BAB 5. Cahaya Lampu Penyelamat

43.7K 2.6K 25
                                    

Usai mengganti bajunya dengan sebuah kemeja putih dan rok hitam selutut. Manda memulai pekerjaannya. Ia bersyukur ada pita hitam yang menutupi lehernya, sehingga orang tidak bisa melihat sesuatu di sana. Rambutnya di gulung ke atas menjadi satu. Penampilan yang sama persis seperti seorang Pramugari.

Melayani para tamu dengan senyuman dan sikap ramah membuat pelayan yang bekerja di sana senang dengan kepribadian Manda.

"Americano di balkon meja nomor tujuh!"

"Baiklah," Manda mengambil alih nampan. Sejak tadi senyuman Manda menghiasi wajahnya. Menundukkan kepala hanya sekedar berpapasan dengan para tamu. "Americano satu, silahkan menikmati." Manda menundukkan kepalanya. Sebuah tangan langsung menariknya duduk sebelum ia bisa melarikan diri.

"Duduk,"

Manda berdiri, merapikan penampilannya. "Maaf Tuan, saya lagi bekerja. Permisi,"

"Tapi gue mau lo duduk di sini." Migel menahan lengan Manda. "Duduk."

"Aku lagi kerja," Ujar Manda sedikit kesal. "Lepasin," Manda memohon. "Aku nggak mau buat keributan,"

Migel menarik tangannya, melepaskan Manda. "Oke, gue tunggu lo selesai kerja."

Manda tidak mengerti. Kenapa lelaki itu terus muncul di hadapannya. Padahal jelas jika Manda menyuruhnya menjauh.

"Lo kenal sama cowok itu, Man?" Manda menoleh. Menggantung bajunya di loker,  pekerjaannya baru saja selesai.

"Em? Siapa?"

"Cowok yang duduk di balkon. Yang ganteng itu,"

Manda menggaruk kepalanya. Ia tersenyum. "Nggak," Jawabnya.

Manda segera pamit pulang terlebih dahulu. Pandangannya melihat ke kanan dan ke kiri. Berharap lelaki itu tidak menunggunya. Senyuman Manda tercetak sempurna mengetahui motor lelaki itu sudah tidak ada. Ia bernafas lega, berjalan dengan santai. Sesekali bersenandung ria, melompat kecil ataupun menendang batu kerikil di pinggir jalan. Tidak perduli jam menunjukkan pukul berapa, Manda tidak merasa takut sama sekali.

Migel menggelengkan kepalanya, tersenyum ringan. Ia mengikuti Manda dengan jarak sepuluh meter. Sengaja mematikan lampu motornya agar Manda tidak curiga.

"Gak punya rasa takut. Jam sebelas jalan kaki sendirian," Sejenak fokus Migel teralihkan, jalanan yang di lewati Manda sangatlah rawan. Mengetahui jika miliknya akan diganggu oleh orang yang ia kenal, Migel menghidupkan lampu motornya. Lampu itu menyorot tajam ketiga lelaki yang ingin menghadang Manda. Mereka menatap Migel dari kejauhan sebelum berbalik pergi. Tidak ingin mencari masalah dengannya.

Manda mengelus dadanya. Ia menoleh ke belakang, menatap cahaya yang sempat menyala dari belakang tubuhnya. Dari tempatnya berdiri, Manda melihat orang yang duduk di atas motornya. Kedua kakinya menapak aspal. Manda menggaruk kepalanya, melanjutkan perjalanan. Tangannya meremas tas punggung dengan kuat. Sesekali melirik ke belakang. Ia yakin orang itu mengikutinya, bukannya takut, Manda merasa terjaga sampai di kosan.

Di putarnya kunci kamar dua kali. Memastikan tidak ada seorangpun yang akan masuk. Manda melompat ke atas kasur dan membuka sedikit gorden kamar. Ia yakin orang itu mengikutinya. Tidak salah lagi. Lelaki yang mengikutinya ada di depan kamar kosannya. Dari atas, Manda bisa melihat jika lelaki di atas motor itu adalah Migel. Meski kepalanya di tutup penuh oleh helm, Manda bias mengenali postur tubuhnya.

Usai membasuh wajah dan menggosok gigi. Manda menarik selimut. Ia berdiri di tengah ruangan. Membulatkan matanya. "Ngapain dia masih di sana," Manda bingung sendiri. Ia berinisiatif untuk mematikan lampu kamarnya. Mengintip lagi di balik gorden. Tidak lama kemudian, Migel menghidupkan mesin motornya dan pergi dari sana.

Don't Touch Her!!  [SUDAH ADA VER. EBOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang