BAB 7. Pengendali Emosi

39.3K 2.7K 46
                                    

Ada lima mobil mewah yang menghiasi garasi rumah. Migel membuka helm di kepalanya. Mengedarkan pandangannya sejenak ke halaman rumah. Sudah lebih dari dua bulan ia tidak pulang. Salah menuduh Migel merindukan rumah lalu pulang. Jika tidak ada sepuluh bodyguard yang datang ke apartemen dan memaksanya untuk pulang, Migel tidak akan mau. Ia bisa saja menghajar semua orang itu, Migel malas mencari masalah.

Masuk tanpa mengetuk pintu ruang kerja sang Wali Kota. Tidak perlu menunggu jawaban karena Migel langsung membuka dan menghempaskan tubuhnya di sofa.

Ganang melepaskan kacamatanya. Menyandarkan punggungnya ke belakang. "Tau jalan pulang?" Tanyanya memulai pembicaraan. Migel tidak menjawab ataupun menatap lawan bicaranya.

"Kamu apain anak teman Papa?" Ganang tidak mengalihkan tatapan mata pada sosok tubuh dihadapannya. Putra sematawayangnya yang pembangkang. "Kamu buat malu Papa, Migel. Dua orang, dua orang itu masuk rumah sakit karena kamu!"

"Mereka salah." Migel menoleh dengan malas.

"Mereka nggak salah, kamu yang salah!" Ganang menunjuk Migel. "Hidup kamu sudah salah sejak dulu."

"Saya lahir juga kesalahan, terus kenapa? Mau bunuh saya? Silahkan," Ganang mengatupkan rahangnya. Jika saja wajah Migel tidak serupa dan begitu mirip dengannya. Ganang sudah melakukannya sejak dulu. Keduanya saling menatap tajam satu sama lain.

"Kamu mempermalukan Papa."

"Beli media. Lakukan seperti yang pernah anda lakukan pada Mama dulu. Katakan bahwa saya adalah anak angkat. Semuanya selesai." Migel berdiri. "Saya juga tidak tertarik. Silahkan hapus daftar nama saya di keluarga."

"Karena dia?" Ganang melempar beberapa lembar foto ke lantai. Migel menunduk. "Kamu pasti tau apa yang akan Papa lakukan terhadap gadis itu."

Migel mengepalkan kedua tangannya. Mengangkat wajahnya menatap Ganang yang masih di tempat semula. "Jangan sentuh dia." Ujar Migel penuh penekanan.

"Karena dia, kamu membuat dua anak teman Papa masuk rumah sakit. Dia membawa dampak buruk bagi kamu!" Ganang menghentakkan tangannya ke meja dengan murka.

"Bukan dia!" Balas Migel tak kalah tinggi. "Kalau Anda berani sentuh dia-" Migel mengatupkan rahangnya. "Saya akan melakukan hal yang sama seperti yang Mama lakukan." Ganang terteguh. "Saya tidak bercanda."

"Papa juga tidak bercanda. Minggu depan kamu harus tunangan sama Tiara. Itu semua untuk kamu! Untuk memulihkan nama baik kamu di depan semua orang!"

"Bukan nama baik saya, tapi nama baik Anda!" Ucap Migel meninggalkan ruangan itu dengan langkah besar disertai emosi.

Mengendarai motornya kesetanan. Ia sudah melakukan apa yang Ganang katakan untuk pergi dari rumah jika tidak ingin bertunangan dengan Tiara. Migel melakukannya, sekarang apa lagi yang akan pria itu lakukan untuk menjeratnya kembali. Melalui Manda?

"Shit!!" Migel melemparkan helm yang baru ia lepasnya ke lantai apartemen. Menarik rambutnya kasar dan berteriak kesal.

Jangan Manda. Jangan sentuh Manda. Migel tidak akan pernah memaafkan bagi siapapun menyentuh miliknya. Ganang menemukan kelemahan Migel setelah Mama. Pria itu pasti tidak memikirkan perasaan Migel. Untuk mendapatkan apa yang ia mau, Ganang melakukan cara apapun.

Rintik hujan mulai terdengar. Membasahi jendela kaca apartemen Migel. Setelah setengah jam yang lalu ia lampiaskan pada samsak. Migel menghempaskan tubuhnya di sofa dengan mata terpejam.

Mengganti bajunya dengan kaos hitam dan celana pendek. Migel mengambil topi dan memakainya dengan cara membalik bagian depan menjadi belakang. Ia mendekati Romeo yang sudah berada di apartemennya sepuluh menit yang lalu. "Pinjam mobil."

Don't Touch Her!!  [SUDAH ADA VER. EBOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang