13. Tawaran

589 42 13
                                    

Tak ada yang bisa Kaura lakukan selain meremas roknya dengan tangannya yang ia letakkan di atas pahanya. Sudah dua kali ia di bonceng dengan lelaki yang sama, namun rasa gugup itu belum juga hilang. Gadis itu tak bisa menghalang geleyar rasa aneh yang mengalir di tubuhnya saat Farrel berada di dekatnya

Karena, Kaura tetaplah Kaura.

Gadis pendiam yang tidak pandai bergaul. Tidak bisa berbicara jika tidak di ajak bicara terlebih dahulu. Tidak akan mengeluarkan suara jika tidak ada yang memulainya. Tidak bisa berkenalan dengan orang lain kecuali ada yang minta berkenalan dengannya.

Bukannya dingin, Kaura hanya tidak tahu bagaimana mengawali percakapan dengan orang lain. Gadis itu lebih memilih bungkam. Lagipula, berbicara jika tidak ada yang ingin mendengar, ya, untuk apa juga?

Sebenarnya, Kaura ingin sekali memulai percakapan dengan cowok yang membocenginya ini, namun harus mulai dari mana? Masa iya bilang terimakasih, kan, belum sampai di tempat.

"Kaura."

Kan, lagi-lagi Farrel yang mulai lebih dulu.

"Ya?"

Farrel memperlambat laju motor saat mobil sedan di depannya berhenti. Apalagi kalau bukan macet? Jakarta. Apalagi, ini jam-jamnya orang kantor untuk pulang.

"Selamat buat kemenangan Paskibra ya. Keren banget Paskibra DT, kagum banget gue. Gak heran sih kalo sering juara umum di lomba-lomba gitu,"

Kaura tersenyum tipis, "makasih, hehehe.." ia tertawa renyah.

"Lo beruntung pilih Paskibra. Lo tau gak sih?" tanya Farrel yang sedetik kemudian segera melanjutkan ucapannya, "angkatan yang tiga tahun di atas kita itu pernah loh, Paskibranya sampai ke tingkat Nasional."

"Iya, tau kok. Aku juga pernah diceritain sama kakak kelas waktu pertama masuk Paskibra,"

"Gue juga awalnya mau masuk Paskibra sih. Tapi gue mikir lagi, gue baris upacara aja masih rusuh, gak bakal diem kalo pinggang gue belom dicubit Pak Imam abis itu di tungguin di belakang barisan, hahaha..."

Seriusan, Kaura gak tau harus respon gimana. Ia hanya bisa ikut tertawa pelan saat Farrel tertawa menceritakan cerita konyolnya.

"Farrel,"

"Apa?"

"Wak--"

"Alhamdulillah, akhirnya kita sampe juga," ucapan Kaura terpotong saat Farrel menepikan motor dan mematikan mesin motornya itu. Kaura masih diam ditempat, menatap tempat didepannya yang sedang mereka kunjungi.

"Kaura?"

"Ya?"

"Turun. Ini bengkelnya,"

"Eh, oh-- iya,iya,"

Padahal tadi Kaura udah mau buka percakapan lebih dulu, tapi, waktu menghalangnya. Ya sudah. Takdir tidak bisa membiarkan Kaura berbicara lebih dulu kepada Farrel, mungkin.

**
"Eh, Mas Farrel," ujar seorang montir dengan tangan yang belepotan oli, Farrel tersenyum menanggapi, "motornya kenapa, Mas?"

Farrel menggeleng, "bukan, Mang. Saya mau ambil motor yang waktu hari Minggu saya bawa kesini," ujar Farrel.

"Kayanya ditanganin sama Om Irwan deh, Mang. Orangnya ada gak ya?"

Montir itu mengangguk cepat, "ada, ada. Bentar ya, Mamang panggil dulu,"

Lalu montir itu pergi setelah Farrel mengangguk seraya tersenyum. Farrel menengokkan kepalanya kebelakang, lebih tepatnya ke arah Kaura yang hanya diam sambil menatap sekekeling bengkel ini.

Farrel dan Freya [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang