Jangan merendahkan orang lain karena kelakuan lo itu termasuk rendahan di mata orang lain
-Arash-~·~
PRANG!
"Saya gak mau makan!"
"Tapi Ibu harus makan!"
"Saya mau suami saya! Surya tolong aku!"
Maya mengancingkan satu persatu kemeja seragamnya. Ia melakukannya dengan santai walaupun saat ini matahari telah meninggi dengan jarum jam yang menunjuk pada angka delapan lebih empat menit.
"Pergi kamu! Pergi yang jauh!"
"Ibu saya mohon Ibu harus tenang."
"Surya tolong aku Surya!"
Tangisan Dewi dari lantai bawah terdengar sampai ke kamar Maya yang ada di lantai dua. Walaupun suaranya terdengar jauh, tapi berhasil menusuk ulu hati Maya yang paling dalam.
Setelah memakai sepatu merah bertali putih miliknya---yang menyalahi peraturan sekolah karena mewajibkan setiap siswanya memakai sepatu hitam bertali putih---gadis dengan rambut yang dibiarkan tergerai itu segera keluar dari kamarnya yang besar.
"Cepat telepon!"
Maya memutar kepalanya ke belakang setelah ia menginjakkan kakinya di lantai satu dan mendapati Dewi tengah berada di halaman samping dimana ada kolom renang serta tempat untuk bersantai di sana.
"Saya akan menelepon bapak kalau Ibu selesai makan." Kukuh Mbak Rini.
"Gak mau ya gak mau! Kamu budek ya?!"
Baru saja Maya mengayunkan kakinya dua langkah untuk mendekat, Mbok Sum memanggilnya.
"Lho, non belum berangkat toh?"
"Lha ini yang mbok lihat saya masih di rumah atau di sekolah?" Tanya Maya jengkel.
"Hehehe." Wanita yang memakai daster itu menggaruk kepalanya yang kutuan. "Non mending cepatan berangkat deh."
"Kenapa?"
"Udah telat lah Non."
"Udah biasa juga Mbok. Saya bisa ngatasi kok. Dijamin saya bisa masuk nanti tanpa perlu manjat pagar." Ujar Maya dengan percaya diri.
"Iya juga ya Non. Tapi kalau Non mau kesana," si mbok menunjuk Dewi yang tengah berdebat dengan Mbak Rini. "Jangan Non. Nanti non diamuk sama Ibu karena udah bohongin dia."
"Bohongin?"
"Pak Surya." Satu nama yang membuat Maya langsung paham.
Ia ingat semalam ia berjanji pada Dewi dengan berkata omong kosong bahwa ia akan menahan Surya untuk tidak berangkat terlalu pagi. Tapi pulang saja tidak, bagaimana caranya untuk menahannya tetap disini? Ada-ada saja si pemeran tokoh utama ini.
"Ya udah, saya berangkat deh Mbok."
"Si non udah sarapan?"
Pertanyaan Mbok Jum tak terjawab karena Maya telah berlalu dari sana.
~·~
Sinar sang raja siang sudah tak lagi terasa menghangat mengenai kulit putih gadis yang bibirnya berwarna pink soft itu. Cahayanya telah memanas serta terasa kotor karena bercampur dengan polusi udara yang bertebaran di sepanjang jalan ibukota Jakarta. Jalanan sudah tidak terlalu macet lagi walaupun ramai. Mungkin karena saat ini jarum pendek berhenti di angka delapan dan sembilan sementara jarum panjang berada di angka enam. Dan seorang Maya Augrellia masih bersantai mengendarai mobilnya. Dengan kecepatan sedang saudara-saudara.
KAMU SEDANG MEMBACA
SCOMPARIRE
Teen Fiction[Completed] "Pelanggaran pertama, melanggar tata tertib sekolah dengan tidak mengikuti upacara." "Basi." "Pelanggaran kedua, memakai sepatu yang selain warna hitam bertali putih." "Heh Pak, ini tuh sepatu baru gue. Harganya tuh mahal. Lagian ini gue...