Aldo. Setelah mendapatkan izin untuk masuk ke dalam. Barulah Alea membuka pintu kamar dan masuk ke dalam kamar Aldo. Alea langsung berbaring di atas tempat tidur Aldo.

"Lagi ngapain lo?" tanya Alea.

"Emang lo enggak liat gue lagi hitung uang? Terus ada pecahan tanah liat yang sudah mengeras berserakan di lantai?" kata Aldo sarkas. Alea langsung bangun. Memposisikan dirinya menjadi duduk di pinggiran kasur.

"Lo mecahin celengan ayam kesayangan lo?" tanya Alea tidak percaya. Aldo mengangguk. "Do, gue di belakang lo. Jangan munggungi gue. Gue lagi enggak ngomong sama tembok, ya!"

Aldo berdecak dan berbalik menatap Alea. Perempuan itu melihat lembaran-lembaran uang kertas berwarna-warni di tangan Aldo. Uangnya ada yang berwarna ungu, hijau, dan biru. Ada juga yang berwarna merah muda, tapi hanya beberapa lembar saja.

"Buat apa lo mecahin celengan lo? Emang lo lagi butuh uang banget? Kan lo bisa minta ke bokap lo? Biasanya kan juga gitu." cerocos Alea. Lebih tepatnya mengomeli Aldo.

"Berisik deh. Ini uang buat beli cincin."

"What?!!" Alea berdiri.

"Enggak usah drama gitu, deh. Biasa aja."

"Lo beli cincin buat ngelamar siapa? Huh? Syahirah?" tanya Alea sarkas. Aldo mengangguk. "Lo gila ya, Do?! Kita aja baru masuk kuliah dan lo mau ngelamar Syahirah?!"

"Kenapa? Salah?"

"Ya enggak salah, sih. Cuma ya lo mikir dong, Do! Kita tuh masih disebutnya anak SMA! Masa iya lo mau nikah muda? Segitu cintanya lo sama Syahirah?"

Aldo berdiri. "Lo kenapa, sih? Kayaknya enggak suka banget sama Syahirah? Dia kan temen lo! Sahabat lo! Dan gue ini sepupu lo! Tapi, kenapa ngelarang gue bahkan menentang gue sama Syahirah?"

"Bukan begitu. Maksud gue, gue enggak habis pikir aja sama lo! Lo baru masuk dunia perkuliahan dan lo juga masih proses mengenal orang-orang baru. Banyak perempuan di luar sana! Emangnya lo enggak mau kenal sama cewek lain selain Syahirah?"

"Kalau hati gue. Bukan. Kalau cinta gue udah jatuh ke Syahirah, gimana? Bagaimanapun cuma Syahirah yang gue lihat!"

"Sinting lo, Do! Lo benar-benar diperbudak cinta! Dibutakan cinta! Dasar Aldo bucin!" Alea keluar dari dalam kamar Aldo. Saat itu, Alea benar-benar terbawa emosi. Dia kesal-sekesalnya pada Aldo yang sudah dibutakan oleh cinta.

Aldo duduk di atas kasurnya sambil mengusap-usap wajahnya dengan gusar. Dia menghela nafas gusar. Dia tidak pernah mengerti dengan sepupunya itu. Mengapa Alea sangat tidak suka jika dirinya dengan Syahirah? Aldo benar-benar bingung dengan Alea.

Alea kembali ke kamar Aldo. Tapi, dia tidak masuk. Dia berdiri di ambang pintu kamar Aldo sambil bersender pada pintu dan tangannya dia lipat di depan dada. "Terus bokap lo udah tau soal ini semua?" tanyanya. Aldo mengangkat wajahnya. Menatap kearah Alea.

"Belum. Gue belum ngomong ke bokap tentang rencana gue ini."

Alea berdecak kesal. Dia menurunkan tangannya. Tidak lagi bersidekap. "Lo benar-benar sinting, Do!" katanya sambil jari telunjuk kanannya menunjuk Aldo dengan sarkas.

"Dasar, Queen drama!" Teriak Aldo saat Alea berlalu pergi begitu saja dari kamarnya.

Syahirah (COMPLETE) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang