Kita sahabat
yang datangnya pas lagi tersesat
-Maya-~·~
Lima hari kemudian
SEORANG gadis yang mengenakan celana jeans hitam ketat dan jaket kulit yang membalut kaos putih polosnya tengah menghadap Dian di ruang kepala sekolah. Ia juga memakai kacamata hitam dan topi yang menutupi rambut cokelatnya, tak lupa masker pink juga masih menggantung di dagunya.
"Kamu yakin?" tanya Dian menarik sebuah surat putih yang ada di atas meja.
Gadis itu melepaskan kacamatanya lalu menatap Dian tepat di mata. "Saya sudah memutuskan. Saya rasa itu jalan yang tepat untuk masalah ini."
"Ujian sebentar lagi, Ibu sarankan kamu melanjutkan sekolahmu. Jika kamu keluar, kamu harus mengulang setahun lagi." Dian berujar, membujuk Maya untuk mengubah keputusannya. "Sebulan lagi. Hanya sebulan lagi kamu bisa keluar dari sini."
Melihat Maya yang nampaknya masih gamang dengan keputusannya, Dian mengurungkan niatnya untuk membuka surat pemberian Maya.
Ia serahkan kembali kertas itu pada Maya. "Kamu bisa memikirkannya, May."
Tanpa kata dimasukkannya surat itu ke dalam tasnya.
"Kamu bisa sekolah hari ini. Berita itu sudah mulai mereda."
"Tapi kalau saya muncul mereka tak akan tinggal diam."
Dian mengangguk lamat-lamat.
"Lusa kamu datang, kan?"
Maya menaikkan tatapannya pada Dian. "Menurut anda?"
"Maya. Kami sayang sama kamu. Kami tulus ingin mengakui kamu di pengadilan nanti."
"Bullshit," ujarnya menaikkan sudut bibir. "Bilang saja ini untuk menaikkan martabat Ayah. Martabatnya harus dikembalikan agar ia tak mendapat kompensasi karena perusahaannya yang gulung tikar."
"Perusahaan Ayah kamu memang sedang menurun karena masalah itu. Tapi bukan itu alasan kami mengakui kamu." Dian meyakinkan. "Cepat atau lambat kamu memang harus menerima diri kamu. Memaksa diri kamu!"
Maya bergeming. Iris coklat madunya seakan kehilangan cahayanya hingga Dian tak dapat menemukan kilatan berani yang selalu gadis itu pancarkan.
Maya keluar lima menit kemudian. Dengan kacamata dan masker yang menutupi mukanya, gadis itu berjalan cepat ke arah parkiran. Tak ada alasan lagi untuknya berlama-lama di Green High jika tak ingin kenangan-kenangan lama kembali menggoyahkannya.
Di tikungan menuju parkiran, tiba-tiba ia tak sengaja bertubrukan dengan seorang siswi.
"Aish, sial! Lo nggak punya mata, hah?" Siswi itu mengumpat.
Maya bergeming. Matanya memerah menangkap sosok di balik kacamatanya. Seseorang yang Maya anggap teman, walaupun Maya tak yakin akan anggapan orang tersebut.
"Lo buta? Lo pake kacamata, masker, sama topi, gaya klimis," siswi itu memperhatikan penampilan Maya. "Gue tunggu lo minta maaf sekarang!"
Demi apapaun, seorang Maya Augrellia tak akan sudi minta maaf pada seseorang yang berani mengatainya buta.
"Woy minta maaf sekarang! Lo nggak tahu gue siapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SCOMPARIRE
Teen Fiction[Completed] "Pelanggaran pertama, melanggar tata tertib sekolah dengan tidak mengikuti upacara." "Basi." "Pelanggaran kedua, memakai sepatu yang selain warna hitam bertali putih." "Heh Pak, ini tuh sepatu baru gue. Harganya tuh mahal. Lagian ini gue...