32. Janji

425 32 0
                                    

Terdengar helaan napas dari bibir gadis yang duduk di atas kasur dengan bantal dalam pelukannya. Tak banyak yang Freya inginkan sekarang kecuali bercerita pada Geena, teman sebangkunya, sahabat wanitanya.

"Tadi gue yang ngobatin lukanya Kaura di UKS," terangnya, "Farrel diam aja, kayanya dia lagi mikirin sesuatu."

Freya tak mengubris ucapan Geena, ia menumpukan dagu pada bantal yang ia peluk, pandangannya lurus pada jari telunjuknya yang sedang mengukir di kasur Geena.

"Abis itu gue keluar, kayaknya setelah itu mereka ngomongin sesuatu."

Tetap tak mengubris, Geena berujar lagi, "please, Re. Izinin gue ngelabrak Kaura!" kata Geena ketika Freya tak merespon apapun, "gue gak mau liat lo kaya gini. Gila banget jadi cewek, emang dia siapa coba?!"

Freya menggeleng tegas, "jangan!" cegahnya, "jangan pernah ngelakuin itu, Geena, atau gue gak bakal cerita apapun lagi ke elo," ancamnya.

Raut wajah Geena terlihat gregat ketika mendengar tutur Freya, "Aduh, Re, kalau tau kayak gini, tadi pas dia ke UKS mendingan gue langsung siram aja lukanya pakai obat merah, gak perlu gue tiup-tiup apalagi plesterin."

Geena memanas, ucapannya memburu menahan amarah, tak bisa melihat sahabatnya seperti ini. Namun Freya tak mengizinkan dirinya melakukan apa yang ia mau kepada Kaura.

"Gue sayang Farrel, gue sayang lo. Gue takut Farrel malah salah paham karena lo macem-macem sama Kaura, terus Dika bakal ikut-ikutan. Setelah itu persahabatan kita hancur." jedanya, "gue gak mau, Na."

Geena menghembuskan napas pasrah sebelum akhirnya ia tersenyum ke arah Freya yang di balas serupa oleh gadis itu. Freya adalah sahabat terbaik Geena, dan akan selalu seperti itu.

Rafael
Freya di rumah lo kan?"

Handphone Geena berdering dan menyala, menampilkan sebuah pesan pop up dari Line Geena melirik Freya sekilas dan beralih pada benda pipih hitam yang ada di samping gadis itu, "handphone lo mati?" tanya Geena membuat Freya meliriknya lalu mengangguk.

"Rafael nanyain lo nih," kata Geena menyodorkan handponenya ke depan wajah Freya.

"Bilang aja iya," kata Freya yang dituruti oleh Geena untuk mengirimi pesan pada Rafael.

Rafael
Mau pulang jam brapa?

Pesan itu sampai beberapa detik setelah Geena membalas. Hal tadi dilakukan ulang oleh Geena, dan gadis itu membalas sesuai apa yang Freya katakan.

Geena
Sebentar lagi katanya.

Rafael
Bilang tunggu, gue jemput dia ke rumah lo.

"Cepet banget balasnya," kata Geena, "katanya dia mau jemput nih."

"Bilang jangan!" cegah Freya, "kasian Rafael, udah sore soalnya, nanti gue pulang sendiri aja."

Geena mengangguk paham, jari jemarinya menari di atas layar merangkai satu kalimat yang akan ia kirim pada Rafael.

Geena
Jangan katanya, udah sore kasian lo nya. Dia mau pulang sendiri aja.

Rafael
Udah di jalan.

"Udah di jalan katanya," ujar Geena membuat helaan pasrah dari Freya, "yaudah," katanya.

Geena berdeham, "dulu Farrel yang selalu kayak gini," katanya Geena, "sekarang Rafael."

"Gak apa-apa," Freya tersenyum tipis, "Farrel itu cowok, dia harus bisa pilih. Dan dia lebih milih Kaura, tapi bukan berarti dia gak pilih gue. Dia tetep pilih gue tapi dipilihan yang kesekian, kita udah dewasa kok. Gak selamanya Farrel selalu ada buat gue, dan gak selamanya gue yang selalu bergantung sama Farrel."

Farrel dan Freya [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang