BAB 4. Jangan sentuh Dia!

46.8K 2.9K 42
                                    

Suara alarm di samping kepalanya membuat Manda yang masih tertidur nyenyak terduduk kaget dengan mata yang sedikit terbuka. Kepalanya hampir oleng ke kanan dan ke kiri mengumpulkan nyawa. Menguncir rambutnya asal dan berjalan menuju kamar mandi. Membasuh tubuhnya. Aktivitas kembali seperti biasa.

Baju kaos lengan panjang dan celana jins sudah membungkus tubuhnya. Manda menggulung rambutnya dengan handuk, mengeringkannya sejenak.

Menatap dirinya di cermin. Meraba tengkuk lehernya, berusaha untuk melihat cap apa yang lelaki itu tempelkan semalam. Manda menghela nafasnya karena ia tidak berhasil melihat itu.

Tidak ada make up khusus di hadapannya saat ini. Hanya baby oil dan bedak bayi yang memoles wajahnya. Tidak ada lipstik, maskara, pensil alis atau sejenisnya.

Alisnya sudah tebal dan sudah terbentuk sendiri sejak Manda kecil. Bulu matanya yang panjang dan hitam membuat beberapa orang salah paham jika ia sering menggunakan bulu mata palsu. Manda adalah anak rantauan. Ia meninggalkan kampung halaman untuk menuntut ilmu. Jika kuliah harus menggunakan biaya sendiri, tentu keluarganya tidak akan sanggup. Semuanya ditanggung oleh pemerintah kota karena Manda juara satu saat ujian nasional tingkat provinsi. Ia diberikan kebebasan untuk memilih Universitas.

Setiap bulan ia memang mendapatkan uang makan. Mengingat mahalnya hidup di kota, uang itu tidak akan cukup. Belum biaya kamar kosan dan keperluan lainnya mengharuskan Manda untuk mencari tambahan.

Manda sudah berkeliling tempat untuk mencari kamar kos yang murah. Ia menemukannya meski sedikit jauh dari Universitas. Berjalan membutuhkan waktu setengah jam, sedangkan menggunakan bus hanya sepuluh menit. Semakin dekat kampus maka biaya kamar kos semakin mahal. Manda tidak keberatan untuk berjalan sedikit.

Ruangannya hanya empat kali lima meter. Cukup untuknya. Tidak ada kemewahan di sana. Untuk laptop saja Manda dapatkan dari hasil doprize sewaktu seminar. Manda senang bukan main, ia tidak harus menghabiskan waktu berjam-jam untuk duduk di warnet. Laptop adalah barang berharga miliknya. Kemanapun ia pergi laptop selalu ia bawa, barang berharga di kamarnya hanya laptop. Manda tidak perlu khawatir jika ada maling, beberapa kali pintu kamarnya sudah di bobol oleh maling. Percuma, tidak ada isinya.

Manda mengerucutkan bibirnya. Ia kesal rambutnya tidak bisa diikat seperti biasa. Manda tidak menyukai rambutnya yang tergerai. Pertama karena panas dan kedua karena mengganggunya saat belajar.

Mendekati akhir bulan, Manda harus berjalan menuju kampus. Ia belum gajian dan dompetnya menipis. Hari ini ada persentasi kelompoknya. Manda membagikan materi kepada setiap kelompok. Jika dalam urusan pembelajaran seperti ini, semuanya memperebutkan Manda untuk satu kelompok.

Alasannya hanya satu, Karna Manda akan mengerjakannya seorang diri. Yang menjadi kelompoknya tinggal menerima hasil.

"Jadi saya tanya siapa yang tidak mengerjakan?" Sialnya hari ini. Kelompok Manda seakan buta materi membuat Dosen berfikir Manda mengerjakannya seorang diri untuk mendapatkan nilai yang paling besar. "Kamu nggak ajak teman kamu untuk kerja kelompok, Manda?"

Manda mengangkat wajahnya. Ia ingin membuka suara jika itu sama sekali tidak benar.

"Nggak, Bu. Kita aja nggak tahu tiba-tiba langsung menerima ini." Perempuan di samping Manda berbicara. Sumpah Demi Tuhan itu tidak benar.

Manda sudah berusaha menghubungi, mengajak mereka untuk mengerjakannya bersama. Tapi mereka selalu punya alasan untuk menolak. Manda tidak bisa menundanya lebih lama, sudah pasti akan terbelengkalai.

Manda menundukkan kepalanya. Sudah lima belas menit ia menghadap dosen. "Saya tahu kalau kamu itu pintar. Tapi apa gunanya jika ilmu tidak berbagi? Saya kecewa sama kamu. Saya kasih kelompok kamu nilai D, karna tidak kompak sama sekali." Manda mengangkat kepalanya. "Ini adalah kerja kelompok, apa gunanya kelompok jika kamu bekerja sendiri."

Don't Touch Her!!  [SUDAH ADA VER. EBOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang