Kalau punya bibir jangan lemes banget kenapa? Dicabein baru tahu rasa lo
-Maya-~·~
BU Endang lagi-lagi tertidur di kelas Maya. Kepalanya maju mundur cantik. Saat kantuk menguasai, kepalanya akan terasa berat dan secara perlahan bergerak maju, tapi setelah ia tersadar ia akan menarik kepalanya kebelakang dan begitu seterusnya.
Ada coretan soal senyawa dengan tulisan yang terbilang lumayan rapi terpampang di whiteboard yang tentunya berasal dari tulisan si sekretaris kelas, bukan tulisan si guru bertubuh gempal tersebut. Bu Endang tinggal memerintahkan untuk menulis, lalu menerangkan sedikit tanpa memahami kondisi muridnya yang sama sekali gagal paham. Selesai menjelaskan, ia akan memberikan soal, yang akan diisi oleh murid di papan tulis.
Kemerdekaan bagi seorang pelajar jika sedang diajar oleh Bu Endang. Ada yang memilih untuk merumpi, ada pula yang tidur atau bermain ponsel, dan berbagai kegiatan lainnya. Bahkan ada yang memilih untuk nyemil, Bu Endang hanya membiarkan saja. Sesekali guru itu memang marah. Tapi kemarahan beliau tak pernah dianggap serius oleh siswa siswinya.
Jika biasanya guru dengan nama Endang adalah guru yang disiplin waktu, galak, dicap killer, keras, dan kalau ngajar enak, maka yang satu ini adalah paket spesial. Guru kimia ini kalau mengajar seperti orang berkumur. Pengucapan lafalnya tidak jelas, tingkahnya juga dianggap tidak mencerminkan sebagai guru. Dia tidak bisa menerangkan dengan baik, tidak menyukai pertanyaan, dan setiap mengajar selalu memainkan ponsel atau kalau tidak ya, tidur. Pemakan gaji buta memang. Wajahnya bulat datar dengan guratan garis pada kulit wajahnya yang kendor dan keriput. Tubuhnya besar keberatan lemak, memakai kacamata minus, dan berkerudung. Begitulah biografi singkat dari Bu Endang.
Mata coklat madu milik Maya tak hentinya mengalihkan pandangan sedetik pun dari jarum jam yang sedang merambat menuju angka enam. Sebentar lagi jarum panjang itu akan benar-benar berada lurus di angka enam dan bel pulang akan berdering. Begitu bel berdering, Maya akan segera melesat keluar dari kelas yang penuh dengan omongan picik ini.
"Katanya sih dia udah ngalah."
"Masa si Lucifer ini ngalah? Bukan dia banget."
"Buktinya dia gak nunjukin tanda kemenangan tuh? Dia masih belum bisa buktiin omongannya waktu itu. Ini udah hari terakhir dari persyaratan. Dan dia masih nol. Gue yakin Kak Prita bakal menang kali ini."
"Tapi gue masih gak yakin Maya ngalah dari Kak Prita."
"Syukur deh kalau Maya kalah. Arash masih aman jadinya."
"Pikiran lo Ar---aduh!"
Ke empat cewek yang merumpi di bagian depan kelas itu kebingungan mencari dari mana asal kertas yang tiba-tiba mendarat di kepala Desy---sekretaris kelas. Mereka juga buru-buru membuka kertas lecek berbentuk bulat itu dan mendapati sebuah catatan di sana.
'Tuh bibir tipis banget ya? Gue ceplusin pake cabe gimana biar tebel?'
Tanpa nama si pengirim memang, tapi dapat meyakinkan keempatnya bahwa kertas itu berasal dari Maya. dengan takut mereka melirik Maya dan kontan menunduk berjamaah saat Maya melotot pada mereka.
Bel belum berdering. Tapi meja Maya sudah bersih dari peralatan tulis. Nampaknya ia sudah berkemas dari awal-awal. Bertepatan saat itu pula, akhirnya bel yang ditunggu-tunggu akhirnya terdengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
SCOMPARIRE
Teen Fiction[Completed] "Pelanggaran pertama, melanggar tata tertib sekolah dengan tidak mengikuti upacara." "Basi." "Pelanggaran kedua, memakai sepatu yang selain warna hitam bertali putih." "Heh Pak, ini tuh sepatu baru gue. Harganya tuh mahal. Lagian ini gue...