Setiap kali aku mencerna kedekatanku padanya dan yakin akan ketulusan di raut wajahnya tapi mengapa kau goreskan keraguan dalam hatiku yang menghantui fikiran dan hati ini karena menunggu kepastian.
Author Pov
Cuaca hari ini terlihat mendung, langit berubah gelap abu-abu tak lagi terang benderang menyelimuti aktivitas manusia. Semilir angin menerpa wajah cantik Alisha yang sedang menunggu seseorang di parkiran sekolah. Rintik hujan turun membasahi setiap titik kehidupan di bumi. Air yang semula hanya rintikan kecil nan deras berubah menjadi siraman air bak guyuran. Alisha menepi di dekat pohon yang ada di parkiran, jujur saja Alisha takut berteduh di bawah pohon, namun hanya itu satu-satunya tempat terdekat untuk berlindung dari dinginnya air hujan. Sesekali terdengar suara langit yang menggelegar membuat Alisha terusik karena rasa takutnya terhadap petir. Alisha menutup kedua daun telinganya kala suara itu kembali menggema. Dapat Alisha rasakan denyutan jantungnya memompa lebih cepat, tubuh mungilnya meringkuk di bawah pohon besar. Kedua tangannya di lipat di depan dada untuk menghangatkan tubuhnya yang menggigil.
Entah kenapa setiap kali hujan turun Alisha meneteskan bulir bening dari pelupuk matanya. Sudah ribuan kali pula Alisha bertanya pada dirinya sendiri apa yang sebenarnya terjadi pada hatinya. Rasanya dada Alisha di hujam batuan kerikil yang walaupun kecil sangat menyakitkan. Alisha tidak paham dengan keadaannya sendiri, mencoba berpikir ada peristiwa apa yang terjadi padanya di saat hujan turun. Hening, tak ada jawaban dalam hati dan pikiran Alisha. Keduanya berkecamuk mencari kepastian akan kebiasaan aneh yang selalu datang kala hujan turun.
Orang bilang hujan itu menyenangkan, menari di bawah siraman air hujan tanpa beban, namun bagi Alisha hujan suatu hal yang tidak di inginkan olehnya. Jujur, Alisha pun seperti kebanyakan orang yamg menanti hujan karena tersimpan banyak panorama keindahan peristiwa hujan. Tapi kebiasaan menangis Alisha saat hujan turun menjadi tanda tanya besar dalam benaknya yang kini masih menjadi teka-teki.Alisha menghirup dinginnya udara yang menerpa beberapa helai rambutnya. "Ya Allah kenapa dari kecil aku selalu nangis ga jelas saat hujan. Perasaan aku selalu sedih entah kenapa? Ada apa sebenarnya. Seperti ada sesuatu yang aku tahu penyebabnya, tapi apa?"
Pak Udin penjaga sekolah menghampiri Alisha. "Kamu Alisha kan?"
Aku mengangguk samar.
"Kamu belum pulang? Emang belum di jemput nak? Jangan berteduh di sini. Bahaya lho." Suaranya sedikit ia keraskan agar tidak kalah dengan suara gemercik air hujan.
"Belum. Aku nunggu Lardo. Pak Udin lihat dia ga?"
"Oh Lardo. Tadi saya lihat dia naik ke atas gedung sekolah."
"Gedung sekolah?"
"Iya. Ayo pindah jangan di bawah pohon!" Pak Udin membawa Alisha ke dalam sekolah mengenakan payung.
---
"Ngapain coba si lardo. Ga inget mau anterin gue pulang apa. Rese dah ni orang. Ihhh, gue kedinginan banget lagi." Alisha menggosok-gosokkan kedua tangannya demi mencari titik kehangatan
"Apa gue ke atas aja ya. Nyusul dia, toh ujannya juga udah reda. Nunggu di sini sekolah udah sepi, takut."
Alisha berjalan menyusuri koridor sekolah menuju gedung atas sekolah.
Alisha mengatul bibirnya dengan kedua tangan. Bulir bening lolos dari pelupuk matanya. Sakit, perih, kecewa, itu yang Alisha rasakan saat ini. Tepat di depan mata kepalanya sendiri seseorang yang ia cinta tengah berciuman dengan perempuan lain.
Alisha menggelengkan kepala tidak percaya akan hal yang baru saja ia saksikan. Bahkan suara isak tangisnya pun seakan enggan keluar dari rongga mulutnya karena saat ini hati Alisha bak tertusuk duri kaktus yang siap menusuk dinding pertahanan lapisan hatinya.
Kenapa lo lakuin ini ke gue Do. Gue emang bukan pacar lo, tapi selama ini lo anggep gue apa? Cuma sekedar pelarian lo. Munafik lo Lardo, lo bilang lo ga suka sama Carissa. Tapi nyatanya. Bullshit, gue benci sama lo.
Napas Alisha bergemuruh seperti karang yang terhempas oleh ombak.
Prang...
"Ahh. Kenapa ada kaleng di sini." Maki Alisha saat kakinya menyentuh kaleng.
"Alisha." Lardo memanggil tapi secepat mungkin Alisha berlari tanpa menolehnya.
Carissa mencekal tangan Lardo saat ingin mengejar Alisha.
"Lo ga boleh tinggalin gue. Atau gue-"
"Lo mau loncat silahkan. Gue kenal lo Car. Asal lo tahu gue cinta sama Alisha dan lo udah bikin hubungan gue sama dia jadi berantakan. Gue ga mau tahu besok lo jelasin ke Alisha kalau lo yang cium gue duluan."
Lardo pergi meninggalkan Carissa."Awas aja lo Do. Gue pastiin lo bakal tambah jauh sama si cupu itu."
---
Alisha terus berjalan menyusuri koridor sekolah sembari menangis di ikuti oleh Lardo yang tengah berlari kecil mengejar langkahnya.
"Alisha tunggu! Gue mohon stop." Lardo mempercepat laju jalannya.
Dengan sekali tarikan Alisha berbalik badan menghadap Lardo.
"Lepasin tangan gue Do!" Ucap Alisha sembari meronta.
"Ga akan sebelum gue jelasin ke lo."
"Jelasin apa Do, hah? Mau jelasin kalau gue itu cuma bonekanya lo yang sesuka hati lo bisa lo mainin, iya? Gue sadar diri Do selama ini kita cuma pacaran pura-pura tapi lo ga bisa giniin gue karena..." Ucapan Alisha terhenti.
"Karena lo juga cinta sama gue."
Alisha tertawa hambar. ""Cinta lo bilang. Cinta yang buat gue bodoh dan rendah kayak gini di depan cowok? Cinta yang katanya bikin hidup jadi lebih berwarna indah tapi nyatanya gelap. Ga ada apa-apa? Mulai sekarang gue bukan pacar pura-pura lo lagi Do. Lo bebas oke." Alisha berhasil melepas cekalan tangan Lardo.
"Tapi Lish gue mohon. Tadi dia yang cium gue duluan. Dan lo liat gue ga respon sedikit pun kan? Gue mau lepasin tapi keburu lo dateng Sha. Please Trust me okay?" Lardo menatap Alisha sendu.
Alisha tersenyum simpul. "Lo ga salah Do. Maaf, tapi sekarang ini gue mau sendiri. Lo ga tahu gimana rasanya terluka untuk yang kedua kalinya. Ini jauh lebih sakit saat mantan gue yang minta putus di saat gue terpuruk. Cinta tanpa kepastian itu seperti seorang pendaki gunung yang susah payah mendaki penuh rintangan tapi belum tentu mencapai puncak. Artinya, ini jauh lebih sulit dari pasangan yang menjalin hubungan sudah tentu bersama sedangkan hubungan tanpa status itu ga ada tujuannya selain sama-sama terluka nantinya." Alisha berbicara dengan raut wajah yang sedih meskipun sadar kalimat itu tak seharusnya terlontar dari bibirnya tapi alasan tingkat kegelisahannya menuntut banyak hal termasuk jujur dengan perasaannya yang mulai jatuh cinta pada sosok lelaki di hadapannya.
Lardo memeluk Alisha. "Maafin gue Lish. Gue tahu gue salah tapi mohon jangan marah ya. Tadi dia coba bunuh diri. Gue ga tega. Gue bisa rasain gimana perasaan lo. Gue takut memulai hubungan di saat lo belum bisa sepenuhnya move on. Gue takut Qory. Maaf." Alisha mengurai pelukan mereka.
"Kita ga salah Do. Gue harap kita bisa lebih dewasa dan lo ga perlu pikirin gue. Gue percaya lo, tapi maaf gue ga bisa terlalu dekat lagi sama lo. Sekarang gue mau tenang tanpa sakit sedikitpun dan terulang masa lalu. Makasih buat semuanya." Alisha mencium kening Lardo sesaat lalu pergi meninggalkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trust Me
Ficção AdolescenteAlisha Corinna Myesha yang tengah mencoba memantapkan hati untuk bertahan dengan penampilan Nerd Girl harus dihadapkan dengan masalah, salah satunya oleh anak pemilik Emery's School Jakarta, tepatnya sekolah baru bagi Alisha. Karena ulah Lardo yang...