46 - Maaf Qory

1.5K 83 17
                                    

Aku memang pengecut karena yang mampu keluar dari bibirku hanyalah ucapan maaf yang kutahu kau sangat membenci kata itu terlebih tanpa aku memperjelas segalanya.

Lardo Pov

Perasaanku semenjak hari itu benar-benar hancur dan kacau. Tak ada sedikit pun keinginanan hatiku untuk menyakitinya tapi kenyataannya kini aku sangatlah kejam. Kebohongan yang selama ini aku sembunyikan darinya ternyata dapat ia ketahui dan sialnya fakta tersebut bukan keluar dari bibirku sendiri melainkan orang lain yang sudah barang tentu kekecewaan Alisha padaku bertambah kali lipat. Tak mengerti lagi harus dengan cara apa aku menjelaskan semua yang mengganggu pikiranku selama ini karena jika Alisha telah mengetahui itu maka dia akan berlarut sedih kemudian tidak menutup kemungkinan dia kembali menyalahi diriku. Sudah cukup aku menorehkan luka pada gadisku ini. Rasanya melihat dia menangis serta marah padaku seperti tamparan keras yang siap membuat pukulan telak bagi relung hatiku karena sorot matanya yang sendu kian membuatku semakin bersalah.
Seandainya waktu bisa terulang ingin rasanya aku menghindar dari pesonanya saat itu. Mengapa fakta mengejutkan itu baru kusadari setelah aku benar adanya menaruh perasaan padanya dan tak ingin melepaskannya. Alisha seorang gadis pertama dalam hidupku yang berhasil meruntuhkan pertahanan dinding hatiku untuk dengan mudahnya masuk dan tetap tinggal di sana. Sikapnya yang tegar dalam menghadapi masalah serta tingkah konyolnya yang selalu membuatku gila karenanya. Dia mampu merubah sikapku dan memberi warna dalam hidupku.

Sudah tiga hari setelah Alisha mengakhirkan hubungan asmara antara aku dengannya. Tapi rasanya sampai kapan pun hati ini tak akan pernah bisa berpaling seakan takdir merestui hubungan kita tapi nyatanya sulit untuk menggapaimu lagi. Sesuai janjiku padanya bahwa aku akan pindah tempat duduk untuk menjaga jarak dengannya tapi ternyata wali kelasku tak mengizinkan karena sudah ketetapan mutlak yang tidak bisa diganggu gugat.

Bel sekolah berbunyi.
Semua murid berhamburan masuk ke dalam kelas masing-masing. Tapi tidak denganku yang berjalan dengan langkah gontai ke dalam kelas. Pikiranku terus berkelana dan mencecar apa yang akan Alisha lakukan jika tahu aku tak bisa menepati janjiku.

Alisha tampak membaca buku Sejarah tapi tetap saja pandangannya tak ia fokuskan pada buku itu. Alisha kemudian merogoh saku baju seragamnya
untuk mengambil ponsel lalu ia  tersenyum. Apa semudah itu ia melupakan semua kenangan
kita dan menggantikannya dengan sosok lelaki lain.

Aku menghela nafas berat.
"Aku harus siap buat terima kenyataan kalau kamu bukan milik aku lagi Petit." Aku tersenyum simpul.

Aku memberanikan diri duduk disampingnya. Alisha sekilas menoleh ke arahku dengan tatapan tajam lalu kembali fokus dengan ponselnya.
"Maaf!" Ucapku tulus.

Alisha tampak cuek dengan ucapanku dan ia masih saja asyik dengan ponselnya. Sudah kuduga pasti itu orang yang berusaha mendekatinya. Alisha gadis yang cantik, baik, lucu, pintar dan pasti selama kita pacaran banyak yang mengantri Alisha putus denganku.

"Lish!"

Alisha menatapku lekat.
"Kenapa? Mau jelasin kalau lo gak bisa tepatin janji lo sama gue. Iya?"

"Tapi ini udah kebijakan sekolah Petit."

Alisha tersenyum miring.
"Ya ya ya. Emang dasarnya lo itu cowok pengecut Do."

"Maaf Lish."

"Cuma bisa bilang maaf doang ya lo. Basi tahu gak, satu lagi Do. Lo jangan pernah panggil gue Petit lagi. Muak gue sama lo." Alisha memalingkan wajah cantiknya dariku.

Aku hanya terdiam. Entah sampai kapan hubunganku dengannya renggang seperti ini. Jujur sekali aku tak akan sanggup merasakan perubahan sikapnya itu tapi aku tak ingin jadi orang yang egois. Ini kesalahanku dan aku pula yang harus bertanggung jawab untuk itu.

"Alisha nanti pulang sekolah aku mau ngomong sama kamu. Bentar aja. Please!" Aku memohon padanya.

"Buat apa?" Tanyanya dingin tanpa menoleh sedikit pun.

"Soal Dania dan Abi."

"Gak ada yang perlu dibahas lagi."

"Tapi mereka gak salah Lish."

"Gak salah lo bilang Do. Sahabat macem apa yang nutupin masalah besar gini sama gue. Dan semua gara-gara lo Do." Alisha emosi sehingga perkataannya barusan terdengar oleh seisi kelas termasuk Dania dan Abi.

Dania yang mendengar ucapan Alisha keluar kelas begitu saja. Aku yakin dia pasti sedih dan merasa bersalah. Semua ini terjadi karena aku penyebabnya.

Abi mengejar Dania karena takut jika ia harus menanggung semuanya sendirian.
"Dania tunggu!" Abi berlari kecil mengikuti langkah Dania ke belakang sekolah.

Dania tampak bersedih dan terduduk lemas dikursi taman belakang sekolah.
"Dania dia masih marah sama kita. Jadi kamu jangan sedih ya!"

"Aku gak bisa Bi terus dipojokin kayak gini. Aku tahu emang kita salah tapi...Hiks. Aku sayang sama Alisha Bi."

Abi memeluk Dania erat. "Udah ya Dan. Aku yakin dia pasti bisa maafin kita, yang penting kita selalu berusaha ya. Kamu sayang kan sama dia. Jadi biarin hatinya tenang dulu ya."

-----

"Hai Mark. Alisha tersenyum manis padanya.

Aku menghampiri mereka.
"Ngapain lo deketin Alisha lagi." Aku mencengkeram kerah bajunya.

"Lo apaan sih Do. Lepasin gak!"

Aku melepaskan tanganku dari kerah bajunya.

"Maaf Do. Gue cuma mau jemput dia."

"Jemput lo bilang. Lish kamu?" Aku mengerutkan dahi.

"Kenapa Do. Lo gak suka. Sekarang dia pacar gue. Ayo sayang, kita jadi kan nonton." Lagi-lagi Alisha tersenyum padanya membuatku emosi.

Mereka meninggalkanku di parkiran seorang diri.
"Ternyata orang itu dia Lish."

Dert...Dert...Dert
Aku melihat ponsel dan membuka pesan.

Lardo ini om Hidayat. Apa kamu tahu sekarang Qory dimana nak? Saya sudah menghubunginya berkali-berkali tapi selalu diabaikan. Saya sudah tahu hubungan kamu dengan dia sekarang renggang. Tapi om tidak marah sama kamu Lardo karena om tahu semuanya.
Tolong kamu cari Qory dan suruh dia ke Rumah Sakit. Maminya sakit semenjak Qory marah padanya. Di selalu memanggil nama Qory. Saya mohon bantuan kamu ya. Nanti alamat RS saya kasih tahu kamu. Makasih.

Aku bingung harus mencari Alisha kemana. Karena tidak mungkin dia mau menerima telepon dariku.
"Apa gue telepon Mark aja ya? Tapi males juga gue. Tapi ini demi hubungan Alisha dan orangtuanya. Gue sedikit lega ternyata papinya Alisha gak marah. Tapi kok bisa ya. Entahlah.

Aku menghubungi Mark dan memberitahu maminya Alisha tengah dirawat di Rumah Sakit karena Alisha tak kunjung memaafkan kesalahannya. Aku tak mengerti kenapa tante Sinta pura-pura terlihat seperti orang gangguan jiwa tapi sekarang kenyataannya dia sangat menyayangi Alisha padahal sebelumnya selalu membuatnya bersedih.
"Semoga hubungan Alisha sama orangtuanya segera membaik ya. Petit aku cuma bisa berdo'a. Tinggal hubungan kita yang entah sampai kapan seperti ini terus. Aku selalu sayang sama kamu Lish." Aku bergegas ke Rumah Sakit untuk menjenguk tante Sinta.

Author balik lagi...
Jangan lupa Voment ya...
Kasian ya Alisha masalah selalu datang silih berganti. Dan sekarang Lardo gak ada disampingnya lagi.

Trust MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang