Real date

228 42 7
                                    

Semilir angin berhasil membuat kaki yang hanya terlapis stocking tipis ini kedinginan, Jung Ho telah melangkah jauh di depanku.

Jika aku menggunakan soft jeans-ku aku pasti akan mengejarnya dari tadi. Entah kenapa kakiku rasanya ingin membeku saja.

Merasa tidak ada yang mengikutinya atau tanda-tanda keberadaanku tidak terdeteksi, ia menghentikan langkahnya dan berbalik.
Ia berkacak pinggang.

“Kau seperti siput, cepatlah!”
Aku menggerutu di dalam hati, aku kira setelah keluar dari toko buku aku akan segera merasakan empuknya ranjang di kamarku, yah... karena sebelumnya aku sudah menduga akan seperti itu.

Oh Tuhan, di sini sangat dingin, serius.

Kenapa tidak membawa mobil kesini? Kenapa harus berjalan kaki?

Sialnya aku lupa membawa benda kesayanganku;headphone-ku. Sebenarnya berapa jauh lagi aku harus berjalan?

Pohon-pohon di sekitarku hanya tinggal cabang dan rantingnya saja, angin-angin nakal kerap kali menggangguku, menggelitik kaki pendekku.
Aku menghela napas kesal.

Samar-samar aku mendengar teriakan serta suara tawa yang nyaring, aku mempertajam pendengaranku.

Maksud dari kata ‘bermain’ yang diucap Jung Ho di toko buku tadi bukan seperti itu ‘kan?

Nyatanya, itu semua benar.

Jung Ho berlari-lari kecil menghampiri segerombolan anak kecil dengan jaket tebal itu, kembali aku melirik kakiku sendiri, seharusnya aku menggunakan celana panjang.

Aish!

Hyung!” (Panggilan oleh laki-laki untuk laki-laki yang lebih tua)

Oppa!” (Panggilan oleh perempuan untuk laki-laki yang lebih tua)

Suara cempreng nan nyaring itu menyambut Jung Ho sekaligus menyakiti telingaku yang malang—karena aku berada tepat di samping anak perempuan dengan jaket merah muda ini.

Aku mengusap-usap telingaku seraya menggerutu pelan.

Pipinya yang tembam— kemerahan akibat udara dingin—tertarik keatas karena ia tersenyum sangat lebar.

Jung Ho akhirnya berjongkok dan alhasil anak-anak itu menyerbu untuk memeluknya, kembali aku menghela napas.

Mereka mengabaikanku.

•••


Jung Ho terlihat unggul dalam permainan sepak bola yang tengah mereka mainkan;segerombolan anak-anak itu.

Kami para gadis duduk di sebuah bangku kayu bercat putih yang telah usang—menunggu dan menonton permainan sepak bola yang tentunya tidak seimbang itu.

Yang tengah duduk di sampingku adalah Kim Ha Ra dan yang sedari tadi sibuk dengan bunga-bunganya—entah apa yang dilakukannya—itu bernama Ahn Mi Rae.

Ha Ra sangat antusias menonton pertandingan sengit di depannya.

“Jung Ho oppa hanya milikku.” Refleks aku menoleh menatapnya, ia balas menatapku lalu tersenyum lebar, “Aku akan menikahinya suatu saat nanti!” Ha Ra kembali berseru dengan semangat, di matanya memancarkan kilatan ringan dan berbinar.

Aku berusaha keras menahan tawaku, aku mengusap-usap dagu dan pura-pura berpikir, “Bagaimana ya... Jung Ho oppa tidak suka dengan gadis yang cengeng.”
Aku meliriknya sekilas, Ha Ra terlihat menundukkan kepalanya seolah sadar bahwa aku telah menyinggungnya.

Tiba-tiba ia menegakkan kepalanya dan mengepalkan tangannya, “Ha Ra tidak akan cengeng lagi, Ha Ra berjanji! Eonnie mendengar janjiku ‘kan? Eonnie akan menjadi saksinya.” (Panggilan oleh perempuan untuk perempuan yang lebih tua)

Kembali matanya berbinar-binar setelah mengucapkan kalimatnya itu, aku berusaha dengan sekuat tenaga agar tidak tertawa.

Tiba-tiba Ha Ra menarik senyumnya dan cemberut, “Jung Ho oppa pasti menyukai gadis cantik. Tapi Ha Ra tidak cantik.”

Aku mendekat dan menyentuh puncak kepala milik Ha Ra, menyelipkan beberapa helaian rambutnya ke belakang telinganya. “Ha Ra-ya, jika cantik adalah segalanya bagi Jung Ho atau yang lainnya. Tidak akan ada orang baik lagi ‘kan? Mereka akan merubah diri mereka menjadi cantik bagaimanapun caranya. Egois bukan?”

Bodohnya aku, kenapa aku mengatakannya kepada anak kecil yang masih polos?

“Ha Ra pikir mereka bukan hanya egois, mereka juga tidak bersyukur ‘kan eonnie?” kilatan itu tidak terlihat lagi, manik mata itu tetap hitam tidak lagi berbinar—ia mengatakannya dengan apa adanya.

Aku tercenung, lalu sedetik kemudian tersenyum kecil—sebelah tanganku mengelus-elus lembut kepala Ha Ra. “Seperti itulah,”

“Baiklah Ha Ra tidak apa-apa jika tidak cantik yang terpenting adalah Ha Ra tidak jahat dan tetap bersyukur. Kata ibu guru orang yang selalu bersyukur adalah orang yang baik. Artinya Ha Ra adalah orang baik, ‘kan eonnie?”

Aku tersenyum lebar, “Aigoo, Ha Ra sangat pintar!”

Aku mengacak-acak rambutnya gemas. Pipinya berubah kemerahan karena terlalu banyak tertawa.

Kawanan pemain sepak bola itu kembali dengan keringat yang bercucuran lalu yang terlihat seorang anak laki-laki yang berperawakan tinggi berlari kecil menghampiri kami dan menyerahkan sekantong plastik yang berisi beberapa botol kecil jus jeruk dingin.

Jung Ho meneguk minuman kurang dari lima detik, kelihatannya permainan itu membuatnya menghabiskan stok tenaganya.

Aku mengambil sebotol jus itu, membukanya untuk diserahkan kepada Jung Ho. Saat Jung Ho hendak mengambilnya, Mi Rae tiba-tiba memeluk leherku seraya memasang sebuah flower crown di kepalaku—otomatis minuman itu tumpah tepat di atas rokku. Aku berjengit menahan sensasi dingin yang menusuk.

Jung Ho diam tidak berkutik.

Mata Mi Rae tampak berkaca-kaca dan hendak menangis, aku berkata tanpa suara kepada Jung Ho 'Bagaimana ini?' dan dijawab gelengan polos oleh Jung Ho.

Buru-buru aku tersenyum dan mengatakan bahwa aku tidak apa-apa, dan ternyata tidak mempan. Segera aku memutar otak—mengambil flower crown sederhana di kepalaku, “Indah sekali, bagaimana cara membuatnya?”

Ternyata berhasil, Mi Rae perlahan-lahan mengangkat kepalanya dan terlihat ingin mengutarakan sesuatu. “A-aku membuatnya dengan akar-akar tumbuhan merambat itu.”

Aku tersenyum lalu menangkup kedua pipi Mi Rae, “Terima kasih, ini sangat indah.” Mi Rae mengangguk—tanganku terangkat untuk mengelus puncak kepalanya.

“Berikan aku senyuman.” Mi Rae tersenyum malu-malu lalu membungkuk dalam, aku menepuk-nepuk pundaknya lalu tersenyum.


Jung Ho mengisyaratkan bahwa kita harus segera pulang—kami pun berpamitan dengan anak-anak itu.

To be continued

Yahuuuu~ author back!
Kesian si Jang Mi roknya jadi basah gara² jus jeruk😂😂
Keep vomment ne yeorobun-deul~
Saranghandaaaaa~♡😚😚

Save Me ; JJK  [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang