Terimakasih pada karma, karena berkatnya gue bisa tahu mana yang tinggal dan mana yang harus ditinggalin
-Maya-~·~
SEORANG siswi dengan kemeja dan rok yang diketatkan melipir ke belakang sekolah. Rambutnya yang dicat warna merah gelap nampak bersinar tertimpa cahaya matahari yang menelusup dari celah-celah ranting. Tak ada bedge nama di kemejanya. Tak memakai dasi dan dibiarkannya kemeja putih keluar dari dalam rok. Bedge sekolah ternama bernama Green High terpasang di sisi lengan kanan gadis itu yang berlatar warna kuning menandakan bahwa ia masih duduk di bangku kelas sepuluh.
Ia berdecak saat mengamati ujung kemejanya ternoda oleh jus stroberi. Kesialan yang ia dapat saat berdebat di kantin tadi. Suara bel berdentang terdengar. Alih-alih buru-buru masuk kelas lalu mengikuti pembelajaran dengan tertib, ia justru mengeluarkan vape dari saku kemejanya. Lalu dengan cuek diselipkannnya di antara celah bibir.
Cincin asap mengudara di sekitarnya.
Sebuah derap langkah terdengar, membuatnya menoleh kesal karena ketenangannya terusik.
Dua orang siswi---berpenampilan yang bisa dikatakan memenuhi aturan, bisa juga dikatakan tidak karena kemeja yang dikeluarkan. Dilihat dari bedgenya, mereka kelas sepuluh. Yang menandakan bahwa mereka seangkatan. Siswi itu mengenal mereka. Bukan mengenal dalam artian tahu luar dalam, tapi hanya sebatas tahu karena mereka terlibat dalam perdebatan di kantin tadi.
"Ngapain kalian ke sini?" begitu selesai bertanya, dihisapnya lagi vape di tangannya. Bangkit dari duduk lesehannya, lalu berdiri berkacak pinggang menghadap keduanya.
"Lo..., ngevape?" tanya siswi berambut hitam lurus dengan mata membulat.
"Apa? Mau ngadu? Silakan aja," membuang wajah, ia mendengus dan kembali menghabiskan vapenya.
"Nggak kok." ralatnya kemudian. "Kita ke sini karena mau bilang makasih. Berkat--"
"Sorry, tapi aksi gue tadi bukan buat nolongin kalian. Hellow, gue nggak kenal kalian, juga nggak pengin buat kenal. Gue ngelakuin itu karena gue emang nggak suka sama cewek si ayam warna-warni itu."
Dua siswi di depannya bergeming. Oke, mungkin Maya tidak mengenal keduanya, tapi, yuhuuu, siapa yang tidak mengenal seorang Maya Augrellia yang selama tiga hari menolak memakai atribut kegiatan MOS?
"Tapi lo tadi udah nolong--"
"Lo budek?" potongnya menghentikan ucapan si gadis berambut semi keriting.
"Lo kukuh banget ya bilang nggak mau nolongin, dan kita juga kukuh mau ngucapin terima kasih. Saling terima aja kenapa sih. Toh intinya kita sama-sama berhasil nantang kak Prita."
"Oh iya, maaf."
"Apalagi?"
Siswi berambut lurus nyengir. "Kemeja lo kotor tuh. Gue ada kemeja ganti di loker. Mau gue pinjemin?"
"Nggak usah dan nggak ada kata makasih."
Dua siswi itu diam-diam tersenyum bersabar. Mereka tahu, siswi di depannya ini sangat teguh pendirian dan pemberontak nomor satu.
"Jus yang kak Prita siram ke seragam lo itu punya gue. Jelas gue merasa bersalah. Jadi berhubung temen gue ada ganti, biarkan kami menebus kesalahan. Kak Prita tadi---"
"Stop panggil cewek ayam itu kak. Kalian ini maunya apa sih? Datang tanpa permisi lalu mengusik kayak anjing. Gue bilang nggak perlu yang nggak perlu, tai. Kalian pasti tahu, kalau gue, Maya Augrellia anak dari kepsek GR---juga kalian pasti tahu kalau Kakek gue, Agra pemilik sah sekolah ini yang bakal diturunkan ke Ayah gue---paling benci diatur! Jadi kalian jangan ngatur gue! Bodo amat sama seragam gue yang basah gue nggak butuh kemeja lo! Kita nggak kenal dan kalian bisa pergi dan tetap dalam radius dua meter dari gue jika kalian nggak ingin mati di tangan gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
SCOMPARIRE
Teen Fiction[Completed] "Pelanggaran pertama, melanggar tata tertib sekolah dengan tidak mengikuti upacara." "Basi." "Pelanggaran kedua, memakai sepatu yang selain warna hitam bertali putih." "Heh Pak, ini tuh sepatu baru gue. Harganya tuh mahal. Lagian ini gue...