~TWENTY~

66.5K 4K 137
                                    

Jangan takut, aku ada di sini, di sampingmu, iya hanya di sampingmu, karena hatimu masih terkunci ketika aku masuk.
-Arash-

~·~

MATAHARI mulai berarak ke ufuk barat bersama semburat kemerahan dan burung-burung yang sedang mencari tempat untuk menetap menjadi pemanis di atas sana. Sebentar lagi senja menyapa, mengingatkan setiap orang dengan muka suntuk karena seharian bekerja untuk segera pulang ke rumah masing-masing dimana kedatangan mereka telah di sambut sanak keluarga yang setia menanti dengan pelukan dan senyuman hangat.

Berbeda halnya dengan kebanyakan orang, dua orang berstatus sebagai pelajar dengan seragam yang masih melekat, memilih untuk menyambangi sekolahan ketimbang rumah. Keduanya turun bergantian dari bus yang dimulai dari yang lelaki baru yang perempuan.

"Rash,"

"Hm?"

"Lo yakin?"

"Hm."

Arash mulai melangkahkan kakinya mendekati gerbang, yang kemudian di susul Maya dengan lari kecil karena takut ditinggal.

"Rash, kita pulang aja yuk, lagian mobil sama tas kita bakal aman kok."

Cklek
Kriek

Suara gerbang yang di buka menimbulkan bunyi lengkingan horror bagi Maya. Burung-burung turut memekikan suara mereka, membuat pemandangan semakin mengerikan.

"Pak, tungguin kita sebentar ya. Kita cuma mau ngambil tas kok." Ucap Arash pada Pak Jono yang sebenarnya sudah pulang, hanya saja Arash menelepon untuk dibukakan gerbang. Pak Jono yang kebetulan rumahnya dekat dari Green High, menyetujui saja permintaan Arash.

"Iya Nak Rash. Ini kunci kelasnya.""

Setelah menerima kunci, Arash lagi-lagi berjalan meninggalkan Maya yang terpaksa kesusahan mengejar karena langkah cowok itu yang sangat cepat.

"Rash, tungguin dong."

"Lama lo, buru Maghrib."

Keduanya melalui jalur tercepat yaitu dengan memotong jalur menuju lapangan. Lagi pula Maya juga ogah kalau harus melewati koridor panjang dan sepi yang hanya terdengar suara langkah kaki mereka saja.

Berjarak dua langkah dari Arash, Maya mendongakkan kepalanya ke langit yang semakin menunjukkan tanda-tanda malam akan segera tiba, menatap sekawanan burung di atasnya yang beterbangan tak tentu arah di permukaan langit yang senja.

Maya melirik pintu kelasnya yang berada di lantai tiga dari lapangan. Pintu berplitur itu tertutup rapat dengan gorden jendela yang tertutup.

Seram. Maya mengusap tengkuknya gugup dan baru menyadari sosok Arash tak lagi dijangkau oleh pandangannya. Panik menyerbu gadis itu. Ia tolehkan kepalanya ke segala arah dan melangkah cepat-cepat untuk menemukan keberadaan Arash.

Setelah berhasil melewati lapangan, Maya perlu berjalan melewati teras-teras kelas yang sunyi. Beberapa gorden dari kelas dibiarkan tak tertutup sehingga berhasil di tangkap Maya sebagai kelas yang sangat kosong dengan deretan meja kursi yang juga sama kosongnya.

SCOMPARIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang