35 - Sejenak

1.7K 126 6
                                    

Kata sejenak mengandung banyak arti yang mampu membuat seseorang mengimplementasikan dalam hidupnya untuk waktu sebentar. Sejenak melupakan permasalahan dalam hidup, sejenak tidak besikap egois, dan sejenak berfikir bagaimana kelanjutan hubungan ini akan berujung.

Author Pov

Tangan Alisha menyentuh air kolam renang di rumahnya. Ditatapnya datar air berwarna biru muda dihadapannya. Kini tatapan kosong dari mata indahnya seakan mencerna berbagai kisah hidupnya yang penuh dengan kebimbangan dalam jiwa. Satu persatu masalah datang silih berganti, perihal masalah keluarga bahkan asmara sekalipun. Mami Alisha sudah satu bulan terakhir ini di bawa ke Rumah Sakit Jiwa, ralat tapi ke Rumah Pengobatan karena Alisha sangat membenci kata RSJ. Baginya sang mami tidak mengidap penyakit jiwa hanya saja trauma yang mendalam ketika ditinggalkan putri kesayangannya. Satu hal yang Alisha tak mengerti dari papinya yaitu dia sama sekali tidak mendapat kabar apapun perihal maminya. Bahkan yang lebih parahnya Alisha tidak diizinkan bertemu dengannya. Peraturan macam apa yang melarang seorang anak bertemu dengan ibunya sendiri.

Bulir bening lolos dari pelupuk matanya.

"Ya Allah kenapa hidup Qory seperti ini. Ampuni hamba yang selalu mengeluh, tapi hamba tidak ingin berpisah sama mami. Pih, kenapa papi malah bersikap demikian yang bikin aku tambah yakin mami gak pernah sayang sama aku. Hiks... Lardo gue butuh lo sekarang."

"Non!" Alisha menoleh ke sumber suara dan mendapati bik Titin yang tengah berdiri.

Alisha menyeka air matanya secepat kilat. "Iya bik, kenapa?"

"Diluar ada den Lardo non. Katanya mau ketemu." Ucapnya sembari tersenyum.

"Oh, suruh dia ke sini aja ya bik. Makasih." Jawab Alisha di sela tangisnya. Pandangan Alisha kembali ke arah kolam renang.

"Baik non Qory." Jawabnya dengan mengangukkan kepalanya samar.

*

"Lish!" Alisha tak menggubris panggilan itu. Lardo menghampiri Alisha di tepi kolam.

"Alisha Ma Petit!" Bisik Lardo tepat di daun telinga gadis itu.

"Ya ampun Lish. Gua panggilin diam aja lo. Ya kali pacar gua tuli sekarang. "

Alisha tak menoleh sedikit pun tapi dari sudut matanya ia menangkap mimik wajah Lardo yang sangat menggemaskan dengan mencebikan bibirnya yang seksi.

"Lo masih marah apa ya. Kan kemarin gue bilang bercanda Lish. Lebay lo ah, gua wa gak di baca, bbm, dm, sampe gua telfon gak diangkat juga. Mau lo apa dah, bingung gue sama cewek serba salah njir. Gak dihubungi salah katanya menel sama cewek lain giliran udah mah dicuekin." Lardo mendesah kesal.

Kaki Alisha ia turunkan hingga menyentuh air, Lardo yang melihatnya pun ikut menurunkan kakinya.

Alisha menunduk dan kini air mata sudah membasahi wajahnya. Lardo tampak bingung melihat kekasihnya yang seketika menangis.

"Yeh, gak ada angin, gak ada ujan lo malah nangis. Kenapa lagi sih Petit. Kayaknya benar dugaan gua ya. Kalau hobi lo itu nangis." Lardo terkekeh geli.

"Cup, cup. Cewek emang gitu ya. Diam kek patung lama-lama nangis. Kode yah minta dipeluk sama gue." Lardo menangkup kedua pipi Alisha dan merengkuhnya kedalam dekapannya.

Tangis Alisha semakin pecah, ia sesenggukan sembari mengelap ingus di baju Lardo.

"Yah Lish. Jangan dibaju gue dong. Ih, gapapa dah asal lo gak nangis. Jujur gue gak suka liat lo nangis tapi gue juga bukan tipikal orang yang bisa nenangin cewek nangis. Gimana dong Lish."

Suara isakan Alisha terdengar jelas di telinga Lardo membuatnya semakin mengeratkan dekapannya.
"Lish lo cerita ya sama gue. Kalau gue salah, oke Lardo minta maaf yah. Tapi jangan nangis lagi. Nanti kalau papi lo tahu yang ada gue dikira macem-macem."

"Do!" Suara Alisha terdengar lirih.

"Iya sayang. Aku di sini."

"Emangnya gue gak pantes ya jadi anak yang baik."

"Maksudnya? Gue gak paham. Coba lo tenang dulu ya." Lardo mengurai pelukan itu.

"Iya, papi gak bilang ke gue kalau mami mau dibawa ke tempat pengobatan dan tinggal di sana. Udah sebulan Do, gue pikir bakal balik lagi ternyata engga. Dan lo tahu, gue gak boleh ketemu sama dia Do. Hiks..."

"Engga Lish, lo itu anak yang baik. Mungkin papi lo punya alasan sendiri. Jangan berfikiran yang buruk. Ini juga demi mami lo kan."

Alisha menangis tergugu. Ia menutupi dengan kedua tangannya. "Yah salah ngomong apa ya gue. Maaf Lish, aduh gimana ini. Emang gak bakat gue jadi seorang penghibur. Alisha sayang udah ya nangisnya. Main yuk sama Lardo."

Alisha menampar pelan pipi Lardo. "Lo gak tahu Do jadi gue itu gimana. Gue sayang sama mami. Lo sama aja kayak papi. Gak ada yang mikirin gue. Gue lagi sedih malah diajak main. Dasar sarap lo. Hiks..."

"Lo PMS ya Lish?"

"Bego, nih mulut keceplosan. Alisha bakalan ngamuk nih." Batin Lardo.

"Iya emang kenapa?" Jawab Alisha ketus.

"Eh buset cewek gue galak kalau lagi PMS."

"Do!"

"Iya Lish."

"Sekarang hubungan kita gimana sih?"

"Gimana apanya? Ya pacaran lah. Pikun lo abis nangis."

"Pacaran tapi lo masih tunangan sama Carissa." Alisha tertawa hambar.

"Lish lo dengar ya mau gue tunangan sekali pun hati gue tetap ke lo lah. Percaya sama gue ya, jangan pernah ragu!" Lardo menghapus sisa air mata Alisha.

"Gak semudah itu Do. Kalau gitu gue dong yang salah sekarang. PHO."

"Engga Lish. Karena lo pacar gue sebelum gue tunangan. Lo jangan gitu dong Lish."

"Ya gimana Do. Gue cuma perempuan biasa yang butuh kepastian. Gue udah lakuin apa mau lo. Terbuka dengan hubungan kita. Tapi lo gak lakuin apa-apa buat gue." Ucap Alisha tegas.

"Iya Lish. Gue minta maaf. Oke, gue bakal temui papi sekarang dan batalin pertunangan ini ya. Kalau perlu gue rekam biar lo percaya Petit. Tapi lo jangan marah lagi sama gue. Cukup Lish kita berantem mulu. Gue gak mau kehilangan lo. Gue gak peduli semarah apapun bokap gue, yang penting lo selalu ada disamping gue." Lardo menggenggam erat tangan Alisha.

Alisha terharu mendengar penuturan Lardo. Alisha tahu dia makhluk egois saat ini karena tidak memikirkan nasib perusahaan keluarga kekasihnya. Tapi Alisha juga tidak ingin hubungannya diambang kehancuran tanpa sebuah kepastian.

"Makasih Do. Gue tahu gue egois Do. Maaf."

"Engga Lish. Lo berhak karena lo itu pacar gue." Lardo mencium punggung tangan Alisha cukup lama.

"Jangan punya pikiran buat pergi dari gue ya Do. Gue gak mau."

"Gak akan Lish. Lo juga gak boleh sedikit pun ragu sama gue."

"Kita harus mulai dewasa sekarang. Jangan ngambek lagi, marahan, apalagi minta putus. Sejenak jadi manusia yang lbih baik lagi. Gue mau hubungan kita langgeng sampai kakek nenek."

"Ketinggian lo Lardo. Jalani aja dulu, ya walaupun gue juga maunya gitu." Alisha terkekeh.

"Sama kan lo juga. Muna dasar. Dan janji sama gue jangan nangis mulu. Gak cape mata lo. Mendingan senyum terus kayak gue. Ada masalah tetap tersenyum lebar." Lardo tersenyum lebar membuat Alisha pun tersenyum manis.

"Iya bawel." Alisha mencubit pipi Lardo gemas.

Guys udah part 35 ternyata. So, jangan ada pembaca gelap ya. Voment bisa kali buat aku tambah semangat lanjut. Aku mau tahu respon kalian untuk Trust Me seperti apa. Mau dilanjut atau stop langsung ending tanpa konflik. Maaf ya bukan author baper tapi emang lagi banyak tugas juga. Aku udah sempetin lanjut cerita ini tapi kalian gak pernah ada yang respon. Makasih buat kalian yan udah mau voment. Yang lain nyusul ya. Aku gak lanjut cerita ini dalam waktu dekat kalau kolom coment masih sepi. Sorry ya kesannya maksa. Cuma aku rasa 35 part itu panjang loh. Author Berlembar-lembar ngetik loh, gak ada salahnya kan tinggalin jejak mulai dari sekarang. Heeee... Makasih semua, maaf ya sekali lagi. Eu de te amo! Jangan lupa follow.
T.B.C

Dania_Zu1

Trust MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang