BAB 20. Dia. Miguel

28.5K 2K 154
                                    

Manda baru saja keluar dari ruang dosen. Ia berhasil mendapatkan Beasiswa lagi, Liburan semester telah tiba. Senyuman lebar tercetak di bibirnya. Sudah lama Manda menunggu liburan kali ini, Manda akan pulang kampung. Dengan semangat, Manda memberi kabar kepada kedua orang tuanya melalui surat yang akan ia kirimkan sore ini. Karena kedua orang tuanya tidak punya alat komunikasi seperti handphone.

Kakinya dengan semangat berjalan keluar ruangan. Senyum yang merekah mendadak menghilang. Kaki Manda terhenti begitu saja melihat Livesey. Keduanya saling menatap satu sama lain di tengah pintu masuk. Dunia mengelilingi keduanya, mendadak hening.

Manda mengangkat kedua sudut bibirnya ke atas. Dibalas Livesey senyuman kecil sebelum meninggalkannya. Manda terdiam sejenak sebelum berbalik lalu berkata. "Kamu tau dimana Migel?" Pertanyaan itu keluar begitu saja. Meski livesey teman sekelasnya, Manda tidak pernah berbicara dengan Livesey. Livesey tertutup sama seperti dirinya. Yang membedakan, Livesey terkenal dengan sifatnya yang dingin. Ini untuk pertama kalinya Manda melihat Livesey setelah ia pikir menghilang.

Livesey berbalik. Manda masih mempertahankan senyumannya. "Aku pikir mungkin kamu tau dimana Migel." Livesey menatap Manda lama, membuat Manda salah tingkah. Ia menggaruk tengkuk lehernya pelan. "Nggak perlu di jawab, maaf udah ganggu." Manda tersenyum kikuk, berpamitan. Ia memutar tubuhnya.

"Gue nggak tau." Manda berbalik cepat. Ia mengerjap saat sadar itu suara Livesey. "Dia kemana?"

"Aku nggak tau, makanya aku tanya kamu." Kata Manda. Livesey menggeleng pelan, Manda melihat Livesey sedang mengingat sesuatu. Manda menunggunya sampai akhirnya Livesey meninggalkannya begitu saja.

Manda menghembuskan nafasnya. Mengangkat wajahnya, melihat lorong koridor yang panjang di hadapannya. Dimana Migel.

"Man?" Panggilan itu menyadarkan Manda yang sudah berdiri terlalu lama. Manda mengerjap dan menatap sekitarnya, mencari dimana sumber suara berasal. "Di sini, hello," Manda menunduk, melihat Brayn duduk di kursi koridor melambaikan tangannya.

"Aku kira siapa," Manda tersenyum kecil. "Kenapa Kak? Lagi perlu sama seseorang?"

Brayn berdiri. "Sama lo, gue baru dapet duit nih. Makan yuk. gue traktir." Manda terkekeh pelan dan mengangguk. "Lets go, Manda!"

Brayn selalu berhasil membuat Manda melupakan Migel. Seharian berburu kuliner. Hanya makan, tertawa dan makan lagi sampai perutnya tidak sanggup untuk tertawa ataupun makan. Sampai malam tiba. Kuliner terakhir yang keduanya kunjungi adalah jagung bakar. Manda sangat menikmati waktunya bersama Brayn.

"Aku yakin, siapapun cewek yang pacaran sama Kakak, mereka akan sehat sentosa,"

"Kenapa?"

"Karena makan terus kerjaannya, dibuat gendut." Brayn terkekeh pelan. "Siapa pacar Kakak sekarang?"

"Nggak ada yang mau,"

"Ngerendah, nih," Manda mengambil dua lembar tissue, mengelap ujung bibirnya. "Makasih Kak, udah diajak jalan sama makan."

Brayn menepikan mobilnya. "Gue yang makasih, ya udah lo masuk sana, udah malam." Manda mengangguk. Setelah Manda turun, Brayn langsung berpamitan. Meski Brayn terkadang terlihat tidak perduli, ia masih memikirkan keadaan Migel. Brayn juga khawatir dimana Migel berada.

Ada sebuah tempat yang menjadi favorit Migel. Sebuah Kedai tidak jauh dari kosan Manda. Brayn turun dari mobil, menghampiri pemilik kedai. Brayn memesan segelas teh hangat dan duduk sendiri karena hanya ia yang berada disana.

"Cari Migel?" Tanya pemilik Kedai meletakkan pesanan Brayn. Seolah tau alasan kenapa Brayn ada disana. Lelaki itu menggelang untuk menjawab kedatangan Brayn.

Don't Touch Her!!  [SUDAH ADA VER. EBOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang