5. Takdir

684 67 29
                                    

Farrel melempar bola basket sembarangan mengikuti teman-temannya yang menyudahi permainan. Hari ini adalah jadwal ekstrakulikuler basket.

Farrel beralih berjalan menuju tempat duduk di pinggir lapangan indoor. Mengambil botol plastik yang sempat ia beli tadi, Farrel menimun dengan cepat sampai titik-titik airnya menetes ke jakunnya yang terlihat naik turun.

Farrel menghempaskan pantatnya, dan kakinya ia selonjorkan. Tangannya mengelap keringat di wajah, leher dan lengannya dengan handuk biru tua yang selalu ia bawa di tasnya.

"Udahan apa lanjut nih?" Tanya Fernand selaku kapten basket. Ia duduk selonjoran di samping Farrel.

"Lanjut aja," ujar Lano anak kelas sebelas, ia melihat jam dihandphonenya, "masih jam empat lewat sepuluh."

Fernand mengangguk, "yaudah."

"Lo pada mau lanjut apa balik?" Kali ini Fernand bertanya kepada Farrel, Rio dan Erlang.

"Lanjut aja, belom sore."

Farrel menganggukkan jawaban kedua temannya, "gue ikutan aja, tapi mau istirahat dulu bentar."

Fernand mengangguk, "gue juga istirahat dulu," ujarnya.

Lalu Erlang dan Rio beranjak berdiri. Mereka ingin lanjut bermain basket secara tanding dengan anak kelas sepuluh. Mereka berlari ke arah tengah lapangan setelah Farrel dan Fernand mengangguk.

Fernand tiduran dengan kedua tangan di belakang kepalanya, "lo masih sahabatan sama Freya, Rel?" Tanya Fernand yang sebenarnya itu hanyalah basa-basi.

"Ya masih, lah," ujar Farrel yang sedang membenarkan tali sepatunya.

"Deketin gue sama dia dong, Rel. Lu kan tau gue suka sama Freya dari dulu."

Farrel menengok kebelakang untuk melihat Fernand yang tiduran, "mau gue bantuin kaya apapun kalo lo-nya gak mau berusaha, ya sama aja, Nyet."

Fernand hanya menggaruk dahinya sambil cengengesan. Ia juga bingung caranya mendekati Freya, bagaimana tidak? Freya aja deketnya sama Farrel terus.

"Lo bukannya udah dijodohin ya?" tanya Farrel, "sama siapa deh? Anak SMA Pancasila ya?"

Fernand mendengus kesal, ia bangkit dari tidurnya dan duduk dengan kedua lutut yang terangkat keatas, sama seperti Farrel.

"Au ah. Males gue dijodoh-jodohin gitu. Lagi juga gue sama tuh cewe udah punya pilihan sendiri."

Farrel tidak menjawab, ia meminum lagi airnya yang tinggal sedikit sampai tandas. Lagipula, Farrel bingung mau jawab apa, itu kan, bukan urusannya.

"Lo bolehin gue gak, kalo pacarin si Freya?"

"Emang lo yakin gak bakal nyakitin Freya. Soalnya gue belom siap jadiin lo musuh kalo sampe hal itu terjadi."

Fernand mengerutkan dahi, sedikit tidak mengerti dengan ucapan Farrel, "maksudnya?"

"Siapapun cowok yang nyakitin Freya. Gue gak bakal segan-segan kasih dia pelajaran. Gak mandang dia temen gue atau bukan. Intinya, gue gak mau ada orang yang nyakitin sahabat gue."

"Segitu sayangnya lo sama Freya?"

"Ya, iyalah. Ibaratnya gue tuh bingkai dan Freya sebagai fotonya. Bingkai gak bakal dipanjang kalau gak ada foto di dalamnya. Begitu juga dengan foto yang gak bakal kokoh kalau dipajang tanpa bingkai," ujar Farrel.

"Singkatnya, gue sama Freya saling melengkapi,"

Fernand mengangguk mengerti, seantero sekolah ini juga tahu tentang persahabatan mereka yang selalu bikin orang iri.

Farrel dan Freya [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang